POV KEVIN
** Vin, aku di depan pintu apartemen mu. Bisa kah kau membukakan pintu untuk ku?
Astaga, ini jam berapa? kenapa kau tiba-tiba kemari? Baik lah, tunggu sebentar.
Kevin sangat terkejut mendapati sebuah telepon dari Violet bahwa ia sedang di depan pintu kamar apartemennya di jam yang sudah sangat larut ini.
" Masuk lah, kenapa kau berkunjung selarut ini? apa kau sedang ada masalah Vi? " Tanya ku pada Violet.
" Aku. . . aku sangat lelah, aku tidak tau harus pergi kemana selain menemuimu Vin. "
Astaga, ini seperti bau alkohol tercium dari nafas Violet ketika berbicara. Apakah dia sedang mabuk kali ini? sejak kapan dia menyukai alkohol?
" Vio, apa kau sedang mabuk? "
" Tidak, aku hanya minum sedikit. Aku butuh kehangatan, aku sangat kedinginan. " Jawab nya dengan setengah lunglai berjalan sempoyongan menuju dapur ku. Aku yang melihatnya bertanya-tanya, mengapa dia pergi ke dapur? Apa yang akan dia lakukan? Ku yakin dia memang sudah mabuk kali ini.
Violet, ini bukan dirimu. Kenapa kau berubah kacau begitu, aku sangat kasihan padamu. Sementara dia masih melihat sekeliling di dapur ku seolah sedang mencari-cari sesuatu. Tiba-tiba tangan nya sudah memegangi sebuah pisau yang biasa ku gunakan saat memotong sayuran. Pisau itu sangat tajam, aku pun kadang selalu tergores saat menggunakan nya. Tapi untuk apa dia memegangi pisau itu???
" Vin, kau tau. . . aku ingin sekali mencoba pisau ini mengiris lengan ku, apakah cukup mampu memutuskan urat nadiku hanya sekali goresan saja? "
Aku yang menyaksikannya memain-mainkan pisau itu di depan wajah nya, merinding dan berusaha untuk tenang. Sepertinya Violet sedang mengalami masalah berat kali ini, tapi ini tidak seperti biasanya.
" Vio, tenang dulu ya. Jangan sembarangan memainkan benda tajam itu, nanti kau terluka dan kulitmu tidak cantik lagi. Ayo letakkan dulu pisau itu, mari bicara baik-baik jika kau sedang mengalami masalah betat. Seperti biasa, aku akan mendengarkan mu. Tenang ya, " Dengan langkah ragu namun berusaha untuk tidak kalah cepat dari gerak tangan Violet yang sudah memegang erat pisau ku.
" Apa kau masih mau mendengarnya Vin, jika aku berkata yang sebenarnya? " Jawab Violet dengan tangisnya yang mulai pecah.
" Apapun itu, aku akan tetap mendengarnya Vio. Percayalah, bukan kah selama ini kau sudah banyak bercerita perihal apapun itu tentang kehidupan mu padaku? Lalu apa lagi yang tak mampu kau ceritakan padaku? Ceritakan lah, aku akan mendengarnya dengan setia. "
Sembari terus melangkah pelan berjalan mendekati Violet, sekujur tubuhku masih merinding dan gudar tak menentu. Tuhan, tolong aku. Agar bisa mencegah Violet melakukan hal yang buruk disini.
" Vin, aku hamil. Dan aku tidak tau siapa ayah dari bayi ini, aku kotor, aku hina, aku bukan Violet yang kau kenal dulu. Aku benci ini semua, aku malu ada diriku sendiri, aku tidak ingin bayi yang ku kandung saat ini. "
Degh !!! Langkah ku terhenti sejenak, dengan gemetaran di sekujur tubuhku yang mulai menjalar hingga ubun-ubun.
Ba. . .bagaimana bisa, dia hamil dan tidak mengetahui siapa ayah dari bayi itu? Oh tuhan. Violet, apa yang sudah kau lakukan sebelumnya.
" Lihat, kau bahkan tak bisa memberikan jawaban yang enak di dengar. Apa kau terkejut? Kau tidak percaya? atau kau sudah mulai jijik untuk tetap berteman dengan ku? Jadi biarkan aku mati di hadapan mu. Setidaknya aku ingin ada seseorang yang mengetahui kematian ku adalah murni keinginan ku "
" Vio, berhenti. Jangan gegabah, aku minta letakkan pisau itu kembali ya. Jangan pernah berpikir kau akan mengakhiri semua nya, karena bayi itu. Bayi itu tidak bersalah, pliss jika kau masih menganggapku teman. Tolong dengarkan aku ya. Pliiss, "
" Mafkan aku Vin, kau sudah pasti kecewa dengan ku. Lebih baik aku. . . "
Hanya dengan dua langkah saja aku mampu meraih tangan Violet dan menekan beberapa titik di bagian lengannya, jemarinya yang semulai tadi dengan kuat mencengkram pisau berhasil ku lumpuhkan. Pisau itu terjatuh sedikit jauh dari arah kami.
