Aurora merasa malas tiba tiba, dia menatap cincin di tangannya. Cincin kawin yang sangat mahal itu, membuat jarinya terlihat cantik sekali, dia melirik tangan Alvian yang juga menggunakan cincin serupa.
"Heh Aurora, jangan keenakan dulu. Mertuamu itu baik di depan kita aja, nanti kalo udah di bawa ke kota ya kamu di jadiin babu." Ucap Ibu-ibu julid.
"Bacot anjing." Sungut Aurora, dengan wajah datar.
Deg.
Alvian menoleh dengan kaget, tidak percaya Dengan apa yang di dengarnya. Dengan muka polos dan menyedihkan, ternyata mulut Aurora sangat berbisa. Berbanding terbalik dengan covernya.
"Dasar anak Durhaka, berani banget ngumpatin orangtua. Lihat aja nasibmu kedepan, suamimu itu kaya raya pasti seleranya bukan kamu." Ucap Ibu-ibu itu marah.
"Daripada suami Ibu, udah miskin, nggamau kerja, selingkuh lagi. Ngaca dulu sebelum ngomongin orang, saya gampar tau rasa." Aurora meladeni dengan senang hati.
"Hiihh amit amit saya punya menantu kaya kamu." Ibu itu bergidik sinis.
"Loh, Ibu lihat dong suami saya. Ganteng, banyak duit, ga banyak omong, dibandingin sama anak ibu yang kumel, tukang mabuk sama kecanduan pinjol itu? Istighfar Bu." Aurora menatap dengan prihatin.
"Kamar Lo dimana? gue ngantuk." Alvian bicara, menenangi perkelahian Ras terkuat di bumi.
"Oh, iya." Aurora menarik Alvian ke kamarnya.
Alvian kembali Mengkrenyit melihat kamar yang jauh dari kata layak. Tapi terlihat bersih dan rapih, dengan hati-hati Alvian duduk di ranjang yang berderit.
Aurora keluar kamar dan kembali membawa teh hangat dan makanan untuknya dan Alvian. Alvian menatap wajah Aurora, yang terlihat polos, tapi teringat dengan mulutnya tadi.
"Udah jangan dengerin omongan setan, makan aja." Ucap Aurora.
"Ternyata Lo ngga se polos itu." Celetuk Alvian.
"Ya ngga, kadang Berani juga perlu. Kalo penakut, bisa bisa di injak orang, kaya gapunya harga diri. Hidup miskin di Desa itu berat." Ucap Aurora, sambil makan.
"Kenapa Lo ngga lawan waktu di grebeg kemaren?." Tanya Alvian.
"Ya mikir lah setan, ngelawan bapak-bapak sebanyak itu. Belum lagi satu kampung ikutan, yang ada mati di rajam." Aurora terlihat kesal.
Alvian terdiam, karena ucapan Aurora ada benarnya. Diirnya sendiri saja tidak berani, apalagi Aurora. Alvian diam, menatap ponselnya dan sibuk sendiri.
"Makan." Ucap Aurora tegas.
"Ngga laper." Tolak Alvian.
"Kenapa? ngga sesuai selera anak kota? nggapapa daripada mati." Ucap Aurora.
"Gue ngga akan mati, cuma gara gara telat makan." Sinis Alvian.
"Bisa mati, mati di tanganku." Aurora menatap lurus, ke arah Alvian.
Alvian menoleh, melihat tatapan aneh Aurora. Dia menatap lurus tapi tidak berkedip, terlihat menakutkan dan membuatnya merinding. Terlihat seperti orang kerasukan hantu di film-film.
"Ngomong apa sih." Alvian melengos.
"Beneran." Aurora berdiri, dengan tatapan yang sama menatap Alvian.
"CK.. iya gue makan." Alvian dengan kesal meraih piringnya.
Aurora tersenyum puas, dia sempat melirik layar ponsel Alvian. Dia tersenyum miris, ternyata Alvian punya kekasih. Artinya dirinya baru saja menjadi pelakor, Aurora tersenyum miris, merasa bersalah.
