Beneran Isekai Dong?!

Part 2.

Kelopak mata Mirai yang tertutup menunjukkan adanya gerakan. Tak lama sepasang mata cantik itu terbuka perlahan. Irama napasnya mengalun lemah bersamaan dengan kesadaran yang berangsur pulih. Jemarinya bergerak-gerak mendahului bagian tubuh lain yang lemas akibat sensasi tersengat listrik. Ini pertama kalinya Mirai merasakannya. Benar-benar tidak nyaman.

Setelah pandangan buramnya semakin jernih, ia berusaha mendudukkan diri. Begitu berhasil, digelengkan kepalanya demi menyingkirkan penat yang mendera. Di antara itu semua ujung matanya masih bisa menangkap panorama yang janggal. "Ini di mana?" Matanya menangkap bahwasanya dirinya berada dalam sebuah bangsal bedah rumah sakit. Sontak tubuhnya bergidik ngeri. "Apa-apaan ini?!" desisnya bingung.

Tetiba ia tersentak oleh benda dalam genggamannya. Mirai membuka telapak tangan dan menemukan sebuah lencana berbentuk bintang berwarna merah. Di tengah lencana tersebut terdapat tulisan timbul yang membentuk sebuah nama. "Erica?" Di baliknya tertera sebuah nomor yang tampak tenggelam dari permukaan. "Sebelas?"

Meski heran tetapi Mirai belum ingin memikirkan dari mana benda yang bukan miliknya ini berasal. Dimasukkan lencana tadi ke dalam saku blazer yang seketika juga teringat kalau ponselnya tidak berada di sana. "Aish, sial. Ketinggalan di kasur itu hp," gerutunya. Padahal ia berniat menelpon temannya dan minta tolong dijemput karena takut berada di sini. Yah, entah di mana dirinya sekarang. Dan orang gila mana yang berhasil membawanya ke sini.

Disebar pandangannya ke segala penjuru ruangan. "Beneran ruang bedah." Namun tampak terbengkalai. Kasur bedah yang tergeletak miring dari posisi seharusnya, peralatan bedah yang berserak di nakas serta di lantai, tiang infus dengan kantung yang sudah kempis dan kosong. Semuanya benar-benar berantakan. Terlebih tidak ada sosok lain selain dirinya. "Gak ada orang," sungutnya takut. Air liurnya tertelan cukup alot. "Plis! Jangan ada hantu yang muncul."

Mirai pun panik, terbukti dari irama napasnya yang berantakan. Apalagi aroma ruangan yang berbau busuk jadi semakin membuatnya merasa sesak. Ia mencoba berdiri, namun kentara sekali kalau kakinya gemetaran. Bibirnya mulai bergetar saking bingungnya. "Ya ampuuun, siapa orang iseng yang ngebawa gue ke sini? Tega bener siiiih," isaknya serak sebab matanya kini berair, wajahnya yang putih memerah sembab.

Akhirnya ia berhasil berdiri setelah bersusah payah menaklukkan ketakutannya. Hal pertama yang dilakukan adalah terdiam cukup lama mengamati keadaan seolah menunggu sesuatu akan terjadi. Atau setidaknya menanti seseorang yang membawanya kemari muncul di hadapannya. Biasanya bila pelakunya seorang penculik, yang kemungkinan besar adalah psikopat, mereka akan menunggu di suatu tempat sambil memperhatikan korbannya bergerak. Begitulah yang sering ia tonton di film-film thriller.

Sekian lama berlalu tidak ada pertanda apa pun. Ini aneh. "Gimana iniiiii," isaknya bingung. "Dah lah, yang penting keluar aja dulu!" cetusnya sambil celingukan mencari pintu. "Di sana!" Ternyata pintu ganda itu berada tepat di sisi kanannya. Butuh sepuluh langkah untuk mencapainya.

Saat menyentuh gagang pintu, jantung Mirai berpacu cepat. Tangannya gemetaran, tetapi ia harus menguatkan hati demi keluar dari tempat ini dan kembali ke kostan dengan selamat tanpa kekurangan suatu apa pun. Bibir bawahnya tergigit kuat ketika ia mendorong pelan pintu itu.

Krieeeeeet.

Bunyi derak papan pintu membuat bulu kuduk berdiri. Terlebih ketika pemandangan yang disajikan di baliknya sungguh membuat jantung Mirai hampir melompat keluar. Lorong panjang rumah sakit tampak gelap. Namun di beberapa bagian yang terdapat jendela, area lantainya cukup terang karena disinari cahaya temaram dari bulan di luar sana.

