Ia menarik napas dalam. Rasanya aneh bisa berada di sini lagi. Annisa berbaring di kasur, mencoba memejamkan mata. Namun, tubuhnya terasa gelisah. Ia menggeliat ke kanan dan ke kiri, berusaha mencari posisi nyaman, tapi tetap saja, tidak bisa tidur.
Annisa mengambil ponsel dan menonton YouTube. Tapi sekarang entah kenapa YouTube sangat membosankan. Dia beralih ke platform tik tok. Scroll banyak vidio di sana. Tapi tik tok juga tidak terlalu menarik untuk saat ini.
Annisa membuka aplikasi pesan. Menyentuh nama Abang di daftar chatnya. Dia ingin mengirim pesan tapi ....
Akhirnya Annisa meletakkan ponselnya dan dengan helaan napas, Annisa bangkit duduk. Pandangannya kembali mengitari ruangan. Ada rasa rindu yang aneh. Sejak kecil, kamar ini selalu menjadi tempat ternyaman baginya. Jika dulu ia bisa masuk dengan bebas tanpa berpikir, kenapa sekarang ia justru merasa canggung?
Tangannya terulur, menyentuh bantal Sagala yang masih memiliki aroma khasnya. Jantungnya berdegup tak karuan. Kenapa ia justru memikirkan Abang sekarang?
"Aku ini kenapa sih, aneh banget?" Keluhnya pada diri sendiri.
Annisa mendesah, lalu merebahkan diri kembali.
“Mungkin aku harus menelepon Abang…” gumamnya pelan. "Tapi… untuk apa. Kalau aku ganggu Abang gimana."
Annisa menggelengkan kepala, menertawakan pikirannya sendiri. Ia membenamkan wajahnya di bantal, mencoba memaksa diri untuk tidur. Tapi yang ada justru semakin tidak bisa. Karena kini pikirannya hanya dipenuhi satu nama. Abang Sagala.
Pukul setengah dua belas malam, terdengar suara pintu depan terbuka. Dan tak lama, pintu kamar terbuka.
"Astaghfirullah!!" Sagala melonjak kaget. Dia benar-benar kaget setengah mati.
"Abang." Annisa merasa tidak enak.
"Maaf Nisa. Abang lupa ada kamu di kamar Abang." Sagala segera menutup pintu kamar lagi. Dia terkejut bukan main. Jantungnya hampir melompat rasanya.
Sagala melangkah ke dapur, mengambil minum dan kemudian duduk di ruang tengah menyalakan televisi.
"Bang, maaf ya Nisa ngerepotin." Pesan Nisa masuk ke dalam ponselnya.
"Dah malam sana tidur." Balas Sagala.
"Aku nggak bisa tidur, Bang. Kepikiran Nenek."
"Nenek pasti sembuh." Sagala mencoba menenangkannya.
"Aamiin."
Sagala meletakkan ponselnya dan menonton televisi lagi. Menonton acara talk show malam.
"Bang." Pesan masuk di ponselnya.
Sagala membawa pandangannya pada ponselnya di atas meja. Belum tidur juga nih bocah. Sagala menggelengkan kepalanya, lalu membalas pesan itu.
"Mau Abang temenin bobo?" balasnya.
"Ish Abang. Enggaklah." Pipi gadis remaja itu memerah di sana.
"Ya udah buruan tidur."
"Aku nggak bisa tidur, Bang."
"Merem aja merem ntar lama-lama juga tidur."
"Abang."
"Ya."
"Anterin ke kamar mandi."
Hadeh nih bocil. Baru semalem udah hampir habis nih kesabaran. Apalagi kalau seumur hidup? Heh. Sagala nggak sanggup. Nggak sanggup momong bocil manja macam Anisa.
"Ya udah ayo."
Tak lama, terdengar pintu kamar terbuka. Anisa keluar kamar dan berdiri diam di depan pintu. Dia tidak enak hati meminta tolong langsung.
Sagala segera berdiri dari duduknya dan menghampiri Anisa.
"Abang, maaf aku ganggu." Anisa meminta maaf dengan sungguh. Dia merasa tidak enak hati pada Sagala.
"Ya."
"Abang kesel ya sama aku?" Dia cemberut.
"Nggak."
Anisa melangkah menuju ruang belakang. Dia masuk ke kamar mandi.
"Bang," panggilannya.
"Iya." Sagala mulai hafal nih. Nisa akan terus memanggilnya. Jadi dia bernyanyi saja agar Nisa nggak terus-menerus memanggilnya.
"Suara Abang bagus," puji Nisa setelah ia keluar dari kamar mandi.
"Iyalah." Sagala menatap Nisa. "Ini udah tengah malem. Buruan tidur. Nanti nggak cantik kalau begadang."
Nisa mengalihkan pandangan. Menahan senyuman. Merasakan degupan dan berakhir dengan anggukan. Dia mau segera tidur.
"Selamat malam, Abang," ucapnya malu. Dia segera berlari kecil dan menghilang di balik pintu kamar.
