Bab 2
“Tolong jangan diambil hati sikap putri saya tadi,” kata Pak Kamal Andara, menatap Aryo dengan wajah yang serius namun tetap lembut. Suasana restoran yang mewah terasa sedikit hening, seolah hanya mereka berdua berada di dunia ini.
Aryo mencoba memaksakan senyum. “Tidak masalah, Pak,” jawabnya, meski hatinya sedikit berdebar mengingat ekspresi Meliana tadi.
“Kalau begitu, mari kita ngobrol saja. Silakan, mau pesan apa?” lanjut Pak Kamal, sambil menoleh ke daftar menu yang tertata rapi di meja kayu berkilau.
Aryo sudah menentukan pilihannya sejak awal, tapi matanya tetap saja sesekali menatap sekeliling, menilai situasi dan suasana restoran yang elegan. Bau aroma masakan yang menggoda dan suara gemericik gelas kaca menciptakan kesan hangat namun menegangkan.
“Yah, seperti itulah kalau membesarkan anak tapi dimanja. Semaunya sendiri. Tapi putri saya, kalau sudah maunya A, susah digoyahkan,” lanjut Pak Kamal, tersenyum sambil menyeruput jusnya. “Karena dia anak semata wayang, saya selalu mengabulkan keinginannya. Namun untuk menjadi CEO, itu semua karena kerja kerasnya sendiri, bukan hanya karena saya.”
Aryo mengangguk pelan, mencoba menahan diri memuji.
“Wanita mandiri dan tegas,” ucap Aryo dengan tulus, meski wajahnya sedikit memerah karena memikirkan kembali kejadian memalukan di restoran beberapa waktu lalu.
“Terima kasih,” kata Pak Kamal. “Kalau saja putriku mendengar itu… Ngomong-ngomong, apa yang kalian bicarakan tadi di luar?”
Pipi Aryo memerah, ia menunduk sebentar. Ingatan tentang Meliana, tatapannya yang tajam, dan insiden di mana Aryo sengaja mengintip celana dalamnya membuatnya kikuk. “Oh, bukan apa-apa, Pak,” jawab Aryo terbata-bata, mencoba tetap tenang.
Tak lama kemudian, pesanan minuman dan makanan mereka datang. Suara piring, aroma daging yang masih panas, dan wangi jus buah segar membuat Aryo sedikit melupakan kegugupannya. Namun hanya sebentar.
“Aryo, saya tahu siapa kamu sebenarnya.” Kata Pak Kamal tiba-tiba, membuat Aryo tersedak saat menyeruput jusnya. Detak jantungnya seakan berhenti beberapa detik.
“Oh, maaf,” Aryo tergagap, mencoba menenangkan diri.
Aryo sadar, inilah saatnya untuk mengonfirmasi kecurigaannya. “Tidak apa-apa, Pak. Ngomong-ngomong, kapan tepatnya Bapak dan ayah saya membuat perjanjian perjodohan ini?”
Pak Kamal menatap jauh ke depan, mengingat masa lalu. Rambutnya yang mulai memutih dan wajahnya yang berkerut memancarkan kesan bijak seorang bapak. Ada secuil kekhawatiran terselip di mata beliau.
“Sekitar dua puluh tahun lalu. Ketika kalian masih kecil. Ayahmu masih bertugas di militer, sementara saya mulai merintis Andara Group. Kami membuat perjanjian yang tak bisa dibatalkan. Perjanjian darah. Agar ketika anak-anak kami dewasa, mereka akan dinikahkan,” jawab Pak Kamal.
Aryo memahami sepenuhnya. Kecuali ada perjanjian darah lagi, tidak ada yang bisa membatalkan pertunangan ini. Masalahnya, ayahnya telah meninggal beberapa tahun lalu.
“Tadinya saya ingin menyegerakan perjodohan ini, karena khawatir ayahmu akan pergi lebih dahulu. Sayangnya saat itu kalian masih terlalu kecil. Saya selalu mengingatkan ayahmu agar menjaga kesehatan dan berhati-hati dalam bertugas,” lanjut Pak Kamal, nada suaranya penuh rasa tanggung jawab.
Ayah Aryo meninggal karena serangan jantung. Aryo masih teringat, dirinya tidak berada di sisi ayah saat kejadian itu.
“Boleh saya bertanya, apakah kamu tertarik dengan Meliana?” Pak Kamal menatap Aryo, tatapannya serius. Pertanyaan itu membuat Aryo tersedak lagi.
Aryo menghela napas panjang. “Menurut saya, putri Bapak terlihat tangguh dan cerdas. Tidak salah jika dia menjadi CEO. Secara fisik maupun penampilan, saya tidak menampik, Meliana memang wanita cantik dan menawan,” jawab Aryo sopan, meski pikirannya melayang ke gerak kaki panjang Meliana saat turun dari limosin, rok merah yang dikenakannya membuatnya malu sendiri.
Pipi Aryo memerah, ia mengutuk diri sendiri dalam hati. Ia sadar banyak kesalahan di masa lalu, banyak wanita yang berhasil ditaklukkannya dengan mudah.
“Kamu suka Meliana?” tanya Pak Kamal lagi, penuh selidik.
Aryo menelan ludah. “Saya… belum tahu, Pak,” jawabnya dengan suara bergetar tipis.
