Malam itu, Mansur Ağa dipanggil ke Has Oda, ruangan pribadi Sultan. Lampu-lampu minyak berlapis kaca berkilau temaram, memantulkan cahaya keemasan pada dinding berornamen kaligrafi. Bey Murad duduk bersandar di kursi rendah berlapis beludru merah, sorot matanya tajam menatap sang kasim yang baru tiba.
“Mansur Ağa,” panggilnya tegas, “kau ingat gadis itu bukan?”
Mansur menunduk dalam, matanya terpejam. “Tentu hamba tau siapa yang dimaksud Tuanku ... adakah kiranya budak Ruthenia itu melakukan kesalahan, Baginda?”
Bey Murad menggeleng singkat. “Besok, persiapkan gadis itu untukku,” ucapnya tanpa basa-basi.
Kedua mata Mansur seketika membelalak. Namun, secepat kilat kembali terpejam. “Hamba selalu siap menjalankan perintah Baginda. Apakah Baginda menghendaki musik, tari, atau jamuan?”
Bey Murad kembali menggeleng. “Aku hanya ingin ... dia.”
“Sebagaimana titah Baginda, besok malam hamba pastikan segalanya dilaksanakan,” sahut Mansur.
Namun sejenak ia terdiam, lalu dengan suara pelan ia pun lanjut berkata, “ampun beribu ampun, Baginda ... tetapi, bagaimana dengan Yasmin Hatun? Hamba khawatir—”
“Di istana ini ... siapa yang engkau layani, Mansur Ağa?” Sultan Bey Murad memotong cepat kalimat sang kasim.
Mansur Ağa sontak tersentak. Ia segera berlutut, kedua tangannya bergetar, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Dengan suara parau ia berkata, “demi bumi dan langit yang menjadi saksi, tiada yang lain kecuali hanya Baginda seorang lah yang hamba layani. Hamba selalu siap menjalankan titah Baginda.”
Setelahnya, kepala kasim harem itu segera undur diri dari ruangan. Meninggalkan Sultan Bey Murad yang kini termenung di meja kerjanya. Raja tampan rupawan itu menghela napas panjang, pikirannya melayang pada sosok Esma.
“Cantiknya ...,” gumamnya pelan.
Pertemuan pertama mereka masih terpatri jelas, seakan baru terjadi kemarin sore. Saat tatapan mereka bertemu di antara busur panah, Sultan Bey Murad tak bisa menyangkal—ia merasakan getaran aneh.
Jantung Bey Murad berdebar tak karuan, sebuah perasaan asing yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dan sejak saat itu, bayangan Esma tak pernah lepas dari benaknya. Senyumnya, tatapannya, semuanya terukir dalam hatinya. Terkadang, ia bahkan sengaja melintas di area harem, hanya demi mencuri-curi pandang pada budak Ruthenia itu.
“Apa yang harus aku lakukan?” Bey Murad mengusap wajahnya. “Aku seorang sultan, pemilik istana serta penguasa wilayah luas. Seharusnya, aku memikirkan urusan kerajaan, strategi perang, juga intrik politik. Namun, mengapa pikiran ini justru terpaut pada seorang budak biasa?”
Ia menggelengkan kepala, berusaha mengenyahkan bayangan Esma. Namun, semakin ia mencoba, semakin pula perasaan itu menggila.
Dan ketika ia semakin merasa bimbang dan tak berdaya, ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Terdengar suara dari luar, suara Panglima Orhan.
“Baginda, hamba datang membawa berita penting.”
.
.
Mansur berjalan menuju harem, namun saat ia melintas di lorong istana, ia mendengar keributan. Instingnya sebagai seorang kepala kasim membuatnya penasaran. Ia pun menguping di balik dinding istana. Telinganya menangkap suara yang sudah sangat ia hafal, yakni Fatma, salah satu pelayan senior di istana.
“Sejak budak rendahan ini tiba di istana, dia memang selalu melirik cincin mahal ini!” Fatma menatap para budak lainnya, berusaha memprovokasi mereka. “Dia lah pencurinya, Zeynep Hatun! Bayangkan apa yang bisa dia lakukan pada kita semua jika dibiarkan bebas! Dia hanya berpura-pura baik, padahal sebenarnya sangat licik dan berbahaya!”
Mendengar itu, Mansur diam-diam mengintip ke dalam kamar budak. Di sana, ia melihat Esma tengah terpojok, dikelilingi oleh Fatma, Zeynep Hatun serta beberapa pelayan yang menatap sinis. Mansur membekap mulutnya sendiri, terkejut dengan pemandangan itu.
