September 2013. SMA Bakti Jaya, Kota Cakra Manggala.
Arya segera bangkit dari lantai, meluruskan seragam putih-abu-abunya. Gerakannya cepat, tanpa kebingungan yang seharusnya dimiliki remaja 18 tahun.
Maya: (Matanya lebar, bingung dengan perubahan Arya) "Kamu benar-benar aneh, Arya. Kenapa kamu malah senyum? Tadi kamu jatuh keras sekali!"
Arya menoleh. Matanya, yang telah melihat neraka masa depan, kini menatap Maya dengan intensitas yang melucuti semua keceriaan remaja.
Arya: "Dengarkan aku, Maya. Kita tidak punya waktu. Sekarang, dengarkan dan jawab, jangan bertanya. Apakah Ayahmu belakangan ini gelisah tentang Gudang tempat dia bekerja?"
Maya tersentak mendengar nada suara Arya yang dingin dan mendominasi. Ini bukan Arya Satria yang biasanya melamun.
Maya: "Iya... Beberapa hari ini Ayah memang gelisah. Dia bilang ada orang-orang aneh yang datang menanyakan Blok C. Itu gudang yang paling terpencil."
Arya: "Preman? Mereka punya tato naga aneh?"
Pertanyaan Arya yang to the point membuat Maya membeku.
Maya: (Berbisik, takut) "Ayah bilang mereka 'bau oli dan punya tato aneh'. Bagaimana kamu tahu, Arya? Siapa mereka?"
Arya: "Mereka adalah Naga Hitam. Mereka nyata, dan mereka mengincar sesuatu di gudang itu. Dengarkan baik-baik. Ini bukan kecelakaan karena korsleting. Mereka yang membakar gudang itu untuk menutupi jejak."
Maya menggeleng, wajahnya pucat. Maya: "Tidak mungkin! Laporan polisi bilang—"
Arya: "Polisi berbohong. Mereka sudah di tangan Naga Hitam. Kau harus percaya padaku, Maya. Aku tahu ini gila, tapi ini demi hidupmu. Mulai sekarang, kau adalah bayanganku. Jangan pernah tinggalkan sisiku di sekolah. Jangan pernah pergi ke area industri lama. Kau janji?"
Maya: (Menelan ludah, melihat tekad baja di mata Arya) "Aku... aku janji. Tapi... apa yang harus kita lakukan? Kita hanya anak SMA!"
Arya: "Aku tidak lagi. Dan aku tahu harus ke mana mencari informasi."
Arya melihat jam dinding. 10:30 pagi. Ia punya waktu sampai jam tiga sore. Ia harus segera mencari Dion.
Arya: "Tetap di sini. Aku akan ke kamar mandi sebentar."
Arya bergegas keluar. Begitu berada di koridor, ia bergerak cepat menuju lokernya. Ia mencari ponsel lamanya—sebuah smartphone primitif yang terasa kuno di tangan pria yang terbiasa dengan teknologi masa depan.
Ia segera mencari kontak lama: 'Dion Balap'.
Ia menelepon. Suara Dion terdengar bising dari bengkel di seberang sana.
Dion: "Halo, siapa ini? Nomor asing!"
Arya: (Suaranya rendah, langsung menusuk) "Ini Arya. Arya Satria. Aku butuh bantuanmu, Dion. Soal Naga Hitam."
Bagian 2: Kontak Dunia Malam
Arya berdiri di sudut sepi koridor sekolah, menempelkan ponsel tuanya ke telinga. Di seberang sana, Dion, mantan ketua kelompok motor remajanya, terkejut mendengar suara Arya yang dingin dan mendominasi.
Dion: (Tertawa skeptis) "Arya si kutu buku? Kau tidak salah sambung? Kau mau tanya rumus Fisika? Aku tidak punya waktu."
Arya: "Aku serius, Dion. Ini tentang Naga Hitam. Aku tahu mereka sudah beroperasi di pinggiran Kota Cakra Manggala."
Suara tawa Dion langsung menghilang, digantikan oleh keheningan yang tegang.
Dion: (Berhati-hati) "Kau tahu? Kau tidak seharusnya tahu. Dan kenapa kau peduli? Itu bukan urusan kita. Mereka bukan Parade Malam. Mereka pembunuh, Ary. Kita tidak mau terlibat."
Arya: "Aku harus terlibat. Mereka sudah mulai mengusik orang-orang yang penting bagiku. Dan aku butuh tahu di mana markas mereka. Detail operasi mereka. Semuanya."
Dion: "Kau gila. Kau masih ingat siapa dirimu? Kau Arya yang lari saat ada masalah! Kenapa aku harus mempertaruhkan leherku untukmu?"
Arya menyadari, ia harus menghancurkan citra 'pecundang' masa lalu dan menggunakan pengetahuannya sebagai leverage.
Arya: (Suaranya direndahkan, penuh keyakinan yang menakutkan) "Aku tahu kau sedang dalam masalah besar, Dion. Motor barumu itu keren, tapi suku cadang impornya mencekikmu. Kau sedang berutang di beberapa bengkel, kan? Kau butuh sumber yang jauh lebih murah."
Dion terdiam lama di seberang sana. Informasi itu terlalu spesifik, terlalu akurat untuk sebuah tebakan.
Dion: "Bagaimana kau tahu soal utangku?"
Arya: "Aku tahu banyak hal yang akan terjadi, Dion. Yang tidak kau ketahui. Aku tahu dalam tiga bulan, kau akan bangkrut total karena utang suku cadang itu. Tapi aku tahu satu dealer di utara Cakra Manggala yang bisa memberimu harga 50% lebih murah. Dealer resmi, bukan barang curian."