Dia berjanji tidak akan menyakiti wanita itu atas kehadirannya. Tidak masalah jika Alvian dingin padanya, yang terpenting Aurora akan hidup dengan sebaik baiknya.
"Sekolah, Kuliah, Sukses, jadi Janda kaya raya." Batin Aurora.
Yasin Tahlil diadakan saat malam hari, dihadiri oleh para Bapak-bapak. Aurora mendoakan mendiang Neneknya, dia sudah mulai ikhlas meskipun hatinya masih sakit.
Ke Esokan harinya, Aurora siap pergi menuju kota. Dimana Suaminya tinggal, Dengan langkah berat, Aurora masuk ke dalam mobil mewah meninggalkan kampung halamannya.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan Desa menuju Kota. Dari kota satu ke kota yang lain, Aurora menikmati perjalanan itu, pertama kalinya dirinya keluar dari Desa.
Alvian di sebelahnya sibuk dengan ponselnya, Motor pemuda itu di bawa oleh salah satu Bodyguard. Aurora merasa dadanya sesak, dia merasa sakit hati tapi tidak boleh terluka.
Dia hanya Istri yang terpaksa dinikahi, bukan wanita yang dicintai. Aurora berusaha menahan perasaan sesak itu, wanita mana yang tidak sakit hati saat suaminya memiliki kekasih. Tapi Aurora tersenyum miris, dia ini pelakornya.
Enam jam perjalanan, Akhirnya mereka sampai di sebuah mansion mewah. Aurora mematung, merasa seperti bermimpi, dia jadi teringat kata-kata tetangganya, apa benar dirinya akan dijadikan babu di sini?.
Aurora mengikuti langkah Alvian, dia mengikuti seperti anak Ayam. Hingga masuk ke kamar Alvian yang megah, semuanya menggunakan warna hitam dan putih, wangi maskulin tercium begitu Aurora masuk.
Alvian langsung masuk kamar mandi, Aurora yang kikuk memilih duduk di sofa empuk dan mengamati sekitar. Dia terlihat seperti sedang tersesat, rasanya tidak nyaman dan ingin pulang.
"Ngapain bengong, mandi sana udik." Ucap Alvian, baru saja selesai mandi.
"Aku balik aja ya." Ucap Aurora.
"Hah?." Alvian menoleh.
"Aku ngga cocok disini, rasanya ngga nyaman. Mending sewain kontrakan sepetak aja buat aku tinggal." Ucap Aurora, menatap serius.
"Gausah banyak tingkah, minggu depan kita pindah ke rumah baru." Ucap Alvian.
"Rumah baru?." Heran Aurora.
"Iya, rumah yang jadi mahar Lo." Ucap Alvian cuek, rebahan di kasurnya.
Aurora berbinar, dia merasa lebih baik. Dia mengeluarkan pakaian lusuh dari tasnya, masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri.
Setelah beberapa saat, Aurora keluar kamar mandi, memakai pakaian lusuh. Alvian Mengkrenyit, bangkit dari tempat tidur, masuk ke Walk in Closet. Alvian keluar membawa kaos lalu melemparnya pada Aurora yang sedang mengeringkan rambut.
"Buang semua baju Lo, pake ini." Ketusnya.
Aurora tau jika bajunya memang usang semua, tidak merasa sakit hati justru senang. Aurora masuk kemar mandi dan ganti pakaian, dia terlihat jauh lebih baik.
Aurora ikut rebahan di kasur empuk itu, tentu saja Aurora merasa canggung. Hanya saja dia lelah, dia juga ingin rebahan, dia juga memiliki hak atas kasur suaminya sendiri.
"Cuma mau tidur 10 menit, cape banget." Batin Aurora, bersiap menuju alam mimpi.
"Mana Hp Lo?." Tanya Alvian, mengejutkan Aurora yang sudah hampir terlelap.
"Oh.. hm.. kenapa?." Ujar Aurora.
"Gue kasih password wifi nya." Jawab Alvian.
".... ngga punya hp." Jawab Aurora Lirih, balik badan dan memunggungi Alvian.
