Cerita Odi

Cerita Odi

Satu

Peluh yang menetes jelas menunjukkan betapa keras Odi berusaha menampilkan yang terbaik. Sunggingan senyum terus menghiasi wajah di sepanjang tariannya. Gerakannya begitu dinamis. Selaras dengan alunan melodi musik.

Hentakkan terakhir menandakan klimaks pertunjukkan. Ditutup dengan membukukkan badan sebagai tanda penghormatan. Gemuruh tepuk tangan penonton memenuhi ruangan. Senyum sumringah mengembang dari wajah mereka. Lihat, bahkan ada beberapa orang yang mengambil gambar. Mengabadikan momen spektakuler ini di ponsel mereka. Tak dapat dipungkiri, tarian dan nyanyian itu seperti mempunyai nilai magis. Semua terhipnotis.

‘Buk’

Suara pukulan ke lengan yang dilayangkan Rani mengagetkannya. Lamunan Odi membuyar. Buru-buru mengusap sudut bibir dengan punggung tangannya. Siapa tahu ada liur yang keluar sewaktu berkhayal.

Iya, itu cuma angan-angan Odi di jam mata pelajaran Sejarah. Bermimpi jadi idol belakangan ini sering Odi lakukan, sejak Rani –teman  sebangkunya menjejalkan video K-Pop padanya. Ingat, itu cuma fantasinya saja. Karena pada kenyataannya, Odi tidak pandai bernyanyi atau menari. Suaranya sumbang. Bahkan gerakan Odi sangat kaku saat menggoyangkan badan. Ia tertawa kecil, mengingat betapa lucunya saat menari di depan cermin kamar.

Mata tajam Bu Endang –guru Sejarah menangkap basah pergerakannya.

"Maudi Wulandari. Ada yang lucu dari penjelasan saya barusan?" tanya Bu Endang penuh selidik.

"Enggak, Bu. Saya cuma mau izin ke toilet," jawabnya bingung.

"Cepat keluar! Saya tidak ingin melihat kamu ngompol di sini." Perkataan Bu Endang memancing tawa seisi kelas.

Odi beranjak dari bangku, bergegas keluar kelas. Memalukan. Meratapi kebodohannya melamun di tengah mata pelajaran si guru killer itu. Mungkin benar, dia memang harus ke toilet. Otaknya perlu dicuci.

Saat perjalanan menuju toilet, Odi melihat Rio di lapangan basket. Mengenakan seragam olahraga penuh keringat pun Rio tetap terlihat menawan. Dengan ally-ops dari salah seorang rekan se-timnya, Rio langsung melakukan slam dunk, dan bola masuk ke keranjang. Secara otomatis Odi memberi tepukan. Ah, andai seorang Mario Novandana mau jadi pacarnya. Odi yang malas ini, mungkin mau lari dua puluh satu kali putaran mengitari sekolah. Tapi mustahil. Rio tak mengenalnya, bahkan menatapnya pun tak pernah. Bagaimana mungkin Rio jadi pacarnya? Dasar pemimpi!

Sempat terbuai dengan permainan basket idolanya, Odi akhirnya melanjutkan perjalanan. Di sepanjang koridor, senyum gadis itu terus mengembang. "Kak Rio ganteng banget, sih."

Betapa beruntungnya gadis yang menjadi kekasihnya kelak. Dia pikir Rio pasti akan mencintai gadis istimewa itu dengan sepenuh hati. Jikalau Odi yang menjadi gadis itu, pasti dia akan menjadi perempuan paling bahagia di dunia. Lagi-lagi Odi berkhayal yang tidak-tidak.

Sampai toilet, Odi mendekati wastafel hendak mencuci muka. Namun, perhatiannya teralih ke arah lain. Di sebelahnya ada Nabella Agustin, Sang Queen Bee sekolah. Bella sedang menelepon sambil memoleskan lip balm di bibir tipisnya. Odi melirik dari pantulan cermin besar yang terbentang di hadapannya. Dia memperhatikan dari ujung kaki hingga kepala. Bukan ingin menguping pembicaraan Bella dengan lawan bicaranya, tapi Odi sedang mengagumi kecantikan Bella yang sempurna bak artis Korea.

Kulitnya putih bersih, rambut panjangnya pun terlihat terawat dan wangi. Benar kata Rani tempo hari, Bella dilihat dari dekat mirip Sowon leader girl group Gfriend, idol favoritnya. Rani bilang followers di Instagramnya hampir satu juta. Selebgram, Rani menyebutnya. Dia bahkan sering mendapatkan berbagai macam tawaran endorse dan membintangi beberapa judul sinetron dan layar lebar. Bella memang sempurna. Wajar saja jika populer di dunia maya maupun nyata. Sedangkan dirinya? Ya Tuhan, sepertinya Odi sudah mulai kehilangan akal sehat, berani sekali membandingkan diri dengan Bella yang jelas-jelas jauh di atas.

