Anna benar benar merasa bersalah pada orang tuanya setelah kejadian yang menegangkan itu ia merasa jika mamih dan papihnya mengacuhkan dirinya seperti sekarang.
"Ehm...mamih, papih. Anna lapar." Ucap Anna dengan suara lemahnya. Ternyata semalam ia tak memakan makanan yang dibawa mbok Sum.
Mamih Aleesya tak menjawab namun ia mengalaskan makanan ke piring Anna tanpa berkata apapun. Begitu juga papihnya, ia sama sekali tidak menoleh ke wajah anaknya.
Anna memberanikan duduk di meja makan bersama orang tuanya. Ada kecanggungan diantara mereka. Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu. Mamih Aleesya duluan pergi dari sana, disusul suaminya.
"Mamih sama papih pasti masih marah sama aku."
-
-
Anna menjalani hari harinya hanya di dalam rumah saja. Semenjak kejadian tempo hari, semua anggota keluarganya mendiamkannya. Mungkin Anna sudah tidak dianggap di sana. Semua kontrak kerjanya pun dibatalkan. Semua fasilitasnya di tarik.
Gadis nakal itu benar benar menerima semua ganjarannya. Dia sudah tidak punya kegiatan apapun selain merenung dikamarnya. Orang tuanya pun sudah mengacuhkannya.
Waktu berlalu terasa cepat, sudah sebulan lebih ini Anna mengurung diri dikamarnya. Ketika ingin ke kamar mandi, kepalanya terasa sakit sekali dan perutnya sangat mual.
HUEEK HUEEK HUEEK
Anna memuntahkan semua isi perutnya, badannya terasa sangat pegal sekali. Tangannya memegang perutnya yang sakit, pandangannya kabur. Dia mencoba meraih segelas air putih di meja kasurnya.
PRANK
BRUK
Anna pingsan setelah tak sengaja menjatuhkan gelasnya. Wajahnya pucat pasi seperti orang tidak makan berhari-hari. Ketika bibi masuk ke kamar Anna, betapa syoknya bibi melihat anak majikannya pingsan.
"Ya ampun non Anna. Nyonyaaa.... tuan... Non Anna pingsan. Non bangun ini bibi." Bi Inah menepuk nepuk pipi Anna yang sudah dingin.
Tak lama orang tua Anna, juga ketiga kakaknya bergegas ke atas. "Biar Alana periksa pih."
Meskipun Anna di abaikan, namun rasa sayang orang tuanya sangat besar pada anak bungsunya. Papih segera membawa Anna ke kasur, dan menyuruh bibi membereskan pecahan gelas itu.
"Kita bawa kerumah sakit aja." Ucap Athar.
"Jangan! Aku periksa dulu." Alana berlari ke rumahnya dan membawa stetoskop dan lanjut memeriksa adiknya. Dia menekan perut Anna sedikit keras. Sebagai dokter kandungan dia tahu ciri ciri orang hamil seperti apa.
"Kenapa, Al ?" Tanya mamih Aleesya.
Alana menekan lagi perut Anna dan merabanya. "Anna bangun Anna...!" Dia menepuk nepuk pipi adiknya sedikit keras supaya bangun.
Ternyata cara itu berhasil membuat Anna bangun dari pingsannya. "Mih, pih. Kakak dan Athar keluar dulu." Alana menyuruh anggota keluarganya menunggu di luar karena ada hal yang akan dia pastikan.
"Ada apa Alana ?" Tanya papih Alarich penasaran.
"Alana harus memastikan sesuatu dulu, pih. Nanti Alana panggil papih. Alana janji."
Papih Alarich mengangguk pelan dan menuruti Alana. Semuanya menunggu di luar kamar dengan cemas. Di dalam kamar, Alana menarik Anna ke dalam kamar mandi. Alana masih menyimpan tespack bekasnya dulu di tas kerjanya yang ia bawa.
"Apa ini kak?"
"Pakai ini, kakak harus memastikan sesuatu. kakak ajarin cara pakainya." Alana memberikan tespack itu ke adiknya.
Anna menegang ketika membaca benda itu. "Kak, aku_"
"Cepat Anna, kakak tunggu disini."
Mau tak mau Anna yang masih lemas menuruti kakaknya. Alana mengajari adiknya cara memakainya. Alana mengambil tespack itu dan melihat hasilnya. Anna masih diam lemah tak berdaya.
DEG
Air mata Alana hampir tumpah, ia mendekati adiknya dan memeluknya erat. "Kakak janji akan ada di samping kamu, percaya sama kakak yah."