Pak Kamal tersenyum singkat, namun ada cahaya khawatir di mata bijaknya. Hening beberapa saat selagi keduanya menikmati makanan.
Aryo tahu, menerima pertunangan ini bisa memberinya segalanya—dari satpam menjadi seseorang yang mungkin memiliki pengaruh di Andara Group. Tapi itu bukan yang ia inginkan saat ini.
Pak Kamal mendesah panjang. “Aryo, ada satu alasan lain kenapa pertunangan ini harus terjadi sekarang.”
Aryo menatap serius, meletakkan garpu dan pisau. “Apa itu, Pak?”
“Saya tahu kemampuanmu. Karena itu saya ingin memintamu melindungi Meliana. Keselamatan putri saya sedang terancam. Ada pihak jahat yang mengincarnya,” kata Pak Kamal serius.
Aryo semakin waspada. “Siapa yang ingin mencelakainya?” tanyanya.
“Saya tidak tahu, tapi saya berharap kamu bisa membantu mengungkapnya,” jawab Pak Kamal. Aryo segera menebak, kemungkinan besar ini terkait persaingan bisnis.
“Sebetulnya apa yang Bapak ketahui tentang saya?” tanya Aryo, hatinya sedikit gelisah.
“Yang saya tahu, kamu seorang militer terlatih. Terbaik dari yang terbaik. Di dunia militer, kamu dijuluki Dewa Pembunuh,” jelas Pak Kamal.
Julukan itu membawa Aryo ke masa lalu kelam, tragedi yang selalu dihindarinya. Alasan terbesar ia memutuskan berhenti dan memulai hidup baru.
“Selain itu?” Aryo menahan napas.
“Cukup itu. Dewa Pembunuh. Itu sudah cukup,” jawab Pak Kamal, tenang tapi penuh arti.
Aryo mengetuk-ngetuk jarinya di pinggiran piring, antara percaya dan ragu. Pak Kamal menambahkan, “Meliana menolak satpam reguler untuk mengawalnya tiap hari. Jadi saya ingin kamu melakukannya secara diam-diam.”
Aryo mengangguk. Masuk akal. Inilah alasan ia direkomendasikan menjadi satpam Andara Group.
“Baik, saya akan melindungi Meliana, Pak. Mengenai pertunangan, sepertinya akan bijaksana jika ditunda dulu. Kekhawatiran saya, kalau pesta diadakan sekarang, dia malah jadi target empuk pihak jahat,” ujar Aryo.
“Sepakat. Dan selama kamu melindungi Meliana, saya berharap cinta tumbuh di antara kalian. Penting bagi saya, putri saya bahagia,” kata Pak Kamal lembut.
Aryo menelan ludah. Kesulitan sudah terlihat. Kesal, memalukan, dan terpesona pada Meliana sekaligus.
Pak Kamal melanjutkan, “Besok akan ada penyesuaian untuk tugas keamananmu di gedung. Tiga bulan adalah waktu yang saya tentukan untuk membuat Meliana jatuh cinta padamu.”
Aryo terkejut, tapi hanya diam. Ia sadar itu waktu yang singkat, hampir mustahil.
“Ini soal hidup dan mati putriku. Mari kita buat perjanjian darah.” Pak Kamal mengambil pisau potong steak dan menggores telapak tangannya.
Aryo menelan ludah, tak bisa menolak. Ia ikut menggores telapak tangannya. Darah mereka bercampur, perjanjian darah sah. Tanggung jawab Aryo kini resmi: melindungi Meliana dari bahaya dan memastikan keselamatannya.
Saat Aryo masih merenung, Pak Kamal tersenyum ringan. “Oh ya, ada hal lain yang saya tahu tentangmu selain Dewa Pembunuh.”
Aryo menatap tajam, jantungnya berdegup kencang. Apa lagi yang ia ketahui? Apakah tragedi masa lalu akan terbuka?
Pak Kamal tertawa ringan, “Kamu dikenal sebagai penakluk wanita. Jadi seharusnya ini tugas mudah. Buat Meliana jatuh cinta.”
Aryo menyeringai, “Itu dulu, Pak.”
Pak Kamal menambahkan, “Ah, tak usah merendah. Karismamu masih menyala. Lihat, perempuan di meja itu melirikmu dari tadi,” ujarnya sambil menunjuk. Aryo menoleh dan melihat seorang perempuan cantik menunduk malu ke teman-temannya.
Aryo tersadar, berpikir serius, dan bertanya, “Bagaimana jika dalam tiga bulan saya gagal membuat Meliana jatuh cinta atau malah dia membenci saya?”
Pak Kamal menanggapi enteng, “Mana mungkin dia membencimu. Tiga bulan, berhasil atau gagal, pertunangan kalian tetap diumumkan. Itu sudah tidak bisa diganggu gugat. Perjanjian darah, ingat?”
Aryo menyeka telapak tangannya, darah dari perjanjian darah tadi masih terlihat samar. Ia menelan ludah, mempertanyakan keputusan yang baru saja dibuat: apakah benar ia bisa melindungi Meliana dan membuatnya jatuh cinta, ataukah ini akan menjadi bencana yang menimpa mereka berdua.
> BERSAMBUNG…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Oscar François de Jarjayes
Serius, ceritanya bikin aku baper
2025-11-01
0