‘Oh Tuhaaaan ... ini bencana!’ pekiknya di dalam hati.
Ia pun buru-buru pergi dari sana, hendak menuju ke ruangan Panglima Orhan. Namun, takdir berkata lain, ia bertemu Orhan yang baru saja keluar dari ruangan Baginda.
“Ini bencana, Tuankuuuuuuu,” dengan nada cemas, Mansur berteriak pelan sambil berlari ke arah Orhan. Wajahnya terlihat frustasi.
Orhan mengernyit, menatapnya tajam. “Apa maksudmu, Mansur Ağa? Katakan dengan jelas.”
Mansur menarik napas dalam-dalam, berusaha merangkai kata. “Baginda barusan memerintahkan hamba untuk menyiapkan gadis itu esok malam.”
Orhan melipat tangannya di dada, sorot matanya menelisik. “Esma?”
Mansur mengangguk cepat.
‘Padahal, baru tadi sore Baginda berkata tidak akan terlena. Tapi, lihatlah sekarang? Sungguh cepat sekali dirinya berubah pikiran.’ Batin Orhan menggerutu.
Orhan menarik napas, tampak berpikir sejenak. “Lalu ... apa yang menjadi masalah?”
Mansur menunduk lebih dalam lagi, suaranya lebih rendah. “Dan masalahnya, Tuanku ... budak itu tengah terlibat masalah. Ia dituding mencuri cincin salah satu pelayan harem. Jika kabar ini sampai ke telinga Baginda sebelum hamba menemukan jalan keluarnya ... niscaya bencana besar akan menimpa harem, bahkan mungkin seluruh istana.”
Mendengar itu, ekspresi Orhan berubah drastis. Kepalanya mendongak ke langit-langit istana sambil memejamkan mata, kedua tangannya mengepal erat. Ia tampak berpikir keras, menimbang-nimbang situasi yang ada. Setelah beberapa saat, ia membuka matanya, dan terlihat jelas ia menahan kesal.
Tanpa sepatah kata pun, ia menyibak kasar jubah panjangnya, lalu berjalan cepat menuju harem. Mansur Ağa, dengan langkah yang tak kalah cepat, berusaha mengimbangi langkah sang panglima, membuntuti di belakangnya. Kecemasan tergambar jelas di wajahnya, menyadari betapa gentingnya situasi yang sedang mereka hadapi.
.
.
“Lepas! Aku tidak bersalah!” Esma berteriak kencang tatkala dua pelayan menariknya secara kasar.
Zeynep Hatun memerintahkan mereka untuk membawa Esma ke dalam penjara, besok pagi—gadis itu akan diberikan hukuman sesuai ketentuan yang berlaku.
Suasana harem yang tadinya sunyi, kini penuh dengan bisik-bisik. Alena, budak asal Podolia yang kini menjadi sahabat Esma, memberanikan diri menghampiri Zeynep Hatun.
Ia bersimpuh, wajahnya memelas. “Zeynep Hatun ... Esma tidak mungkin melakukan perbuatan hina seperti itu. Ini semua pasti fitnah dari orang-orang yang hatinya dipenuhi iri dan dengki.”
“Apa maksudmu, Bundak Rendahan?!” Fatma yang berdiri di sisi Zeynep, lekas maju dan mendorong kasar bahu Alena. “Kau menuduh aku memfitnah? Iri dan dengki? Pada budak serendah dia?! Hahaha!”
“Bukankah itu sangat jelas?” Meskipun takut, Alena memberanikan diri untuk memberikan perlawanan kecil. “Siapapun yang menyaksikan langsung bagaimana engkau memperlakukan Esma sejauh ini—pasti langsung akan mengetahui, betapa dirimu sangat tidak menyukai Esma.”
Suasana seketika berubah riuh, para budak lainnya turut membenarkan perkataan Alena. Namun, ketika Panglima Orhan tiba di depan pintu harem, semuanya tiba-tiba terdiam dan tegang.
Selain dikenal sebagai sosok yang cerdik, mereka tahu betul, bahwa Panglima Orhan juga terkenal kejam—ditambah dengan temperamennya yang sering meledak-ledak.
Zeynep Hatun dengan raut gugup lekas menghampiri Orhan. “Tuanku Panglima, apa gerangan yang menghadirkan Anda ke harem pada waktu selarut ini?”