Walau ragu mendera, Mirai tak punya pilihan selain melangkah keluar. Bila kondisinya ditelaah, ia masih lengkap mengenakan setelan kantoran berupa blazer hitam, kemeja putih tanpa lengan dipadu celana bahan panjang. Hanya saja alas kakinya adalah sandal jepit. Ini setelan yang tidak fleksibel bila dipakai lari dari kejaran penculik. Tuhaaaan, kenapa nasib gue jelek banget.

Ditelusuri lorong remang secara perlahan di bagian tepi gedung melewati pintu-pintu bangsal pasien. Tepat di sisi kanan terdapat tiga jajar jendela besar. Sebelum melewati jendela pertama, Mirai menangkap sesuatu yang aneh di luar sana. Kayaknya ini di lantai atas, deh. Entah lantai berapa. Gila juga nih orang iseng yang gotong gue ke sini.

Deg.

Mirai langsung bersembunyi di balik dinding tepi jendela. Wajahnya pucat pasi, seluruh tubuhnya gemetaran.* Aaaaapppaa iiitttuuuu? Appaaa ituuu? Apa ituuu? Appaaa ituuu?! Kok bisa ada mata segede ituuuu?!*

Ya, di penampang jendela tampak sebuah mata sebesar ukuran jendela tersebut. Awalnya mata itu tidak tertuju pada jendela, namun gerakan siluet Mirai sempat mengusiknya. Mata itu melirik pada daun jendela. Memperhatikan secara seksama untuk waktu yang cukup lama, tetapi tampaknya tidak ada pergerakan apa pun. Perhatian mata besar itu kembali beralih ke depan.

ITU APAAAAAA?! SETAN?! HANTU?! GENDERUWO?! GILA! GEDE BANGEEEET!!

Mirai tak habis pikir. Bagaimana bisa ada mata sebesar itu di luar sana? Ditelan ludahnya dengan susah payah sebab bingung harus berbuat apa. Dicoba diintip sedikit namun ternyata bola mata itu masih ada di sana dan bukan halusinasinya.

Gimana iniiiii? Gue gak ngertiiiiiii. Sumpah gue gak ngerti!! Ini gue lagi ngimpi kali yaa?!

Dicubit lengan kirinya sekuat mungkin sambil merapatkan bibir agar tidak mengaduh terlalu kencang. Ternyata pada kenyataannya cubitan itu terasa menyakitkan. Artinya ini bukan mimpi!

Tetiba terdengar suara berdebum yang sangat keras layaknya langkah kaki raksasa.

Dia gerak!

Diintip kembali seawas mungkin agar tidak menarik perhatian demi melihat apa yang terjadi di luar. Tak pelak mata Mirai membesar tak percaya. Sesosok monster setinggi gedung empat lantai tengah berjalan membelakanginya. Isi hatinya bahkan sampai tak bisa berkata apa pun. Namun, entah mengapa perawakan monster itu tampak sangat familiar di dalam ingatannya.

Setelah suara berdebum yang dihasilkan dari langkah kaki monster tadi semakin menjauh, Mirai lekas menelisik pemandangan di luar. Sungguh mengejutkan! Peradaban seolah telah menjadi masa lalu. Gedung-gedung yang tidak dikenalnya telah rusak, keropos termakan waktu serta ditumbuhi tanaman rambat. Begitu pula dengan yang terjadi pada jalanan. Aspal jalan retak di sana-sini, bahkan ditumbuhi rerumputan dan ilalang di celahnya. Mobil-mobil tergeletak terbengkalai hingga berkarat, sebagian besar ringsek tak beraturan seperti habis diinjak secara ganas. Sejauh mata memandang tak ada apa pun selain kesuraman dan sisa kepergian monster tadi. Sungguh, Mirai sama sekali tidak mengenali tempat ini selama hidupnya.

I-iniiiiii di manaaaaa?!

Mirai menatap langit hitam berhias lautan bintang yang berkilauan. Itu efek dari cahaya kota yang padam, jadi wajar bila langit terlihat lebih cemerlang. Meski indah, namun pada kenyataannya langit itu menaungi kegelapan yang mengerikan.

Di luar gelap dan berbahaya. Ya kali gue keluar malem-malem gini. Gak bawa hp. Gak ada senter. Apa nunggu pagi aja ya? Liat situasi dulu*. Hiks, apa gue sendirian di gedung ini? Masih mending deh kalau ada hantu. Setidaknya ada yang nemenin gue. Yang penting mukanya kagak nyeremin. Mikir apaan sih. Yang penting selamat tau!*

Tubuh Mirai pun merosot ke lantai. Duduk tanpa beralaskan sesuatu, alhasil pantatnya terasa dingin di lantai yang kotor. Tak lama air matanya mengalir meratapi nasibnya yang tragis. Mana perutnya keroncongan lagi.

Lepeeeeeeer! Gak sempet makaaaaaaaan. Hiks!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!