Anna menganggukkan kepalanya lemah, dia mengikuti kakaknya keluar dan duduk di ujung kasurnya.
Alana membuka pintu kamar Anna dan menyuruh orang tuanya masuk. Dia memberikan tespack ke papihnya tanpa bicara sepatah katapun.
Semuanya jelas saja syok, mereka tahu apa yang Alana berikan pada papih Alarich. Perlahan mamih Aleesya yang mengambil tespack itu dengan tangan bergetar.
GLEG
Tenggorokannya tercekat, bulir bulir air mata jatuh ke pipinya. Bibirnya tak mampu untuk bicara. Dia memberikan itu pada suaminya. Anna berdiri dan mendekati orang tuanya.
"Papih_"
PLAK
Tamparan yang kedua kalinya mendarat di pipi Anna. Tangan papih Alarich menonjok dinding kamar Anna keras hingga rusak, dengan murka dan berteriak histeris.
Mamih Aleesya hampir tumbang, namun Atharya segera menahannya dan membawa mamihnya keluar. "Kita ke kamar ya mih."
Athala melihat hasil tespack itu, ia pun sama terkejutnya. Dia merogoh ponselnya dan menghubungi Ray. "Kemari." Dengan suara beratnya Athala murka pada adiknya.
"Siapa, An ? JAWAB !"
"Cukup kak, jangan buat Anna semakin tertekan." Lirih Alana. Ia merangkul Anna di sampingnya.
Dengan isak tangisnya Anna berlutut di kaki papihnya dan meminta maaf berkali kali. "Maafin Anna, pih. Anna salah, Anna enggak nurut sama papih." Dibawah kaki papihnya, dia meraung memohon maaf.
Air mata papih Alarich pecah. Begitu pun Alana. Bagai disambar petir pagi itu mereka semua harus menerima mimpi buruk.
"Ini kebebasan yang kamu mau, Anna ? Sudah puas ? Siapa lelaki itu ?" Tanya papih Alarich sambil melempar tespack itu ke muka Anna dengan begitu marahnya.
"Anna enggak tahu pih, maafin Anna pih." Jawab Anna dengan isak tangisnya yang menyayat hati.
"Apa kamu bilang ? Kamu enggak tahu siapa ayah kandungnya ? Jawab Anna!" Teriak Athala.
Athala makin membentaknya. Zena baru datang ke kamar Anna, dan memeluk suaminya yang emosi.
"Mas udah, biar aku sama Alana yang bicara dengan Anna." Sahut Zena, ia menahan tubuh suaminya yang sudah di liputi emosi.
"Sudah berapa pria yang menyentuhmu, Anna? Apa selama ini kasih sayang papih dan mamih kurang untukmu? Apa uang yang kami berikan untukmu tidak cukup? Apa kami harus mati dulu supaya kamu bisa merasakan kebebasan?" Lirih papih Alarich.
Perkataannya papihnya membuat Anna semakin terluka. "Papih, demi Tuhan Anna hanya tidur dengan satu pria. Itu pun Anna enggak tahu dia siapa. Sewaktu Anna bangun, Anna udah_" Anna tak sanggup lagi melanjutkannya tubuhnya bergetar hebat tak kala ia mengingat kejadian kelam itu.
Alana membawa Anna duduk. Opah Arya dan omah Winda baru datang kerumah mereka. Keduanya menghampiri kamar Anna. Mereka mendengar keributan di atas.
"Ada apa ini suara kalian terdengar sampai ke bawah." Tanya opah Arya dengan suara beratnya.
Athala keluar dari kamar adiknya dengan amarah yang memuncak, di ikuti istrinya. Zena membawa suaminya ke kamarnya. Di kamar Anna, papih Alarich memberikan tespack pada orang tuanya.
"Siapa yang hamil? Alana hamil lagi toh, Alhamdulillah." Ucap omah Winda.
"Anna yang hamil, mah !" Jawab papih Alarich datar.
DEG
Opah Arya reflek memegang dadanya. Harusnya papih Alarich tak bicara seperti itu, mengingat opah Arya punya penyakit jantung.
"Apa benar, Anna ? Jawab opah nak ? Anna sayang opah kan ?"
"Iya opah, maafin Anna."
"Argh...!" Opah Arya pingsan karena serangan jantungnya, semuanya panik. Alana memanggil kakaknya juga Atharya. Mamih Aleesya pun keluar dari kamarnya.
"Papah, bangun papah." Omah Winda meraung menangisi suaminya. Mereka membawa opah Arya ke rumah sakit saat itu juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments