Bab 2

Setelah mereka pergi, aku menatap ayahku yang masih berdiri di hadapanku dengan senyum yang terkesan dipaksakan.

"Ayah..." kataku sambil menghela napas.

"Keinginan nenekmu adalah memiliki cicit sebelum dia meninggal, jadi lakukanlah. Aku tahu perasaanmu saat ini. Maafkan aku, Nak." Ayah menatapku dengan wajah penuh kesedihan, lalu keluar dari ruangan.

"Aduh," umpatku. Kemudian aku mulai bersiap untuk pergi ke kantor. Aku terlambat karena drama nenek ini. Begitu aku keluar rumah, sopirku datang dan menyapaku. Aku mengangguk padanya.

"Tuan, mobil mana yang ingin Anda gunakan hari ini?" tanyanya. Aku kesal... Kenapa sih pria ini gak bisa pilih mobil sebelum datang ke aku?

"Mobil yang biasa aku pakai, Rolls Royce Ghost. Kalau tanya lagi, lidahmu bisa aku potong," jawabku. Dia menatapku takut, langsung mengangguk. Aneh banget! Padahal, aku cuma bercanda. Lalu aku mulai berangkat. Tapi sial, aku masih punya banyak pekerjaan hari ini. Aku lagi baca beberapa dokumen ketika sopirku tiba-tiba berhenti.

"Tuan, ada seorang wanita tua sedang menyeberang jalan," katanya. Aku melihat ke luar jendela dan melihat seorang wanita tua menyeberang. Aku mengangguk padanya, lalu aku menoleh lagi dan melihat sesuatu yang bikin jantungku berdebar. Seorang wanita...

Dia baru keluar dari rumah sakit dan menyeka matanya. Apakah dia menangis? Lalu, dia tiba-tiba menatap ke arahku. Aku merasa dia melihatku, tapi aku tahu dia nggak bisa karena ada jendela mobil ini. Setelah beberapa detik, dia mengalihkan pandangannya dan pergi. Aku terkejut, dia sangat cantik. Cara dia menatapku itu... aku nggak tahu gimana jelaskannya. Rambut cokelat muda panjangnya sampai pinggang dan matanya abu-abu. Aku bingung dengan perasaan yang muncul tiba-tiba. Aku coba untuk melupakan itu saat mobil mulai bergerak lagi.

Beberapa menit kemudian, aku sampai di kantor. Begitu masuk, aku lepas mantel dan langsung melemparkannya. Tapi pas aku nengok lagi, mantelku sudah jatuh ke lantai. Aku menghela napas, ambil lagi, dan taruh di sofa. Lalu, seorang wanita masuk ke kantorku. Waduh, berani banget dia!

"Siapa yang nyuruh kamu ke sini?" tanyaku, kesal.

"Tuan... aku datang untuk bertanya, apakah ada yang bisa saya bantu?" katanya sambil tersenyum. Hah? Apa dia datang untuk merayuku?

"Pergi sekarang, atau kamu akan dipecat," kataku. Dia tampak terkejut.

"Tu...tuan. Saya..." Apa dia sengaja nunjukin wajah sedih gitu?

"Pergi!" teriakku. Dia buru-buru keluar sambil menyeka air matanya. Ya, dia pantas dapat itu.

Aku duduk di kursi dan mulai baca dokumen yang tadi pagi aku ambil. Tiba-tiba, wajah wanita bermata abu-abu itu muncul di pikiranku. Kenapa perasaan ini datang tiba-tiba?

"Yoo Ryan..." suara Chris terdengar mengganggu, dan aku menoleh.

"Apa?" tanyaku.

"Aku datang buat ketemu kamu," katanya sambil duduk di sofa.

"Kamu datang buat apa kali ini?" Aku menghela napas dan menatapnya. Aku pengen banget meninju wajahnya, tapi dia sepupu sekaligus sahabatku.

"Ada cewek di IT, boleh nggak aku ajak jalan? Dia juga setuju kok." Aku sudah tahu itu, benar-benar tahu.

"Udah berapa banyak cewek yang pernah kamu ajak jalan di kantor ini?" tanyaku sambil melempar pulpen ke dia.

"Entahlah, nggak dihitung, mungkin sekitar 15 gadis." Dia ngomong kayak itu hal yang biasa.

"Pergi sana!" jawabku. Aku kembali baca dokumen, sementara dia buru-buru berdiri.

"Oke, aku pergi. Aku nggak sabar ngajak dia jalan, dia punya tubuh yang bagus." Setelah itu, dia keluar sebelum aku bisa ngelakuin apa-apa. Sungguh menjengkelkan.

