ATN 5~ Pencapaian tertinggi seorang ronggeng

Ie mencebik kesal sekali. Terlebih ketika dirinya sudah menarik adik lelakinya itu dengan susah payah, sampe badan kegencet-gencet, sampai selendang kesayangannya sempat tertarik dan terinjak, sementara adiknya itu malah asik ngitungin koin.

"5 rupiah...10 rupiah...wah bisa beli kue tape ini."

"Jayadiiiii ! Di otak kamu mangan ae!" sembur Sekar. Padahal lutut adiknya itu sudah baret-baret...

"Teteh mau aku belikan kue tape, ngga?"

Sekar hampir mendaratkan kepalannya bersamaan dengan matanya yang berkaca-kaca, ia kesal ...ia sebal...ia marah tapi terharu. Kenapa nasibnya, nasib keluarganya sebegininya.

"Pulang! Obati lukamu! Aku mau ke sanggar!" bentaknya berpisah di persimpangan dari adiknya itu.

"Teh! Nanti kue tapenya aku simpankan di dekat tungku ya! Biar ngga dimakan semua sama Laksmi !!!" teriak Jayadi.

Sebal sekali! Sekar menitikan air matanya dan mengusapnya kasar, "pulang Jayadiii! Mak khawatir!" jawabnya tak kalah berteriak. Ia mempercepat langkah menuju sanggar amih Mayang.

Sanggar yang melewati surau, dan kebun bambu, Imas mungkin sudah duluan disana. Tak apa, ia akan bergegas yang penting pulangnya ia tak sendirian.

Dan benar, saat ia datang amih Mayang sudah memulai latihan di sanggarnya. Sekar berlari dengan rok yang melambai ke sana kemari, "amih maaf, Sekar terlambat."

Ia langsung mengambil posisi di paling belakang, diantara para gadis penari lainnya. Dan mengikuti gerakan setelah amih Mayang mengangguk tersenyum.

Tangannya begitu luwes dengan jemari lentik mengikuti irama lagu. Perawakan Sekar yang sintal di bagian tertentu membuat amih Mayang meliriknya.

Sejenak, tangan berkutek amih Mayang membenarkan lekukan pinggang dan tangan Sekar untuk lebih *mentok* lagi dalam patahan-patahannya, beberapa kali Sekar terhenyak, benar-benar sampai pinggang pegal, katanya. Bahkan terasa, tulangnya yang *kretek* tanda ia masih sedikit kaku. Benar-benar keras perjuangannya untuk menjadi seorang penari.

Beberapa sesi pernah amih Mayang lakukan untuk sekedar memijat para ronggeng yang betul-betul serius untuk menjadi penari termasuk dirinya agar gerakan dan patahan tubuhnya ketika menari tidak kaku.

Sekar duduk di tepian pendopo. Lalu langkah-langkah anggun teh Nuroh mendatanginya dan Imas yang sedang berbincang.

"Aku kira kamu ngga ikut latihan. Makanya kutinggal, soalnya kata mak mu, kamu mencari adek-adekmu." Ucap Imas memainkan daun bambu kering yang sempat berguguran di tanah dan berserakan di sekitaran pendopo bale-bale sanggar.

"Kar, Mas...nih. Aku traktir bandros!" (semacam kue pancong)

Sekar dan Imas menoleh pada senior mereka yang sudah sering mengisi acara jamuan bahkan sering terpilih jadi penari kasepuhan.

"Wahhh, *nuhun* loh teh! Pasti manggungnya sukses, dapat saweran banyak?!" Imas menaik turunkan alisnya. Teh Nuroh yang ikut duduk disana dengan celana legging hitamnya itu hanya tersenyum, "ada deh. Tapi cukup lah untuk jajan, sama jajanin kalian bandros ..."

Sekar tersenyum lebar, "hatur nuhun teh, matur nuwun sanget." tawanya memancing tawa Nuroh lebih lebar lagi, "sami-sami."

Imas membagi kue berbahan tepung beras dan kelapa yang dicetak itu masing masing 4. Dan ia melahapnya dengan cepat.

Sementara Sekar? Ia selalu teringat dengan Jayadi, Widuri dan Laksmi.

"Loh, Kar? Kenapa ngga dimakan? Ngga suka ya? Enak loh!"

Sekar menggeleng, ia mulai menggigitnya satu, "aku inget Laksmi sama Jayadi, mau kusimpan sisanya buat mereka." Sekar mencari-cari plastik tapi tak menemukan, lantas Imas memberikan kertas koran bekas miliknya dimana kue miliknya sudah habis ia lahap semua, "nih bungkus double pake ini, taruh di pojokan dulu." tuduhnya membantu.

Sekar mengangguk, namun sebelum ia benar-benar menjadikan kertas koran bekas itu bungkus kuenya, ia melebarkan dan merapikan itu, sedikit mengusap dari noda bekas kue, "hmmm kebiasaan, dibaca dulu!" ujar Imas sangat hafal kebiasaan Sekar.

Sekar tersenyum, "membaca, jendela dunia." Kekehnya renyah membuat Imas melengkungkan bibirnya masam, "jendela dunia tuh!" tuduhnya ke arah jendela kayu rumah amih Mayang. Sekar tertawa renyah dengan ucapan Imas.

"Aku mau seperti dia, mas... Sumini Adiwangsa..." Sekar menatap penuh kekaguman pada kertas koran yang telah kusut dan kotor dimana wajah seorang wanita ronggeng menjadi berita setiap linimasa.