🌱🌱🌱
Pagi hari, Annisa bangun tepat saat azan subuh. Dia menghampiri Bu Yuni di dapur dan pamit pulang. Sudah ada saudara yang datang dari kota. Ayahnya juga sebentar lagi datang.
"Bude, aku pulang dulu." Annisa pamit pada Bu Yuni.
"Iya, Sayang. Di rumah sudah ada saudara ya?" jawab Bu Yuni.
Nisa mengangguk. "Iya, Bude. Ayah juga sebentar lagi pulang."
"Nanti kalau di rumah nggak ada sarapan, Nisa kesini aja ya," ucap Bu Yuni. Dia mencuci tangan dan mengantar Nisa kedepan.
Annisa membuntuti Bu Yuni keluar. Dia memperlambat jalannya saat melewati ruang tengah. Ada Sagala di sana. Masih tidur nyenyak di atas sofa. Tanpa menghentikan langkah, Nisa menoleh menatapnya. Abang ....
"Inget ya, nanti kesini buat sarapan," ucap Bu Yuni setelah beliau membukakan pintu.
"Iya, Bude."
Annisa pamit pulang. Sementara Bu Yuni kembali ke dalam dan segera membangunkan Sagala untuk sholat subuh.
Setelah sholat subuh, Sagala duduk di kursi ruang makan yang masih terhubung dengan dapur.
"Kemarin Pak Suprap dan Bu Hanifah kesini," ucap Sagala sambil ngemil rempeyek kacang. Pagi-pagi buta dah ngemil nih Abang.
"Kapan?" tanya Bu Yuni tanpa menghentikan kesibukannya menggoreng paha ayam.
"Kemarin pas Ibu kondangan," jawab Sagala.
Bu Yuni mengangguk-angguk. "Ada perlu sama kamu apa nyari bapak?" tanya Bu Yuni. Dia menoleh menatap putranya.
"Sama aku," jawab Sagala. Dia minum dulu lalu menatap ibunya. "Sama Bapak Ibu juga," lanjutnya.
Bu Yuni mengecilkan kompornya dan menatap Sagala. "Apa ada sesuatu?" Bu Yuni berpikir jika Pak Suprap dan Bu Hanifah akan meminjam uang dalam jumlah yang tidak sedikit. Mengingat jika Nenek masuk icu.
Pak Karta yang baru datang dari mushola ikut duduk di samping Sagala.
"Kamu punya tabungan berapa? Mereka mau pinjam uang?" tanya Bu Yuni serius. Pertanyaan yang membuat Sagala tertawa kecil.
"Masalah lain," ucap Sagala. "Bu Hanifah dan Pak Suprap memintaku untuk menikah dengan Nisa."
"APA?!!!" Pak Karta dan Bu Yuni berkata bersama dengan keterkejutan luar biasa. Bu Yuni segera mematikan kompor dan duduk di dekat putranya.
"Tolong bicara yang benar, Gal. Jangan bikin ibu darah tinggi pagi-pagi begini."
Sagala menceritakan maksud kedatangan Pak Suprap dan Bu Hanifah kemarin.
Pak Karta dan Bu Yuni saling menatap. Kemudian mengangguk-angguk mengerti.
"Tenyata ada wasiat nenek," ucap Bu Yuni. Dia menatap suaminya. "Bagaimana menurutmu, Pak?"
"Bapak terserah Sagala saja." Bapak-bapak memang lebih santai.
"Kalau Ibu sangat setuju. Lagian kamu udah tua nggak buruan nikah. Atau mungkin Nisa memang jodoh kamu." Bu Hanifah memberikan pendapatnya. Lelah sekali hampir tiap hari ditanya tetangga kapan mantu, kapan mantu.
"Aku nggak mau momong bocah." Sagala segera menolaknya. "Nisa masih kecil, Bu. Enggak dewasa sama sekali," lanjutnya.
"Nanti setelah menikah pasti akan berubah sendiri." Kini Pak Karta memberikan pendapat. "Bapak juga setuju sajalah. Keluarga mereka keluarga yang baik. Nisa juga anak yang baik. Kalian bahkan memiliki hubungan yang baik dari kecil."
🌱🌱🌱
Catatan Penulis
Jangan lupa masukkan novel ini ke favorit ya, biar nggak ketinggalan up terbaru. Salam sayang dari Author.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
@Ningsih
mantu..mantu..mantu..🤣🤣.
GPP bang nikah sama Nisa jadi ga usah nyewa mobil LG buat ngelamar nya ..😄, tinggal nyebrang aj 😂
2025-10-29
1
CR⃟7Naikenz *🎯Hs
Ini mah persis lagu menikah 5 langkah dari rumah 🤣🤣
2025-10-31
1
☀IKA APRIL SSC🌷
jreng jreeeeeeng......restu sudah keluar Abang , siap GK siap kau tetap momong bocah🤣
eeeh sejak kapan Astri saudaraan ma Sagala ??????🤣@Astri ssc🤣🤣🤣🤣
2025-11-05
0