Dion menarik napas tajam. Tawaran itu adalah penyelamat yang mustahil.
Dion: "Kau... kau menakutkanku, Ary. Oke. Deal. Aku akan tukar informasi dunia malamku dengan informasi dealer-mu. Sekarang, apa yang kau butuhkan?"
Arya: "Dua hal. Pertama, di mana tempat pertemuan mereka di area industri. Dan kedua, apakah mereka menggunakan informan di sekolah kita."
Dion: (Menghela napas, menyerah) "Tempat pertemuan mereka adalah sebuah klub malam bobrok. Namanya 'Sarana Biru'. Dekat dengan Gudang Tua K-7. Mereka sering berkumpul di sana. Dan soal anak sekolah... iya, ada. Hanya dengar namanya Beni. Anak pendiam di kelas sebelahmu. Katanya keluarganya punya utang besar pada mereka. Dia disuruh mencari sesuatu di gudang itu."
Mata Arya menyipit. Klub malam Sarana Biru. Gudang Tua K-7. Beni.
Arya: "Terima kasih, Dion. Informasi dealer itu akan kuberikan setelah kau mengkonfirmasi waktu pertemuan mereka yang berikutnya. Aku akan menghubungimu."
Arya memutuskan panggilan. Ia sudah mendapatkan tiga kepingan teka-teki yang krusial.
Ia kembali ke kelas, pandangannya langsung tertuju pada Beni, yang duduk menyendiri di bangkunya, tampak pucat dan gelisah. Arya tahu, ia harus mendekati Beni sebelum Naga Hitam menghancurkan anak itu dan mengacaukan rencananya.
Bagian 3: Pelacakan Informan dan Ancaman Daftar Hitam
Sisa jam pelajaran terasa panjang bagi Arya. Ia memandang ke bangku Beni, anak pendiam dari kelas sebelah, yang terlihat semakin pucat dan gelisah. Saat bel pulang sekolah berbunyi, Arya langsung bergerak.
Maya: "Arya, tunggu! Katanya kita pulang bersama?"
Arya: "Kau tunggu di gerbang. Aku harus bicara sebentar dengan seseorang." Arya melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Maya.
Arya mencegat Beni di koridor yang mulai sepi.
Arya: (Suaranya rendah dan mengancam) "Beni. Kita perlu bicara."
Beni tersentak kaget. Ia mencoba menghindar, tasnya hampir jatuh. Beni: "A-Arya? Ada apa? Aku harus buru-buru."
Arya: "Kau tidak bisa lari dari Naga Hitam, Beni. Dan kau tidak bisa lari dariku."
Beni membeku. Ia menatap Arya dengan mata ketakutan. Beni: "Aku tidak tahu kau bicara apa."
Arya: "Jangan bohong. Aku tahu keluargamu punya utang besar. Aku tahu kau disuruh mencari 'arsip' di Gudang Tua K-7. Kau adalah mata-mata mereka di sekolah."
Wajah Beni pucat pasi. Ia menyadari Arya tahu segalanya. Beni: (Gemetar) "Tolong jangan bilang siapa-siapa! Mereka akan menyakiti Ibuku!"
Arya: "Mereka akan menyakitimu jika kau terus patuh. Dengarkan. Aku bukan musuhmu. Aku bisa membantumu, tapi kau harus jujur. Arsip apa yang mereka cari?"
Beni menunduk, akhirnya menyerah pada ketakutan dan tekanan. Beni: (Terisak) "Aku... aku tidak tahu nama resminya. Ayahku bilang itu adalah 'Daftar Hitam'. Daftar klien rahasia lama dari sebuah perusahaan impor-ekspor. Dulu disimpan di Blok C. Kalau daftar itu jatuh ke Naga Hitam, mereka akan mengendalikan semua jalur perdagangan ilegal di Cakra Manggala."
Arya mencerna informasi itu dengan cepat. Daftar Hitam. Itu pasti alasan Maya dan ayahnya terbunuh.
Arya: "Dan Naga Hitam percaya Ayah Maya menyembunyikannya setelah perusahaan itu bangkrut?"
Beni: "Ya! Ayah Maya adalah manajer yang lama. Dia satu-satunya yang tahu semua rahasia gudang. Ayahku mengambil alih sementara... Naga Hitam membakar Blok D untuk menghancurkan barang bukti setelah mereka gagal menemukan daftar itu!"
Kepingan-kepingan itu menyatu: Pembakaran itu adalah operasi penutupan, bukan sekadar kecelakaan. Maya meninggal karena Ayahnya menolak menyerahkan dokumen, atau karena dia tahu terlalu banyak.
Arya: (Menarik napas, tekadnya mengeras) "Bagus. Kau sudah selesai dengan mereka, Beni. Aku akan urus sisanya."
Arya mengeluarkan selembar kertas kecil yang sudah ia siapkan: alamat dealer murah yang ia janjikan pada Dion.
Arya: "Ambil ini. Gunakan untuk melunasi utangmu, atau setidaknya membeli waktu. Tapi satu syarat: Jangan pernah bicara lagi tentang gudang. Jauhkan dirimu dari masalah."
Beni menerima kertas itu dengan tangan gemetar, menatap Arya seolah melihat malaikat pelindung dan iblis sekaligus.
Arya berbalik dan berjalan menuju gerbang, di mana Maya menunggu. Rencananya sudah jelas: ia harus mendapatkan Daftar Hitam sebelum Naga Hitam, dan ia harus menyusup ke sarang mereka, Sarana Biru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments