BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam 1

BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam

​Bagian I: Pelarian di Bawah Langit Ungu

​Sutan tidak pernah berlari sejauh ini dalam hidupnya. Di dunia asalnya, lari hanya terjadi jika ia terlambat bangun sahur. Tapi sekarang, ia berlari demi nyawanya, di bawah langit ungu yang terasa berat seperti kain beludru basah, dan di belakangnya, Kepala Prajurit Kerajaan Bunian—yang tampan, tapi jelas-jelas berniat buruk—terus mengejar.

​"Berhenti, Manusia rendahan! Serahkan Permata itu dan mungkin nyawamu hanya akan dihargai dengan pengasingan!" teriak prajurit itu. Namanya Raja Pualam, Sutan sempat mendengar dari gumamannya yang penuh amarah.

​Sutan tidak berhenti. Ia berlari melompati akar-akar pohon perak yang berkilauan. Pohon-pohon itu, yang tadinya terlihat eksotis dan indah, kini tampak seperti tangan-tangan kurus yang mencoba menjebaknya.

Udara yang tadinya berbau manis, kini mulai berbau seperti tanah lembap dan sesuatu yang membusuk—seperti aroma yang muncul ketika Anda lupa membuang sampah makanan selama seminggu.

​"Permata apa?! Ini cuma batu buat ganjel pintu!" Sutan membalas, napasnya tersengal.

​Raja Pualam mengeluarkan desisan tajam, bukan suara manusia. "Batu? Itu adalah sumber hidup kami, keharmonisan alam kami! Kau pikir itu hanyalah ganjal pintu? Lihatlah apa yang kau lakukan!"

​Sutan tak sempat melihat. Ia merasa ranselnya bergetar hebat. Batu Rang Bunian di dalamnya kini terasa seperti bom waktu. Setiap denyutan batu itu menghasilkan gelombang energi dingin yang menjalar dari punggung Sutan ke seluruh tubuhnya.

​Tiba-tiba, pepohonan di sekitar mereka mulai berubah.

​Daun perak yang indah itu mendadak mengerut dan menjadi hitam pekat. Batang pohon perak yang mulus retak dan mengeluarkan getah kental berwarna merah gelap. Hutan itu berduka, dan kesedihan alam ini terasa sangat nyata, mencekik paru-paru Sutan.

​"Ini akibatnya, manusia bodoh! Tanpa Permata, alam Bunian menjadi marah! Ia menuntut keseimbangan!" Raja Pualam berteriak, suaranya sedikit panik. Ia sendiri harus melompat menghindari akar pohon yang mendadak bangkit dari tanah, seolah ingin mencengkeram kakinya.

​Sutan menyadari, ia bukan dikejar oleh seorang prajurit. Ia dikejar oleh seluruh alam.

​Kekuatan yang Membangkitkan Kengerian

​Sutan tersandung dan jatuh di tanah yang kini dipenuhi lumut kehitaman. Ia segera bangkit, tapi kakinya terperosok ke dalam semacam lumpur yang terasa panas.

​"Tidak! Jangan bergerak!" perintah Raja Pualam dari jarak beberapa meter.

​Sutan melihat ke bawah. Lumpur itu bukan lumpur. Itu adalah gundukan tanah yang bergerak, seperti ribuan cacing hitam besar yang berkumpul menjadi satu. Dan dari dalamnya, muncul wajah. Wajah yang terbentuk dari tanah basah dan lumut busuk, dengan mata kosong yang gelap.

​Wajah itu membuka mulutnya—mulut tak berbentuk yang hanya berupa lubang—dan mengeluarkan bisikan.

​"Kembalikan... milik kami..."

​Suara bisikan itu tidak datang dari luar, melainkan langsung ke dalam telinga Sutan, menusuk hingga ke tulang sumsum. Itu adalah bisikan kelaparan, bisikan kegelapan, bisikan dari makhluk yang terkubur ratusan tahun.

​Sutan menjerit dan melompat mundur. Ia hampir muntah melihat pemandangan itu. Ini jauh dari mitos Bunian yang diceritakan Neneknya. Ini adalah horor murni.

​Raja Pualam, meskipun marah, segera mengambil tindakan. Ia mengayunkan pedangnya yang terbuat dari kristal keemasan. Pedang itu memancarkan cahaya hangat, dan saat menyentuh gundukan tanah bergerak itu, makhluk itu mengeluarkan jeritan panjang yang menyakitkan, lalu ambruk dan kembali menjadi tanah biasa.