“Aku mendengar kabar telah terjadi kegaduhan yang memalukan dari harem ini, Zeynep Hatun. Dan aku datang untuk memastikan kebenarannya.” Sorot mata Orhan menajam, lalu melirik sinis ke arah Fatma.
Dengan ujung telunjuknya, Orhan memanggil Fatma. “Kemari kau.”
Jantung Fatma seketika berdetak kencang. Dengan kakinya yang lemas dan bergetar, Fatma menghampiri Orhan. “Y-ya, Tuanku?”
“Katakan padaku,” ucap Orhan dingin, “kapan terakhir kali kau melihat cincin itu?”
Fatma menunduk cepat, degup jantungnya semakin tak menentu. “Ba ... Ba'da Maghrib, Tuanku. Saat ... saat itulah hamba menyadari cincin itu telah raib.”
Orhan mengalihkan pandangannya pada Esma. “Dan kau, Esma. Kapan kau selesai bertugas dan kembali ke Harem?”
Esma menatap Orhan dengan berani. “Ba'da Isya, Tuanku.”
Orhan menoleh cepat ke arah Mansur, seorang kasim yang terpercaya. “Mansur, benarkah pengakuan budak Ruthenia ini?”
Mansur mengangguk membenarkan. “Hamba menyaksikan sendiri, Tuan. Esma tiba di Harem tak lama setelah waktu Isya.”
Mata Orhan kembali menajam, menatap Fatma dengan tatapan ingin membunuh. Tubuh Fatma seketika bergetar hebat.
“Fatma Hatun, apa benar cincinmu dicuri?” tanya Orhan.
“B-benar, T-tuanku,” suara Fatma tersendat-sendat.
Orhan menghela pelan napasnya, ia mengitari tubuh Fatma yang semakin menegang.
“Katakan sekali lagi, Fatma,” ucap Orhan dengan suara rendah namun sarat mengancam, “benarkah cincin itu dicuri?”
Fatma memejamkan mata, ia terperosok ke dalam permainannya sendiri. Dengan bibir bergetar, ia pun memberi jawaban yang sama. “Benar, Tuanku. Hamba tidak berbohong, hamba bersumpah, hamba—”
PLAK! PLAK! PLAK!
Tanpa aba-aba, Orhan melayangkan tamparan keras bertubi-tubi ke pipi Fatma. Suara tamparan itu menggema di seluruh Harem, membuat semua orang terkejut dan semakin membisu.
Fatma terhuyung ke belakang, tubuhnya menghantam dinding dengan keras. Orhan, dengan amarah yang membara, mencengkeram leher Fatma dengan kuat, mengangkat tubuh pelayan itu hingga kakinya tak lagi menyentuh lantai.
Fatma meronta-ronta, napasnya tersengal-sengal. “T-tuan ... Hamba t-tidak ber—”
“BERANINYA PELAYAN RENDAHAN SEPERTIMU, MERUSAK KEDAMAIAN HAREM DENGAN SEBUAH FITNAH KEJI!” bentak Orhan, suaranya menggelegar.
BRUGH!
Tubuh ringkih Fatma dilempar ke lantai yang dingin. Sontak semuanya menjerit.
Dengan kilat membara di matanya, Orhan menatap Zeynep. “Besok pagi ... cambuk pelayan ini di hadapan semua orang! Beri sundal ini pelajaran, agar suatu hari nanti—otaknya lebih dulu digunakan sebelum melakukan tindakan bodoh!”
Orhan berlalu dari harem sambil menyibak kasar jubahnya. Meninggalkan para penghuni ruangan yang serentak menahan napas.
Zeynep Hatun menatap Esma datar, lalu tatapannya beralih ke arah pelayan.
“Lepaskan dia,” ucapnya dingin. Manik hitamnya beralih menatap Fatma yang masih terjerembab di atas lantai. “Bawa pelayan itu ke penjara!”
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ Қiᷠnꙷaͣŋͥ❁︎⃞⃟ʂ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔
laki2 liat cewek cantik ya langsung ehhem atuh masa kagak 🤣..
untung aja ada panglima ya jadi esma Lolos dari tuduhan ...resiko punya wajah cantik jadi biang fitnah aja 😄
2025-10-01
2
Reni
Thor Hatun ini apa to ??? Yasmin Hatun , zaynep Hatun, Fatma Hatun bingung aku 😅😂🤣
2025-10-17
1
💕Bunda Iin💕
laki² klo punya kuasa dan jabatan baik itu tertinggi sampai dibawahnya bagi mereka wanita hanya pemuas nafsu nya saja😔🥺
2025-10-01
1