Bella mengakhiri panggilan telepon. Melirik Odi tajam. "Heh, ngapain lo liatin gue!" bentak Bella.

"Eh, maaf, Kak. Soalnya kakak cantik banget," ujar Odi salah tingkah.

Mimik wajah Bella berubah masam. "Kenapa? Lo iri sama gue? Mau ngikutin gaya gue? Atau jangan-jangan lo kepo sama gue?"

Diam. Odi mengunci bibir rapat-rapat, tak mau memperpanjang masalah. Dia hanya menunduk memandang lantai putih toilet wanita. Pantaslah Bella tersinggung. Odi memang salah, terlihat seperti penguntit. Melihat gadis cantik itu tanpa berkedip, membuatnya tak nyaman.

"Jangan suka kepo sama urusan orang!" Bella kemudian pergi.

Sepertinya Odi memang harus lebih berhati-hati dalam bertindak. Gadis itu segera membasuh wajah. Lalu mengeringkan dengan tisu yang selalu dia bawa ke mana-mana. Dia memperhatikan bayangan diri di dalam kaca. "Gue juga nggak kalah cantik, kok," gumamnya.

Odi kembali ke kelas. Bu Endang sudah menyambut dengan ekspresi tak biasa.

"Sudah puas buang airnya?" sindir guru itu.

Odi hanya menangguk canggung. "Iya, Bu." Lalu bergerak menuju bangkunya.

Rani berbisik, "Ke WC doang lama banget, ke mana aja lo?"

"Gue tadi nonton Kak Rio main basket dulu di lapangan. Gila, keren banget."

Rani melotot. "Kalo ada Kak Rio lo lupa segalanya. Jangan-jangan lo dipelet sama dia, ya?"

"Gue nggak sengaja liat dia waktu lewat lapangan. Malah keterusan nonton, deh." Odi meringis memperlihatkan deretan giginya.

Rani mencakup pipi Odi dengan kedua tangan. "Sadar, Di! Kak Rio itu lagi deket sama Kak Bella. Lo tahu sendiri Kak Bella cantiknya kayak gimana. Dia artis."

Odi melepaskan tangan Rani. "Iya, gue tahu. Tadi gue ketemu dia di kamar mandi."

"Dia cantik banget, Ran. Gue jadi minder. Kak Rio sama Kak Bella emang cocok, sih," lanjut Odi.

"Nah, makanya kalo lo nggak bisa bersaing sama Kak Bella mendingan nyerah aja, deh. Jangan ngarepin Kak Rio. Inget, Di. Lo itu cuma fans. Jadi, jangan berharap lebih." Rani berusaha memberi pengertian.

Odi mengembuskan nafas kasar lalu menganggukan kepala. "Iya, Ran."

"Maudi! Rani! Ada apa lagi?" seru Bu Endang.

Dengan senyum kikuk, mereka kompak menjawab, "Enggak apa-apa, Bu."

"Elo, sih," cicit Odi.

Tak terima, Rani berdesis, "Enak aja."

Mereka takut. Wajah guru berhijab berumur sekitar empat puluhan itu terlihat sangat tidak senang. Berharap bel istirahat menyelamatkan mereka dari hukuman Bu Endang. Rupanya Tuhan sedang berbaik hati, yang ditunggu-tunggu pun akhirnya berbunyi. Terlukis jelas perasaan lega di air muka mereka.

"Ya sudah, saya akhiri pelajaran hari ini. Jangan lupa tugas yang tadi saya berikan. Dan untuk kalian berdua, saya akan terus mengawasi kalian." Setelah mengatakan itu, Bu Endang keluar dari kelas. Di susul beberapa siswa yang hendak istirahat.

"Bu Endang sangar banget. Pantesan udah tua belum dapet jodoh." Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Odi.

Rani menasehati. "Eh, jangan gitu. Ntar kualat lo ngegibahin guru sendiri."

"Halah. Hari gini lo masih percaya hal begituan?" Odi menganggap remeh peringatan Rani.

"Ke kantin, yuk. Gue laper," ajak Odi.

"Yuk."

***

'Prang'

"Sial! Lo udah nggak waras, ya? Rok gue jadi kotor begini!"

"Ma—maaf, Kak."

 

 

Bersambung...

 

 

Terpopuler

Comments

sa sabina

sa sabina

bagus

2021-04-24

0

Tri Ismawati

Tri Ismawati

mau muji malah dihina
kasian ya kamu di

2020-11-04

0

PotatoYubitisfira

PotatoYubitisfira

Suka banget gaya bahasanya. Lanjut baca 😆

2020-07-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!