Paginya.
Liana terbangun dari tidurnya, ia mengucek matanya namun tiba-tiba ia merasakan perih pada mata. Saat ia melihat jarinya yang ia gunakan untuk mengucek mata ternyata hitam seperti terkena tinta hitam.
"Astaga!" Liana langsung beranjak dan berlari ke kamar mandi tidak peduli dress yang agak sempit.
Liana mencuci muka hingga bersih, semalam ia ketiduran sampai tidak membersihkan riasan wajahnya.
"Ya ampun, untungnya wajah ku tidak muncul jerawat, biasanya jika tidak menghapus makeup semalaman bakal timbul jerawat," gumam Liana.
Liana menatap dirinya di cermin kamar mandi.
"Bisa-bisanya aku tidak terbangun! Pasti antara Kenzo dan Arion yang membawa ku ke kamar! Aaaghkk! Malu banget!" frustasi Liana.
"Bagaimana ini kalau ketemu mereka? Mana semalam ... ah sudahlah! Lupakan! Jangan di ingat lagi!"
Liana membersihkan diri dan menggunakan pakaian kemarin karena ia tidak mempunyai baju ganti, sekarang perutnya sudah berbunyi saat mandi tadi.
"Lapar banget, nyesel aku makan di restoran itu. Mending sedikit tapi enak, lah ini udah sedikit, harga selangit, gak enak pula!" gerutu Liana sambil berjalan.
Liana celingukan di lantai bawah, sepertinya mereka belum bangun. Yah, kesempatan dirinya untuk menghilangkan rasa laparnya yaitu dengan cara memasak.
"Ya ampun, tidak ada apa-apa di sini?!"
Liana terkejut kala semua di dapur tidak ada bahan makanan, jangankan bahan makanan peralatan memasak saja tidak ada. Ini Villa seperti restoran, tempatnya aja yang mewah tapi isinya tidak sesuai dengan kemewahan.
Lebih baik dirinya tinggal di rumah Ayahnya, walaupun tempatnya tidak sebesar, tidak semewah dan tidak sekaya rumah orang lain tapi bahan makanan serta cemilan tidak pernah kekurangan, kecuali tidak ada uang.
Ini malah kebalikannya.
"Lagian kenapa coba mereka sewa Villa-villa kek ginian, percuma kalau gak di isi makanan. Emang mereka gak butuh makan apa?!" gerutu Liana.
"Oh iya, mereka 'kan suka makan di tempat-tempat mahal dan berkelas, jadi wajar. Punya banyak duit tinggal beli aja ke tempat yang mewah, ternyata selera orang banyak duit sama yang gak punya duit beda jauh,"
"Apa nya yang beda jauh?"
"AAAAA!"
Liana terkejut kala suara seseorang yang berbisik di telinga nya, Liana sampai bersandar di lemari pendingin. Rupanya Revan, pria itu malah tersenyum tanpa rasa bersalah.
"Kau mengejutkan ku!"
"Maaf, tadinya ingin ku panggil tapi aku dengar kau sedang asik bergumam sendiri,"
"A–ah tidak,"
"Lalu, apa yang sedang kau lakukan di sini?"
Liana langsung menelan lvdahnya, "A–aku, a–aku ... oh ya aku haus jadi aku ingin mengambil minum, ya! Minum!"
Revan tampak seperti mencerna situasi, Liana jadi gugup bagaimana kalau Revan tahu kalau dirinya lapar? Mau ditaruh mana mukanya? Sudah cukup malam tadi saja.
"Oh begitu, kalau sudah nanti kau bersiap-siap, yah?"
"Baiklah. Eh tunggu, siap-siap kemana?"
"Kita akan kembali ke Mansion,"
Oh iya, mereka 'kan mempunyai rumah yang di sebut Mansion, tentu saja mereka harus kembali.
Revan menatap Liana yang sedang sibuk dengan pikirannya, tatapan Revan malah beralih pada bib1r Liana. Putih pucat namun masih mengkilat seperti menggunakan pelembab, tidak! Jangan sekarang, ia harus menahan semuanya.
-
-
"Yohan sudah menyiapkan semuanya dan baru saja melatih pasukannya," kata Kenzo menatap ponselnya.
"Ya sudah, sebaiknya kita kembali sekarang!" Edgar.
"Tunggu dulu," cegah Liana, mereka menoleh bersamaan menatap Liana.
"Ya? Ada sesuatu yang tertinggal?" tanya Lucas.
"Bagaimana dengan Ayah ku? Aku tidak mungkin meninggalkan Ayah sendirian di sini!"
"Memangnya kita akan pindah ke luar negeri?!" ketus Arion.
"Gak kok, Mansion kita dan rumah Ayah mu masih satu kota hanya saja jaraknya mungkin sedikit jauh," senyum Revan.
"Tapi, aku tidak bisa menemui Ayah ku dong!"
"Bisa, tapi harus izin dari kami!' Carlos.
