Sang Pemilik Kehormatan
Assalamu'alaikum.
Terima kasih sudah memilih Sang Pemilik Kehormatan untuk kamu baca. Semoga kamu suka dengan karya keduaku ini. Karya ini masih jauh dari kata sempurna. Mohon dimaafkan jika ada typo, dialog tag masih berantakan, PEUBI masih gak sempurna, karena aku masih belum sempat merevisi karya ini.
Disini aku tidak berniat menggurui ataupun merasa benar, hanya saja novel ini kubuat dari sudut pandang pribadi. Jika siapapun yang ingin membaca kisah ini dan merasa dirinya suci, lebih baik tidak melanjutkan membaca.Tidak ada niat sedikit pun untuk menjatuhkan pihak manapun. Meski sebagian kisah ini diambil dari kisah nyata, tapi untuk setting, nama, profesi dan lainnya tetap sebuah karya fiksi.
Untuk visual, sebenarnya aku tidak terlalu suka memakai visual karena takut mengganggu imajinasi pembaca. Tapi kalau mau lihat visual versi aku, bisa lihat di IG-ku @Linaiko17
Sekalian minta do'anya ya agar proses penerbitan novel ini diberi kelancaran.
Selamat membaca dan semoga kamu bisa memetik sedikit hikmah setelah membaca cerita ini.
Wassalamu'alaikum.
...🍂...
...🍂...
...🍂...
...🍂...
...🍂...
...🍂...
Pintu kedatangan Bandara Juanda terlihat sangat padat. Sepasang suami istri sedang menunggu kedatangan putri mereka satu-satunya dibalik pagar pembatas. Pandangan mereka tak berpaling dari pintu, menelisik tiap celah untuk menemukan putri mereka.
"Ruby!"
Seorang muslimah cantik yang mengenakan gamis merah maroon dan hijab syar'i dengan warna senada menoleh ke arah sumber suara yang memanggil namanya.
Ia melihat seorang pria dan wanita paruh baya tersenyum lebar padanya.
"Abi, Ummi!"
Setengah berlari ia menyeret kopernya, tas ransel dipunggungnya bergoyang ke kanan dan ke kiri mengikuti langkahnya.
"Assalamu'alaikum ...."
Ia segera mencium tangan kedua orang tuanya dan memelukknya erat, melepaskan rasa rindu yang telah lama ia simpan.
"Wa'alaikumsalam."
"Abi dan Ummi Sehat?" tanya Ruby setelah ia melepaskan pelukannya.
"Kami sehat, Nak," jawab Nyai Hannah, Ummi Ruby.
"Sudah ... ayo kita segera ke mobil. Kita ngobrolnya di mobil saja," ajak Kyai Abdullah, Abi Ruby.
"Zan, minta tolong bawakan koper Ruby, ya," pinta Kyai Abdullah pada seorang santrinya yang menemani menjemput putri semata wayangnya.
"Inggih, Pak Kyai."
Mereka beranjak meninggalkan Bandara dan menuju ke halaman parkir yang letaknya lumayan jauh.
Sesampainya di mobil, Kyai Abdullah duduk di kursi depan, bersama Fauzan yang mengendarai mobilnya. Nyai Hannah duduk bersama putrinya di kursi belakang.
AC dari mobil tua itu masih bisa memberikan kesejukan di dalam mobil dari suasana kota Surabaya yang sangat panas.
"Panas banget ya, Nak?" Nyai Hannah mengelap kening putrinya yang berkeringat dengan tisu.
"Masih lebih panas musim panasnya Jepang kok, Ummi." Ruby mengambil tisu dari tangan Umminya dan mengelap keningnya sendiri.
Fauzan mulai menjalankan mobilnya, beranjak meninggalkan halaman parkir Bandara.
"Maaf ya, Nak. Kami tidak bisa hadir di acara wisuda kamu," ucap Kyai Abdullah.
"Iya, Abi. Ruby mengerti," jawab Ruby.
Kenangannya kembali ke empat tahun lalu. Masa dimana Ruby baru lulus Madrasah Aliyah dan Kyai Abdullah memintanya melanjutkan kuliah di Malang saja sambil mengajar di pesantren.
Namun Ruby menolak keinginan Abinya dan lebih memilih untuk menempuh pendidikan di tempat kelahiran umminya, Jepang.
Kyai Abdullah kurang setuju jika Ruby harus menempuh pendidikan diluar negeri, walaupun memang disana Ruby tinggal di kediaman keluarga Hannah yang notabene keluarga Islam terpandang.
Tabina Rubby Azzahra, gadis berusia 21 tahun berparas cantik itu mempunyai skill menggambar yang sangat baik, karenanya ia ingin mengembangkan bakatnya lebih baik lagi. Sebab ia mempunyai cita-cita sebagai seorang animator.
Entah kenapa ia memiliki keinginan Out Of the Box. Ia tak mau seperti anak Kyai lain yang jika lulus sekolah mereka menikah dan berada dirumah saja atau mengajar di pesantren keluarga. Ia ingin mengembangkan sayapnya selebar-lebarnya dan menyalurkan serta membagikan ilmunya kepada siapapun yang kelak ia temui.
Ia teringat bagaimana susahnya membujuk Kyai Abdullah agar menyetujui keinginannya. Ia berjanji akan seimbang mengejar dunia dan akhiratnya. Sang Ummi pun tak lepas peran, dengan sebuah bujukan khususnya mampu membuat suaminya menyetujui keinginan putrrinya. Tentunya ada syarat yang harus dipenuhi.
Syarat yang pertama, Abinya tidak akan menjenguknya selama Ia berada di Jepang. Apapun alasannya, Kyai Abdullah tidak menghadiri dan ikut campur segala apapun yang berhubungan dengan pendidikannya. Walau berat, Ruby menyetujuinya. Toh ia masih bisa pulang ketika libur semester untuk melepas rindu pada Abi dan Umminya.
Syarat yang kedua, setelah Ruby kembali ke Indonesia ia akan segera menikah dengan Iqbal, salah satu santri Kyai Abdullah yang saat ini masih melanjutkan studi s2-nya di Yaman. Iqbal adalah putra dari salah satu kyai pemilik pesantren di kota Jombang. Tanpa pikir panjang, Ruby menyetujui hal itu, sebab Ia memang sudah menaruh hati pada Iqbal sejak pria berparas tampan dan penuh karisma itu masih menjadi satri di pesantren Abinya.
Nyai Hannah memegang tangan putrinya, membuat Ruby meninggalkan kenangannya.
"Apa yang membuat kamu melamun, nak?" tanya Nyai Hannah.
Ruby tersipu malu, menggelangkan kepalanya karena enggan menjawab pertanyaan umminya.
"Apa kamu sedang memikirkan Iqbal?" tanya Kyai Abdullah.
"Tidak Abi, Ruby terlalu lancang jika memikirkannya," jawab Ruby, ia menatap keluar cendela.
"Hahahahaha, dia akan menjadi imammu dalam beberapa bulan kedepan, Nak. Bagaimana bisa kamu mengatakan hal seperti itu." Kyai Abdullah tertawa keras mendengar ucapan putrinya.
"Apa kamu sudah tidak sabar ingin menjadi yang halal untuknya? Agar kamu bisa memikirkannya setiap saat tanpa takut berdosa?" goda Kyai Abdullah lagi.
Ruby semakin tersipu malu.
"Sudah Abi ... apa Abi mau membuat wajah putri kita lebih merah dari tomat?" Nyai Hannah menepuk-nepuk punggung tangan putrinya.
"Iya iya, maaf Ummi. Abi terlalu lama tidak menggoda putri Abi satu-satunya ini."
Perjalanan menuju ke Pesantren Al Mukmin yang sekaligus tempat dimana rumah Ruby berdiri memakan waktu hampir dua jam walau lewat Tol.
Sampai di halaman pesantren, Fauzan menghentikan tepat di depan pelataran rumah Kyai Abdullah. Sudah ada beberapa saudara yang mebyambut kedatangan Ruby, termasuk kedua orang tua Iqbal.
Ruby mencium tangan Nyai Zubaedah, Ibu dari Iqbal. "Assalamu'alaikum, Bu Nyai."
"Wa'alaikumsalam, Nak. Senang bisa melihat kamu lagi." Nyai Zubaedah, menyentuh pipi Ruby yang putih bersih, "makin besar makin cantik," pujinya.
"Terimakasih, Bu Nyai."
Ruby menatap Pria paruh baya disamping Nyai Zubaedah lalu mengatupkan dua telapak tangannya didepan dadanya. "Assalamu'alaikum, Pak Kyai," sapa Ruby.
"Wa'alaikumsalam, Ruby." Jawab Kyai Marzuki, Ayah Iqbal.
"Monggo, ayo masuk. Kita ngobrol di dalam." Kyai Abdullah merangkul Kyai Marzuki mengajaknya masuk ke ruang tamu rumahnya.
Nyai Hannah dan Nyai Zubaedah mengikuti dibelakang. