ibu dan mas Rama tidak terkejut sama sekali melihat bunga bangkai yang terhidang di atas meja, sementara aku terus memperhatikan makanan aneh itu.
"maaf ya jeng, alakadarnya. Soalnya anak-anak jarang suka daging jadi saya seringnya masak ikan sama sayuran doang."
" ya gak apa-apa dong jeng, namanya selera kan masing-masing tidak bisa di paksa." Semua tertawa bahagia, begitupun dengan adik mbak Sinta namun ada satu hal yang membuatku gagal fokus, gigi nya. Ya, gigi itu berwarna kuning, sangat pekat seperti tidak di sikat puluhan tahun. Gak kebayang itu nafas baunya seperti apa.
Di mulai dari sang tuan rumah yang mengambil nasi, baru yang lainnya mengikuti termasuk kami.
"ayo nak Laras, di makan ini." ucap buk Surti sembari mendekatkan bunga bangkai ke arahku.
Tentu saja, perutku seketika mual, belum lagi gigi adiknya mbak Sinta. Mbeeeeeh tambah mual aja.
"maaf buk, Laras gak suka itu." ucapku to the point. Lagian siapa juga yang mau makan begituan, baru tau ini orang makan bunga bangkai.
Krenyes.. Krenyes. Suara kunyahan bunga bangkai itu sangat terasa di telinga, bahkan ruang makan ini aromanya sudah bercampur jadi satu. Bau bangkai, di tambah lagi bau nafas. Hadeeeh, entahlah. Terlihat di sana, mereka makan begitu lahap, aku dan ibu hanya bisa melihat satu sama lain.
Tak ada kata jaim, bahkan mas Rama juga sama lahapnya dengan mereka.
"pelan-pelan toh Ram, jangan buat malu begitu." ucap ibu seraya menyikut lengan kakak ku tersebut.
"ini enak banget buk, jarang-jarang kan kita makan sayuran seperti ini." ucapnya sembari memperlihatkan sayuran berwarna hitam pekat itu.
Sebenarnya itu sayuran apa sih, bisa hitam sekali. Tapi, tampaknya ibunya Sinta sangat senang saat mas Rama memakan dengan lahap makanan itu.
"ayo nak Laras, di tambah nasinya."
Aku hanya mengangguk kecil, cukup dengan ayam goreng saja itu sudah lebih dari cukup.Tapi tidak dengan adiknya mbak Sinta, dia membabat habis sayuran berwarna hitam tersebut.
Dan tak butuh waktu lama, akhirnya makan siang pun selesai. Aku sebagai anak perempuan tak enak rasanya berpangku tangan, dengan sigap ku bantu mbak Sinta dan ibunya untuk mengangkat piring kotor ke belakang. Tapi, siapa sangka adik mbak Sinta juga turut serta.
"Pintar sekali kamu." pujiku, dia seketika langsung tertawa lebar tapi tak bersuara. Perasaan tadi dia tidak bisu, tapi mengapa pas tertawa tak ada suaranya. Kan agak lain.
"dia memang seperti itu Laras, jangan heran." ucap mbak Sinta seraya mendekat padaku.
Dan mak jleb bau mulut mbak Sinta dan badannya langsung menembus rongga hidungku.
"hoeeekkk, hoeeekkk."
Tak ku hiraukan lagi di mana aku muntah, saat ini posisi ku tengah berdiri di wastafel.
"ada apa dengan mu Laras," ucap mbak Sinta seraya mengelus pundakku.
Perut yang bergejolak semakin bergejolak. Ampun kali bau mulut sama badan mbak Sinta ini, i gin rasanya ku tunjangkan dia menjauh dariku.
"aku tidak apa-apa mbak, tolong agak menjauh sedikit." ucapku padanya.
Terserahlah kalau dia mau tersinggung aku pun tak perduli, yang terpenting perut dan hidungku aman untuk saat ini.
bak Sinta kemudian duduk dekat adiknya, tampak dia menatapku khawatir, hingga saat dia ingin beranjak tanganku sudah lebih dulu menjulur menandakan tetap di situ.
tapi siapa sangka, dari arah ruang tamu muncullah ibunya mbak Sinta, dia bahkan sampai terkejut melihat mbak Sinta yang duduk dengan sang adik sementara aku berdiri di depan wastafel.