Alvian menatap dengan rumit, mana mungkin anak zaman sekarang tidak punya hp? tapi dia teringat bagaimana miskinnya Aurora, dia pun mengangguk percaya.
Aurora tidur lelap, dia merasa sedikit tenang dan nyaman dalam tidurnya. Setelah banyaknya hal yang terjadi padanya, dia merasa jauh lebih baik, meskipun hatinya sakit.
Aurora terbangun saat hari sudah gelap, dia meregangkan tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang sebentar. Menoleh ke samping, sudah tidak ada Alvian di sana, Aurora beranjak menuju kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi.
Kruyukkkk~~~
kruukkkk
"Aduh, laper banget." Ujar Aurora.
Aurora pun keluar kamar, bermaksud menuju dapur meminta makan. Dengan kaos putih polos Oversize milik Alvian, Aurora terlihat imut. Meksipun hidup di desa, kulit Aurora putih terawat dengan baik.
Tap.
Tap.
Tap.
Suara ketukan kaki Aurora yang menuruni tangga, sampai di tangga bawah Aurora melihat Alvian, sedang berbincang dengan seorang gadis modis.
Hatinya sempat berdenyut sakit, tapi dia mempertahankan wajah datar miliknya. Tetap berjalan dengan percaya diri menuju dapur, saat ini fokus utamanya adalah makan.
"Loh sayang, udah bangun? kenapa ke dapur?." Suara Ibu Alvian terdengar, membuat Aurora menoleh ke belakang.
"Mau makan." Jawab Aurora, dengan polos.
"Kebetulan, Ibu juga baru mau makan. Bareng aja gimana? Ayah lagi sibuk kerja soalnya." Ucap Ibu dengan hangat, merangkul Aurora.
"Boleh." Aurora mengangguk.
Keduanya pergi ke meja makan, makan bersama dengan hangat. Tidak lebih tepatnya Ibu Alvian lah yang lebih banyak bicara, Aurora sengaja terlihat biasa saja, supaya tidak terlihat menjilat.
Di ruang tamu, Alvian dan gadis di sebelahnya melihat semuanya. Gadis itu melirik tajam, dia mengenal baju yang di pakai oleh Aurora, itu adalah baju milik Pacarnya.
"Bentar deh yang, bukannya itu baju kamu?." Ucap nya ketus.
"Iya." Jujur Alvian.
"WTF! Dia siapa? kamu selingkuh?." Marahnya.
"Ngomong apa sih." Alvian terlihat cuek.
"Alvian, kita udah pacaran 2 tahun. Masa kamu masih gini gini aja sih, setidaknya kenalin aku ke ortu kamu lah, kamu juga kenapa gapernah mau kerumah aku." Ucapnya merajuk.
"Ngapain?." Ucap Alvian.
"Bener bener deh, kamu tuh beneran cinta sama aku ngga sih." Dia terlihat kesal.
"Udah deh, nggausah drama. Gue udah nurutin semua yang Lo mau, kurang apa lagi sih?." Alvian menahan kesal.
"Semua? Lo ga pernah publik hubungan kita____
"Berisik, Lo kan tau sendiri gue pacarin Lo karena taruhan. Lama-lama gue muak, mending putus aja." Ucap Alvian.
"Apa?!! Ngga bisa dong Alvian, kita udah 2 tahun!!." Pekiknya tidak terima.
"Gue udah punya Tunangan, harusnya Lo tau malu teriak-teriak di rumah gue. Lo ga liat Tunangan gue aja ga se caper Lo." Ucap Alvian melirik Aurora.
"N-ngga mungkin." Gadis itu menggeleng, air mata mulai menetes, dia menatap dengan berang ke arah Aurora yang tampak santai, tidak terganggu sama sekali dengan kehadiran Aurora.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Babyme
Alurnya detil, visualnya gong!! meskipun author nya milih pake 2D tapi best banget!!!!!
2025-10-18
5
Mellisa Gottardo
Bagaimana? apa sesuai selera kalian? mohon berikan kritik dan saran yang membangun🙏 Terimakasih banyak 😍
2025-10-14
4
Pecinta Novel
kok di Ip gambarnya ke potong? 🤨
2025-10-18
1