"Itu 'kan Ayah ku!"
"Tanpa terkecuali!"
Liana merasa kesal, perhitungan sekali padahal Kevin adalah Ayahnya, jika pergi selain ke rumah Ayahnya ia wajar harus izin.
"Memang nya kalian inginaku ngapain di sana?!"
"Banyak nanya! Cepat masuk!" Arion menarik tangan Liana.
"Eehh!"
Arion membuka pintu mobil dan memasukan Liana ke dalam setelah itu ia tutup kembali pintu mobilnya.
"Hey, Arion. Apa itu tidak sedikit kasar?" tanya Lucas menyilangkan kedua tangannya.
"Aku tidak tahan dengan dirinya yang banyak bicara! Sekarang cepat lah!" Arion berjalan ke mobil satunya.
"Hey, kenapa tidak semobil dengan Liana saja?" tanya Elvano.
Namun Arion tidak merespon dan langsung masuk ke dalam mobil. Kenzo tahu penyebabnya jadi ia terkekeh diam-diam, pasti masih canggung jadinya Arion bersikap seperti itu pada Liana.
Dalam perjalanan hanya ada keheningan, Liana satu mobil dengan Edgar, Felix, Carlos dan Lucas sisanya di mobil Arion. Liana diam karena ia sedang memikirkan bagaimana setelah ini, seingatnya di Mansion pasti Yohan menyambut kedatangan Tuan-tuannya. Dan setelah itu, Liana tidak ingat lagi.
“𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘬𝘶 𝘣𝘶𝘳𝘶𝘬 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪?! 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘢𝘱𝘢-𝘢𝘱𝘢!”
Liana duduk di tengah-tengah Carlos dan Felix, Lucas di depan mengemudi sedangkan Edgar di samping Lucas.
“𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳 𝘱𝘦𝘳𝘭𝘢𝘩𝘢𝘯-𝘭𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘢𝘨𝘢𝘳 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘬𝘦𝘫𝘢𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢. 𝘈𝘬𝘶 𝘺𝘢𝘬𝘪𝘯, 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘣𝘢𝘸𝘢 𝘴𝘶𝘢𝘴𝘢𝘯𝘢 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘭𝘶𝘱𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢!”
𝘋𝘦𝘨!
Carlos dan Felix tiba-tiba langsung menempel pada leh3rnya, Liana yang mematung dan membulatkan mata tidak tahu harus bagaimana. Kini leh3rnya menjadi sasaran 2 predator di samping kanan dan kirinya.
"A–apa yang kalian lak–"
Ucapan Liana terhenti kala kedua tangannya di pegang oleh Carlos dan Felix, sebenarnya Liana merasa geli karena keduanya seperti mengendus dan menelusuri leh3r dan bahunya.
Edgar melirik lewat kaca mobil, kemudian ia menggelengkan kepalanya seperti sudah tahu sikap Carlos dan Felix.
"He–hentikan– mmm!"
Mulut Liana di bungkam oleh tangan Felix dan menyandarkan Liana ke sandaran sofa mobil, Liana membulatkan mata melihat ke arah Felix.
"Ayolah, Baby. Apa kau tidak mengerti suasana kita ini?"
"Tapi aku–"
Giliran Carlos menekan bib1r Liana menggunakan ibu jarinya.
"Cukup nikmati tanpa berbicara,"
Carlos menaikan dagu Liana karena sasarannya adalah bagian leh3r bawah dagu, Carlos mencivm aroma wangi pada kulit Liana mungkin karena sabun yang di gunakan Liana sampai bisa tahan lama. Padahal aroma bunga saja sudah membuatnya gil4.
𝘊𝘶𝘱.
-
-
Sesampainya di Mansion, Liana langsung keluar dari mobil begitu Felix membuka pintu mobil. Liana memegang lehernya menggunakan kedua tangan dan terus-terusan seperti merinding, karena ulah Felix dan Carlos yang terus menerkamnya ia jadi geli dan merinding.
"Kau kenapa? Apa kau kedinginan?" tanya Elvano yang bingung sikap Liana.
"Ya?! Tidak, A–aku baik-baik saja, tidak apa!" senyum Liana seolah-olah tidak terjadi sesuatu.
Sedangkan Carlos dan Felix saling melirik dan terkekeh, kerjasama tim yang bagus. Edgar menyilangkan kedua tangannya melirik keduanya, di sini ia dan Lucas menjadi saksi mereka.
"Selamat datang, Tuan!" sambut seorang pria tampan dan ternyata Yohan.
Arion mengangguk.
"Semua yang anda perintahkan sudah siap!"
"Kerja bagus, Yohan."
"Terima kasih, Tuan! Oh ya, ini adalah file yang anda minta!"
Arion menerima benda kecil yaitu 𝘧𝘭𝘢𝘴𝘩𝘥𝘪𝘴𝘬.
Pandangan Yohan mengarah pada seorang gadis yang berdiri di antara Tuan-tuannya.