Setelah seharian penuh, aku pulang larut malam. Setelah mandi, aku cepat-cepat ganti celana olahraga dan kaus oblong. Lalu aku turun ke ruang makan karena kita harus berkumpul, apa pun masalahnya. Itu aturan. Begitu aku masuk ruang makan, aku lihat nenek lagi ngobrol dengan kakek sambil tersenyum. Aku duduk di kursiku, sementara dia menatapku.

"Ini dia, Ryan. Aku sudah nemuin seorang gadis buatmu. Dia akan jadi ibu pengganti dan kualitasnya bagus." Aku cuma diam dan dengar, karena aku tahu nggak bisa ngelawan.

"Sebelum itu, kita harus beri dia nutrisi yang cukup, supaya bayi sehat. Jadi Ryan, setelah dua minggu, kamu harus berhubungan dengan dia," katanya. Aku kaget banget. Kenapa mereka maksa aku untuk punya anak?

"Saya sudah lihat laporan medisnya, kemungkinan besar dia akan hamil dalam dua minggu. Jadi lakukan saja," katanya lagi. Aku melihat nenek dengan serius. Aku menghela napas panjang dan akhirnya bicara.

"Aku akan lakukan, tapi dia nggak boleh tahu siapa aku dan kalau dia melahirkan pewaris keluarga Winston," kataku. Aku nggak mau dia tahu dan mencoba memanfaatkan anak itu nanti.

"Dia nggak akan tahu dan nggak akan pernah tahu. Setelah dia melahirkan, kami ambil bayi itu, dan dia nggak akan pernah lihat lagi." Nenek bilang begitu, dan tiba-tiba ada rasa sesak di dadaku. Jadi anakku nggak akan punya ibu seperti aku. Aku lihat ayahku, dan wajahnya tampak aneh. Apa dia sedih? Apa dia tahu di mana ibuku? Atau dia juga pakai jasa ibu pengganti dari nenek? Tiba-tiba ayah menatapku dan mengubah ekspresinya jadi normal, lalu dia tersenyum kecil ke aku dan kembali menatap nenek.

"Bu, berapa umurnya?" tanyanya, dan aku ikut nanya.

"Dua puluh tahun," jawab nenek sambil makan. Dua puluh? Empat tahun lebih muda dari aku. Aku nggak ngerti, kenapa dia mau jadi ibu pengganti untuk seorang pria yang nggak pernah dia kenal, tapi kemudian aku ingat kalau uang bisa membeli apa saja. Aku tertawa pelan, terus makan malam.

POV Julianna

Sudah dua minggu aku tinggal di rumah besar ini, tapi aku nggak bisa ketemu Noah. Mereka nggak izinin aku keluar. Makanan bergizi disiapkan setiap hari. Aku duduk di depan jendela besar, menatap langit yang mulai gelap, dan hujan badai bakal segera turun. Aku menghela napas dan tersenyum, karena apa pun yang terjadi padaku, aku akan menyelamatkan Noah. Tiba-tiba, aku dengar ada orang masuk ke kamarku.

"Tuan muda akan datang malam ini. Bersiaplah, dan besok kamu akan dapat setengah uangmu," kata wanita tua yang merawatku selama dua minggu ini.

"Tapi, bisa nggak aku dapet semua uangnya sekarang? Aku butuh banget untuk biaya operasi Noah," tanyaku. Wanita itu menggeleng.

"Kamu akan dapat sisa uangmu setelah melahirkan bayi itu." Hatiku menegang. Jadi aku harus nunggu sembilan bulan? Wanita itu mengangguk dan pergi. Aku menghela napas dan bangkit, lalu pergi ke kamar mandi. Aku takut, tapi aku harus hadapi semua ini demi Noah.

"Aku lakukan ini buat Noah. Kuatkan dirimu," ucapku dalam hati, mengingat senyum manis Noah. Senyum itu bikin aku lebih tenang. Aku menghela napas dan mandi. Setelah keluar dari kamar mandi, aku lihat jam sudah pukul 8:20 malam. Waduh, berapa lama aku di kamar mandi? Setelah itu aku ganti baju tidur yang mereka kasih dan melihat ke luar jendela. Hujan deras banget, ada petir dan guntur. Kemudian, wanita tua itu masuk lagi ke kamarku.

"Minum sup ini," katanya sambil menyerahkan mangkuk. Aku pun minum.

"Tuan muda akan datang sebentar lagi," katanya. Jantungku mulai berdetak cepat, dan rasa takutku makin besar.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyaku saat dia mulai mengikat tanganku dengan kain satin hitam.

"Kamu nggak boleh lihat tuan muda, dan nggak boleh sentuh dia," katanya sambil menutup mataku. Apa-apaan ini? Tuan

muda macam apa dia?

"Taatilah dan lakukan apapun yang dimintanya darimu."

---

Terpopuler

Comments

Luke fon Fabre

Luke fon Fabre

Beberapa hari sudah bersabar, tolong update sekarang ya thor!

2025-10-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!