​"Kau membangkitkan Penunggu Tanah! Mereka tidak akan tidur selama Permata itu ada di tanganmu!" desis Raja Pualam, matanya menatap Sutan penuh kebencian. "Jalan tercepat adalah kau mati, dan kami ambil batunya."

​"Aku—aku tidak bermaksud!" Sutan terengah-engah. "Aku cuma mau kelapa!"

​"Kelapa?!" Raja Pualam nyaris pingsan karena kesal. "Demi dewa-dewa kami! Seluruh dimensi dipertaruhkan untuk tiga buah air kelapa?!"

​Hutan yang Berduka

​Mereka tidak bisa saling menyalahkan lebih lama. Suara gemerisik keras terdengar dari kanvas.

​Di balik pohon-pohon yang telah menjadi hitam, sepasang mata merah menyala terlihat. Matanya berbentuk vertikal, seperti mata reptil, dan mereka mengawasi Sutan dengan kelaparan.

​Makhluk itu adalah Lindu Hening, pemangsa di hutan Bunian yang hanya muncul ketika keseimbangan alam terganggu parah. Tubuhnya seperti bayangan, tinggi dan kurus, dengan tangan yang terlalu panjang dan kuku yang tajam seperti belati obsidian.

​Lindu Hening itu tidak bergerak cepat, tapi ia bergerak dengan niat pasti. Gerakannya menghasilkan suara desahan pelan, seolah udara di sekitarnya tersedot habis.

​"Dia datang untuk energi batu itu. Dan dia harus melewati kita berdua," kata Raja Pualam, tanpa memandang Sutan. Untuk pertama kalinya, nada suaranya mengandung sedikit keputusasaan.

​Sutan memeluk ranselnya erat-erat. Ia melihat Raja Pualam menyiapkan pedangnya.

​"Hei, prajurit model!" panggil Sutan. "Bisa kau mengurus yang itu? Aku akan lari ke arah yang berlawanan dan... umm... mencari bantuan!"

​"Bantuan? Siapa di sini yang akan membantumu, manusia tolol? Kau adalah wabah yang membawa kehancuran!" Raja Pualam meludah dengan jijik. "Bunian tidak mengenal belas kasihan, terutama pada pencuri yang mengganggu tidur para arwah!"

​Lindu Hening melangkah maju. Cahaya dari Batu Rang Bunian itu semakin terang, seolah memprovokasi makhluk itu.

​Sutan merasakan dorongan aneh. Energi dari batu itu tidak hanya dingin, tapi juga… memberikan kekuatan. Tiba-tiba, ia tidak merasa takut lagi. Sebaliknya, ia merasa marah. Marah karena ia, seorang yang hanya ingin hidup damai, kini terperangkap dalam drama kerajaan makhluk gaib.

​Ia mengeluarkan batu itu dari ranselnya. Batu itu berdenyut di tangannya.

​"Baiklah, kalau mau perang, kita perang!" teriak Sutan, entah pada siapa.

​Ia mengayunkan batu itu tanpa sadar. Tiba-tiba, seberkas cahaya biru tipis melesat dari batu itu dan menghantam pohon di dekat Lindu Hening. Pohon itu tidak hancur, tetapi... membeku. Getah merahnya berhenti mengalir, dan seluruh batang pohon menjadi kristal es biru.

​Lindu Hening berhenti. Ia mengeluarkan suara mendesis yang mirip tawa mengejek.

​Raja Pualam menoleh, terkejut. "Kau... kau bisa mengaktifkan Permata itu?!"

​Sutan sendiri terperangah. Ia menatap batu itu, lalu Lindu Hening yang kini berhati-hati.

​"Aku... aku cuma mengayunkan," bisik Sutan.

​"Jangan hanya mengayunkan! Kau harus menguasainya!" Raja Pualam mendadak berubah pikiran. "Dengarkan aku, Manusia. Kau mungkin penyebab kehancuran, tapi kau satu-satunya yang bisa menggunakan kekuatan ini untuk saat ini. Kita tidak punya waktu. Bumi Bunian sedang berbalik melawan kita. Kau harus ikut denganku, sekarang! Kita harus mencapai Ratu sebelum kehancuran ini menjadi permanen!"

​Sutan melihat ke belakang. Bukan hanya Lindu Hening. Di kejauhan, hutan mulai memutar. Pepohonan yang tadinya tegak kini miring ke sudut yang mustahil. Hukum fisika Bunian mulai runtuh.

​Dengan Batu Rang Bunian di tangan, Sutan tidak punya pilihan. Ia mengangguk.

​"Baik! Tapi kalau ini berakhir buruk, utang kopi Pak Leman tetap tanggung jawab Kerajaan Bunian!"

​Di tengah kengerian yang mencekik, humor Sutan masih ada. Raja Pualam hanya bisa mendesis frustrasi dan memimpin jalan, berlari lebih cepat dari sebelumnya. Sutan mengekor, siap menghadapi kengerian yang lebih besar, memeluk batu yang perlahan-lahan mengubahnya dari anak muda biasa menjadi anomali yang membawa bencana.

Episodes
1 Deskripsi Novel
2 BAB 1: Pohon Beringin dan Sebuah Janji yang Dilupakan
3 BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam 1
4 BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam 2
5 BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam 3
6 BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam 4
7 BAB 3: Istana yang Tertidur dan Sang Ratu yang Menunggu
8 BAB 4: Pertarungan di Atas Singgasana
9 BAB 5: Utang Kopi dan Sejengkal Kebijaksanaan
10 SUB BAB 6: Sebuah Panggilan Baru
11 BAB 7: Operasi Penyelamatan Ratu
12 BAB 8: Melintasi Batas Geografis dan Dunia Gaib Bagian 1
13 BAB 8: Melintasi Batas Geografis dan Dunia Gaib Bagian 2
14 BAB 9: Pusat Server Keseimbangan dan Ratu yang Terhubung Bagian 1
15 BAB 9 Bagian 2-10 Bagian1: Pusat Server Keseimbangan dan Ratu yang Terhubung
16 BAB 10: Sebuah Keputusan Multidimensi Bagian 2
17 BAB 11: Portal di Pantai Selatan dan Naskah Kuno Sang Pangeran
18 BAB 12: Jantung Samudra dan Keseimbangan yang Retak
19 BAB 13: Markas di Dimensi Kaca dan Peran Baru Sang Pangeran
20 BAB 14: Cermin Chaos dan Titik Keseimbangan Sutan
21 BAB 15: Retribusi dan Ancaman Terakhir
22 Epilog Akhir: Jembatan Waktu dan Janji yang Kekal
23 BAB 16 Bagian I dan II BAB 17 Bagian I
24 BAB 17 Bagian II - BAB 18 Bagian I
25 BAB 18 Bagian II - BAB 19 Bagian I
26 BAB 20 Bagian I - II Dan BAB 21 Bagian I - II
27 BAB 22 - 23
28 BAB 24: Keseimbangan Abadi dan Utang Terakhir Sang Duta
29 BAB 25: Utang Kosmik dan Keseimbangan di Atas Kekosongan
Episodes

Updated 29 Episodes

1
Deskripsi Novel
2
BAB 1: Pohon Beringin dan Sebuah Janji yang Dilupakan
3
BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam 1
4
BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam 2
5
BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam 3
6
BAB 2: Hutan Bisikan dan Hukum Balik Alam 4
7
BAB 3: Istana yang Tertidur dan Sang Ratu yang Menunggu
8
BAB 4: Pertarungan di Atas Singgasana
9
BAB 5: Utang Kopi dan Sejengkal Kebijaksanaan
10
SUB BAB 6: Sebuah Panggilan Baru
11
BAB 7: Operasi Penyelamatan Ratu
12
BAB 8: Melintasi Batas Geografis dan Dunia Gaib Bagian 1
13
BAB 8: Melintasi Batas Geografis dan Dunia Gaib Bagian 2
14
BAB 9: Pusat Server Keseimbangan dan Ratu yang Terhubung Bagian 1
15
BAB 9 Bagian 2-10 Bagian1: Pusat Server Keseimbangan dan Ratu yang Terhubung
16
BAB 10: Sebuah Keputusan Multidimensi Bagian 2
17
BAB 11: Portal di Pantai Selatan dan Naskah Kuno Sang Pangeran
18
BAB 12: Jantung Samudra dan Keseimbangan yang Retak
19
BAB 13: Markas di Dimensi Kaca dan Peran Baru Sang Pangeran
20
BAB 14: Cermin Chaos dan Titik Keseimbangan Sutan
21
BAB 15: Retribusi dan Ancaman Terakhir
22
Epilog Akhir: Jembatan Waktu dan Janji yang Kekal
23
BAB 16 Bagian I dan II BAB 17 Bagian I
24
BAB 17 Bagian II - BAB 18 Bagian I
25
BAB 18 Bagian II - BAB 19 Bagian I
26
BAB 20 Bagian I - II Dan BAB 21 Bagian I - II
27
BAB 22 - 23
28
BAB 24: Keseimbangan Abadi dan Utang Terakhir Sang Duta
29
BAB 25: Utang Kosmik dan Keseimbangan di Atas Kekosongan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!