"Alihkan pandangan mu!" Felix menatap tajam kearah Yohan.
"Maafkan saya, Tuan!" Yohan membungkuk.
"Dia adalah Liana, dia akan tinggal di sini karena dia juga sebagai jaminan hutang Ayahnya," Kenzo.
Yohan mengerti.
Felix menarik tangan Liana untuk masuk ke dalam.
"Duh~ jangan tarik-tarik, aku bisa jalan sendiri!"
Begitu ia masuk Liana sudah tidak terkejut melihat Mansion mereka yang besar, luas dan mewah, hanya saja masih tidak percaya kalau Mansion mereka sangat bagus di banding Mansion lain.
"Kita mau kemana?!" kesal Liana yang terus di tarik oleh Felix.
Felix menoleh dan tersenyum kemudian mendekatkan wajahnya, "Ikut saja,"
Liana jadi merinding.
Mereka menaiki lift Mansion untuk mencapai lantai atas, jika menggunakan tangga akan lebih melelahkan. Kecuali bagi orang yang ingin diet, cocok untuk olahraga naik turun tangga.
Sesampainya di lantai atas, Felix menarik tangan Liana lagi untuk dibawa ke tempat yang ditujunya yaitu kamar.
"Ini, kamar mu,"
"Aku lebih suka kamar di bawah," lirik Liana.
"Kenapa?"
"Terlalu jauh untuk sampai ke bawah!"
"Oh, atau kita sekamar saja agar–"
"Tidak! Di sini saja!"
Felix terkekeh geli, ntahlah dia suka sekali menjahili Liana. Lihat lah wajah kesal Liana, membuatnya 𝘮𝘰𝘰𝘥 𝘣𝘰𝘰𝘴𝘵𝘦𝘳.
Tiba-tiba Felix memutar tubvh Liana dan menyandarkan nya ke dinding serta mengangkat kedua tangan Liana ke atas kepala. Liana terkejut atas perilaku Felix yang secara tiba-tiba, memang yah pria ini suka menerkam diam-diam.
"A–apa yang kau lakukan?!"
"Memang apa lagi ... selain menerkam mu?" senyum Felix miring.
"Iihh! Enggak! Kau sudah melakukannya tadi di mobil!" Liana memberontak.
"Kan tadi, maunya sekarang,"
"Sama aja! Apalagi tadi bersamaan dengan Carlos!"
"Itukan jatah bersama, aku mau minta jatah ku,"
"Gak ada jatah!" Liana menggelengkan kepalanya kuat.
"Oh, atau mau jatah di atas kasur?"
Liana membulatkan matanya, "TIDAK!!"
Felix tertawa puas, memang das4r pria ini! Pikir Liana.
"Lepaskan aku!" Liana mencoba melepaskan tangannya yang terangkat oleh Felix.
"Beri aku civman baru aku lepas," smirk Felix.
"Mesvm! Gak mau! Lepaskan!"
"Kalau tidak mau ya sudah," Felix semakin mempererat menahan tangan Liana.
"Aduh~ sakit!"
"Kau yakin tidak mau melakukan nya agar bisa lepas?"
"Memang tidak ada lagi cara lain?!"
"Hmm~ ada!"
"Apa?!"
"Pilih kau yang mencivm ku atau aku yang menerkam mu?"
"SAMA AJA!!"
"Tidak ada kata yang sama setiap pilihan yang ku berikan! Tinggal tergantung kau, ingin melakukan nya atau tidak," ucapan tanpa beban.
"Kenapa pilihannya harus itu sih?!" Liana menghentakkan kedua kakinya secara bergantian.
Felix tersenyum, "Suka-suka dong,"
“𝘚𝘪4𝘭𝘢𝘯! 𝘛𝘢𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘨𝘪𝘯𝘪 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘢𝘬𝘶 𝘨𝘢𝘬 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘭𝘢𝘨𝘪!”
"Gimana? Mau pilih mana? Kalau tidak pilih semua juga tidak masalah, tapi kau tidak bisa lepas dari ku," senyum Felix.
Liana menatap kesal pada Felix, sedangkan Felix malah tersenyum tanpa rasa bersalah.
"Ya terserah kau!" kalah Liana.
"Terserah ku? Itu artinya jika meminta menerkam mu di atas ranjang mau dong?"
"TIDAK! ITU TIDAK TERMASUK PILIHAN!"
"Kau bilang terserah ku,"
"Tapi bukan sesuka hati mu! Maksud ku ... da–dari pilihan mu," Liana memalingkan wajahnya karena malu.
"Apa? Bicara yang jelas?" padahal Felix tahu maksud Liana namun ia berpura-pura tidak tahu.
Liana menggigit bib1rnya kesal, sudah tahu dirinya malu malah sengaja minta dijelaskan.
"Katakan maksud mu,"
"KAU SENG–"
Liana membulatkan matanya, belum selesai bicara Felix langsung mencivm b1birnya.
•••
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments