‘Kau tak kembali ke Surabaya akhir tahun.’ Sebuah pesan dari nomor yang tak kukenal.
‘Siapa ini?’ Tak ada nomornya dikontakku, tapi mungkin ini adalah nomor...
‘Herman.’
Aku menghela napas mengetahui siapa yang mengirim pesan. Kenapa dia harus perduli. Aku tak menjawabnya lama. Kubiarkan saja. Hidupku sudah tenang sebelumnya, tak ada roller coaster perasaan tak ada cinta harus dipusingkan. Aku bisa fokus mengurus drama para klienku yang ingin berpisah dengan cinta mereka. Kenapa dia harus ada lagi dramaku sendiri.
Kemudian aku terpikir sesuatu soal case klienku.
‘Kudengar Pak Yongky sebenarnya tak ingin bercerai? Benarkah?’
‘Benar. Tapi jika Ibu Cathy berkeras berpisah Pak Yongky berkeras tak akan memberikan hak asuhnya. Keluarga Yongky sebenarnya klienku dari Surabaya.”
‘Oh.’ Aku hanya menjawab pendek.
Sebuah telepon masuk kemudian. Dari Herman. Entah kenapa dia menelepon, tapi baiklah.
“Halo.” Suaraku tampaknya tenang, tapi bertahun-tahun sebelumnya aku ingat di bulan-bulan pertama kami berpisah dan aku pindah ke Jakarta aku sering mengharapkannya entah bagaimana meneleponku. Sampai akhirnya aku berhenti berharap.
“Kay, bisa kita bertemu di jam makan siang, Pak Yongky klienku ingin bicara padamu jika memungkinkan.”
“Pak Yongky?” Kenapa klien lawan malah ingin bertemu denganku. “Buat apa...”
“Dia tidak bisa bicara dengan istrinya yang tidak mau lagi bertemu dengannya. Dia ingin bicara denganmu hanya untuk menjelaskan posisinya, dan pandangannya soal kasus ini. Dia berharap kau bisa, kami akan membayar jam konsultasimu untuk ini. Kau bisa charge jammu ke kantorku aku akan bayar.”
Ohh begitu. Baiklah, ini sekalian mencari celah.
“Oke, Kamis siang atau Senin siang, aku rasa aku bisa.”
“Mengerti, aku akan mengabarkan padamu. Diantara dua waktu itu.” Diam kemudian.
“Kau tak kembali ke Surabaya akhir tahun?” Dia masih bertanya hal yang sama.
“Kenapa kau ingin tahu?” Dia diam sebentar.
“Tak apa, hanya kukira aku juga merindukan suasana Surabaya belakangan.”
“Kau di bekerja di sini sekarang?” Akhirnya aku bertanya.
“Iya cabang di Surabaya dipegang oleh adikku, dia menikah dan tinggal disana. Aku fokus kembali ke Jakarta, Ayah sudah pensiun dua tahun belakangan.” Ohh, jadi begitu. Berarti dia memang di Jakarta dua tahun belakangan. Umur 35 dan belum menikah, laki-laki sekarang tampaknya sangat menikmati masa lajang heh? Gosh!Kenapa aku peduli?!
Dua tahun dia di Jakarta, menghubungiku pun dia tak mau. Sampai sekarang...Kenapa? Simple mungkin aku yang tak pernah ada dihatinya lagi, seperti dengan sengaja dia tak punya perasaan untuk membuat aku pergi dengan sakit hati bertahun-tahun yang lalu. Aku terlalu berharap banyak disatu sisi. Sekarang aku sadar aku yang bodoh.... Aku tersenyum getir untuk diriku sendiri.
“Bagaimanapun kau sukses dengan karier yang kau impikan di sini, selamat untuk itu.”
“Thanks. Jika kau sudah pasti tanggal klienmu bisa, hubungi saja aku.”
“Kapan kau akan memasukkan berkas tuntutan?”
“Sedang kukerjakan.” Aku tak memberinya keterangan banyak.
“Baiklah, aku akan kabarkan secepatnya padamu.”
“Oke. Sampai nanti kalau begitu.” Aku memutus telepon itu dengan segera.
Huh, Kayla! Buat dirimu berpikiran logis. Walaupun hanya dia yang pernah menyentuhmu, dia sudah memiliki banyak wanita dalam hidupnya. Pikiran apapun tentangnya, sederhana, kau hanya salah satu dari banyak wanitanya. Itu tak berarti apapun baginya. Jangan bodoh soal cinta! Kau hanya akan terluka jika kau mencoba berharap!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 360 Episodes
Comments
Gabrielle
Kedua2nya mementingkan ego masing2.
2022-09-03
0
Styaningsih Danik
jangan bodoh krn cinta itu pesanku buat mbak2 readers yg single...semangat thor 👍💪👍
2022-08-24
0
Alexa
cintaaa
2022-04-09
0