" Lepaskan aku Vin, lepaskan. Biarkan aku mati, aku tidak ingin bayi ini. Aku sudah kotor, aku tidak sanggup menghadapi ini semua. Orang tua ku sudah pasti akn hancur mengetahui putri tunggalnya ini, hamil dengan seseorang yang tak di kenalnya. Biarkan aku matiiiii. . . " Tangisan Violet pecah seolah menggema di seluruh ruangan ini. Aku tak kuasa menahan tangisannya yang penuh dengan penyesalah dan amarah itu. Ku peluk tubuh nya yang terus meronta di hadapan ku.
" Tenang lah Vio, tenang. Kau sedang kalut saat ini, kau dikuasai amarah yang memuncak. Ini bukan dirimu yang ku kenal, tenang lah. Mari kita cari solusinya bersama-sama ya, "
" Enggak Vin, enggak ada solusi lagi. Kehamilan ku sudah hampir memasuki usia 4 bulan. Selama ini aku berusaha menyembunyikannya darimu, dan orang tua ku. Tapi setiap hari ini semua membebaniku, aku tidak kuasa menahannya. " Jawab nya dengan isakan tangis yang mendera deru.
" Ssssttt. . . jangan berkata tidak ada solusi. Kau orang baik Vio, aku tau kau pasti punyai alasan kenapa semua ini bisa terjadi. Tapi aku, boleh kah aku bertanya satu hal padamu? "
Dia mengangguk pelan, sembari melepas pelukan ku.
" Apa kau sungguh tidak bisa mengenali siapa ayah dari bayi ini? Maafkan aku, tapi mungkin aku bisa mencarinya jika kau paling tidak mengetahui ciri-cirinya saja. "
" Aku tidak tau, aku tidak tau Vin. . . Aku sungguh tidak tau, semua terjadi begitu saja, yang ku ingat hanyalah. . . saat itu, saat seminar di kota Z. Aku sedang menemani beberapa tamu luar dengan beberapa teguk minuman. Dan setelah itu aku tidak ingat apapun lagi, saat aku bangun aku sudah berada dalam kamar hotel. "
Astaga Tuhan, Violet. Kau sungguh malang, atau memang sangat bodoh.
" Vio, tenanglah dulu. Ku minta jangan pernah kau berpikir akan membunuh bayi ini. Dia hadir sudah pasti atas ijin dari penciptanya, apa kau tidak kasihan? "
" Lalu apa? Bagaimana aku akan menjalani hari-hari ku dengan perut yang kian membesar ini? hah? Apa kau pikir aku akan mampu menjalaninya sendiri? Lebih baik aku mati saja, biarkan aku mati bersama bayi ini Vin, biarkan aku mati. "
" Oke, ok. Aku akan menemanimu merawat bayi itu hingga ia dewasa, tapi ku mohon jangan berpikir kau akan membunuhnya bersama mu. "
" Benarkah? benarkah kau akan bersedia merawat bayi ini dengan ku Vin? Kau. . . kau tidak bercanda bukan? Kau sungguh akan membantuku? " Tanya nya dengan menengadah padaku.
Ku lihat matanya mulai terlihat bercahaya terang penuh harap. Aku jadi semakin kasihan padanya, dia wanita yang sangat baik dan dewasa. Aku yakin hal yang menimpanya saat ini hanyalah sebuah kecelakaan saja.
Tapi Fanny, kenapa Tuhan? Kenapa kau selalu memberiku halangan yang tak sedikitpun mampu ku lewati demi mempertahankan hubungan ku dengan Fanny. Demi untuk membawa Fanny kembali dalam pelukan ku selamanya.
Fanny, maafkan aku. Maafkan aku. . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 320 Episodes
Comments
Saujanar Renjana 88
Kevin terlalu baik, dia selalu peduli dengan orang sekitarnya. Hanya saja, itu menjadi kelemahannya untuk bersatu dengan Fanny.
2024-12-18
0
Thomas Juwita
y ampuuunnnn bodohnya kevin demi violet dia melepaskan fanny yg begitu polos n begitu mencintainya.apa dia gk berfikir gmna perasaan y.sungguh jahat kevin.kasian bgt sih fanny selalu sakit dlm bercinta.semoga kelak fanny akan mendptkn lelaki yg bener2 tulus dgn y tanpa hrs mempermainkan y.yg selalu membuatnya bahagia,ceria,senyum n tertawa tanpa ada tangisan lagi.karena udh cukup byk air matanya karena lelaki yg prnh singgah d hatinya
2021-01-23
0
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
ga bs koment Thor...nyesek bgt..hrpn aq tertuju kpd Kevin...setega Vin kamu sm Fanny
2020-08-27
0