"loh, loh. Kok gak di bantu toh Sin, masa Laras yang cuci semuanya."
" bukan gak mau bantu buk, tapi Laras yang larang."
" ya jangan gitu dong, Yo wes kamu temani bapakmu di depan sana. Biar ibu sama Laras yang cuci ini."
mbak Sinta dan sang adik kemudian pergi ke depan, dan aku? astaga mengapa tatapan ibunya mbak Dewi berubah datar begitu.
"siapa kau!" ucapnya dengan nada dingin.
aku yang tak tau hanya mengerutkan dahi, ini perempuan kenapa ya datang-datang udah senewen.
"siapa kau!" ucapnya seraya mendekat padaku.
Astaga, nafasnya bau sekali. Lebih bau dari nafas mbak Sinta. Apa dia makan bangkai apa bagaimana sih, kok bau banget.
"aku adiknya mas Rama, anak dari ibu Romlah."
Dia tersenyum tipis, lalu berdiri sejajar di sebelah ku. Tatapan nya datar, tapi tangannya terus bergerak sembari mencuci piring yang menumpuk di wastafel.
"dari awal aku sudah curiga dengan mu Laras," ucapnya seraya melirikku.
" kau sudah tau bukan rahasia keluarga ini," tambahnya lagi seraya melirikku.
" maksudnya apa ya, aku tidak mengerti."
Bukannya menjawab dia malah tertawa, nya tertawa bahkan aku sampai menahan nafas karena sangking baunya. Dan apa itu, kenapa giginya juga ikut kuning, padahal tadi perasaan tidak.
"bukankah mau bisa mencium aroma nafas dan tubuhku?"
Mataku seketika membola, jadi dia sudah sadar begitu. Astaga, sepertinya aku dalam bahaya ini.
"di sini hanya kau yang bisa mencium aroma dari tubuh kami," ucapnya sembari menyeringai.
Dadaku bergemuruh, itu artinya mas Rama dan kami semua dalam bahai. Astaga mas Rama, mengapa tidak teliti sih dalam memilih calon istri. Lihatlah, ibunya saja sudah seperti setan, bagaimana kelanjutan nya esok. Astaga.
"kau jangan sesekali mengatakan hal yang tidak-tidak pada abangmu dan juga ibumu. Kalau sampai mereka tau, maka dapat ku pastikan kalian semua hanya akan tinggal nama saja." ucapnya lagi.
Dengan secepat kilat dia membersihkan semua piring kotor itu, aku bahkan sampai terkejut melihatnya.
"kalian sebenarnya siapa?" ucapku memberanikan diri.
" kau tidak perlu tau, siapa kami. Biarkan Rama hidup bersama Sinta, dan kau jangan sesekali mengganggu mereka." ucapnya tegas dengan sorot mata yang tajam.
Naluri preman ku seketika memuncak, aku yang awalnya takut akhirnya Bernai menatap wajah jeleknya itu.
"jangan bilang, kau dan anakmu menjebak kakakku. Terlihat dari ekspresi wajah kalian membuatku semakin yakin"
" bukan urusan mu, kebahagiaan putriku yang utama. Apapun ku lakukan asalkan dia bahagia."
Aku tersenyum tipis, lalu menatap nya dari ujung kaki sampai kepala.
"Dan aku juga akan melakukan hal yang sama. Kau kira aku rela kakakku kalian jadikan tumbal kalian. Jawabnya tidak. Aku akan berusaha membatalkan pernikahan ini, aku akan memberitahukan semuanya pada mas rama."
" coba saja kalau kau berani, maka detik itu juga kau akan melihat kakak kesayangan mu dan ibu mu yang bodoh itu meregang nyawa. Jadi kau, jangan sesekali mencari masalah dengan ku."ucapnya seraya pergi begitu saja. Dasar sialan, lihat saja cepat atau lambat aku akan menyadarkan mas Rama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments