Dan aku tahu itu menyakitkan. Aku membuang pandanganku ke luar mobil. Hujan tiba-tiba turun, menciptakan dunia kelabu dengan suara gemuruh dari titik air hujan. Seakan tahu apa yang akan aku lewati. Tak ada yang bicara diantara kami, dia menghela napas panjang.
“Kapan kau akan pergi...” Dia akan meremukkan hatiku. Walaupun aku tahu dan berkata aku siap tapi rasanya tetap sakit.
“Bulan depan.” Tapi dia tak akan tahu aku hancur, cuma mataku yang memanas menatap rinai hujan yang turun tanpa dia menyadarinya.
“Semoga kau sukses disana.”
“Thanks... Buatmu juga.”
Sisa malam itu dia berusaha membuat semua menyenangkan, terlihat biasa. Berusaha bercanda, dan aku menuruti drama yang dia buat tanpa berusaha melawan arus. Aku menurutinya berusaha terlihat baik-baik saja.Untuk mempermudah semuanya buat kami. Dan aku akan baik-baik saja.
Tapi dua minggu kemudian.
“Sayang, jangan lupa kita mau jalan-jalan nanti sore.”Mataku memicing melihat keakrabannya dengan seorang gadis pengemarnya yang bertingkah layaknya dia pemiliknya. Alasan aku bertengkar karena gadis itu mengambil perusahaan yang kupegang sebelumnya.
“Iya, apa sih yang engga buat kamu.” Dia merangkul gadis itu.
Aku melihatnya dengan muak. Tak bisakah dia menunggu sebentar sampai aku pergi. Aku tak akan mengangunya lagi. Sekarang aku membencinya. Kurasa aku hanya membodohi diriku sendiri mengharap dia bisa mengerti.
Cinta... Itu perasaan yang bodoh. Terutama mungkin dengan laki-laki playboy kaya seperti dia. Tapi kenapa aku selalu melihat laki-laki seperti dia menarik dan selalu jatuh cinta kepada orang yang salah. Entahlah... Sepertinya aku dikutuk untuk selalu tertarik pada laki-laki yang salah. Mungkin laki-laki seperti Ayahku yang meninggalkan Ibuku dengan wanita lain. Membuatku hidup dengan mempercayai bahwa wanita terhebat adalah mereka yang bisa berdiri dengan kakinya sendiri seperti Ibuku.
“Besok mau kuantar.” Dia bertanya di hari terakhir aku bekerja dan akan ke Jakarta keesokan harinya.
“Tak usah.” Jawaban singkatku saat aku membereskan mejaku sendiri. Kantor sudah sepi, aku masih bekerja di compartment sekat disini bersana junior associate yang lain. Di Jakarta nanti aku berjanji akan bekerja keras untuk ruanganku sendiri.
“Kau marah?”
“Kenapa aku harus marah.” Aku tersenyum tanpa beban padanya.
“Sampai akhirpun kau mempertahankan sikap angkuhmu.”
“Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan.”
“Kau tak marah aku jalan dengan yang lain?”
“Kita jalan tanpa ikatan, tanpa ada yang tahu. Kenapa aku harus marah. Hanya tak bisakah kau tunggu saja sampai aku pergi... Jika kau berbaik hati sedikit. Aku bukan manusia tanpa hati juga.” Aku menatapnya di matanya. Tapi kemudian membuang pandanganku. “Sudahlah, tetaplah begitu. Anggap saja aku mengerti kau hanya ingin membuat kepergianku mudah. Tapi seharusnya kau tak usah melakukannya...” Dia diam mendengar kata-kataku.
Aku selesai mengemas benda terakhir ke dalam kotak bekas HVS yang akhirnya kututup.
“Bye Her. Sukses ya. Makasih buat semuanya.”
“Kay,...”
“Kau tak usah mengatakan apapun. Tak ada yang perlu dijelaskan. Dan jangan hubungi aku lagi. Anggap kita saling melupakan saja.” Bibirku mengatakan itu dengan mudah,tapi hatiku sakit. Aku ingin dia mengejarku dan memberiku pelukan selamat tinggal. Sedikitnya agar aku bisa melupakannya tanpa membenci. Tapi setengahnya harapanku hanya ada di anganku sendiri
Aku melangkah meninggalkannya sore itu, dengan sebagian membencinya dan sebagian lagi merindukannya karena dia yang menginginkan itu. Meninggalkan kota tempat aku dibesarkan selama 27 tahun hidupku dan berjuang untuk karier yang kuimpikan di Jakarta.
Meninggalkan nama itu tanpa berharap akan menemukannya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 360 Episodes
Comments
Styaningsih Danik
mantap thor 👍👍👍
2022-08-24
0
Rahmadina
Kadang cinta sulit dimengerti dengan logika harus hilangkan ego dan lupakan keangkuhan
Jika ingin bahagia
2022-04-04
0
𝕭𝖚𝖊 𝕭𝖎𝖒𝖆 💱
gitu critanya....
masalalu oh masalalu...🥲🥲🥲
2022-03-29
0