"Iya. Sumini Adiwangsa memang yahud. Sampe dapat meneer..."

Sekar menggeleng, "dia sebenarnya ningrat, Mas. Tapi dia memilih hengkang dan menanggalkan gelarnya sebab kecintaannya pada jaipong. Baginya apalah artinya gelar keningratan jika hanya bisa membatasi. Keren kan?! Dia membuktikan dirinya pada mata dunia dalam keberhasilannya menjadi seorang legenda seni."

Ia lantas melihat Imas menyipit, "kamu jangan lihat dari suami mennernya saja, mas. itu hanya bonus bukan berarti beliau rendahan mau jadi selir...dia bukan selir."

Imas mencebik dan memanyunkan bibirnya, "lihatlah realita, Kar. Terus kamu mengharapkan jadi legenda juga? Tuh legenda....ditumpakin pak lurah..." tuduhnya pada motor yang melintas dengan merk tersebut.

Sekar kembali mendengus tertawa mengobrol dengan Imas tak akan nyambung, kecuali yang diobrolkan itu masalah perut, masa depan istri di ranjang, hufffttt! Selir...Selir ....apa hanya setinggi itu pencapaian seorang ronggeng?! Seolah-olah penghinaan itu menjadi gantungan mimpi tertinggi. Banteran jadi istri keduanya camat.

Sekar pulang saat hari kian meredup, ia, Imas dan beberapa gadis lainnya yang searah pulang, melewati kebun bambu dan surau.

"Kar, tadi tetanggaku bilang...ada keluarga kasepuhan lewat...awalnya sih aku mau ijin dari sanggar datang terlambat, biar bisa mulung saweran. Tapi...pas liat kerumunan aku emoh lah. Yang ada aku gepeng."

Sekar menyunggingkan senyumnya sambil menggenggam 3 buah kue bandros yang ia bungkus dengan koran bekas, "iya. Buat apa lah, lagipula...tangan di atas lebih baik daripada tangan dibawah, ngerti ngga?"

Imas mengangguk, "bener. Kita mulungnya mesti begini kan? Biar paling pertama terima saweran?" Imas justru memperagakan tangannya menengadah namun di atas kepala.

Sekar menggeleng dan mendorong pelan kepala temannya itu, "maksudnya tangan yang memberi, Mas....bukan tangan kamu nengadah makin atas!"

Imas tertawa, "oh salah ya!"

"Eh tapi, Kar..." Imas berjalan seraya memainkan selendangnya, menggeplak-geplak itu sambil berjalan terbalik hingga kini ia menghadap Sekar, matanya berbinar, "Raden-raden bagus makin kesini makin pada tampan...gagah, keren. Aku suka..."

"Tapi mereka ngga suka kita, Mas." kelakar Sekar.

"Raden bagus Somantri, Wardana...Reksa, apalagi Raden bagus Amar, ya Allah Gusti....tau ngga, motivasiku ikut di sanggar amih Mayang apa?"

"Apa?" tanya Sekar.

"Biar bisa nari di depan mereka. Ngga apa-apa deh cuma diliatin lekuk tubuhnya. Atau cuma bisa ngibing, minimal sama den bagus Wardana..." kekehnya genit membuat Sekar meringis getir.

Sekar menggeleng, "sebegitunya kamu mengidolakan mereka, Mas? Anak-anak manja begitu?" Sekar mendengus, entahlah...ia mendengar cerita Ambu Sri tetangganya, dimana ia seorang abdi dalem di kasepuhan yang sering menceritakan keadaan kasepuhan.

Bagaimana watak dan karakter masing-masing para penghuni istana itu, dan satu yang ia simpulkan jika para pangeran itu, begitu menyebalkan, manja, dan arogan.

"Ambu Sri bilang...."

Imas langsung berdecak memotong ucapan Sekar, "itu kan hanya pendapat seorang yang cuma bisa liat dari belakang saja, Kar. Kata tetanggaku biyung Asih, mereka baik-baik kok. Makin aja aku kegilaan sama para raden bagus."

"Aku sampe pernah berkhayal jadi selirnya den bagus Wardana, Kar..." bisiknya mengakui membuat Sekar memundurkan wajahnya jijik, "kamu sampe mimpiin?"

Imas mengangguk, "lagi dibelai-belai sama Raden bagus. Ihhhh aku langsung deg-degan, basah..."

Sekar semakin bergidik ngeri dengan khayalan dan fantasi Imas, "ngeri Mas...." ia berjalan cepat. Sementara Imas sudah tertawa, "tunggu Kar! Emangnya kamu ngga punya impian begitu, ya? Raden bagus Reksa atau Amar, gitu?"

"Engga!"

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤS𝟎➜ѵїёяяа

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤS𝟎➜ѵїёяяа

Sumini Adi wangsa ini leluhurnya nata prawira.
nata prawira itu pacar gelap nya ganis

yg penasaran siapa nata prawira baca novel teh Sinta judulnya kepingan jingga

2025-11-03

4

mama_im

mama_im

aq masih di rumah teh, masih gogoleran 🤭🤭🤭🤭

2025-11-03

1

sweet escape

sweet escape

Ini uyutnya bagas sama alva bukan ya? Balik dl baca cerita alva, aku lupa lupa inget

2025-11-03

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!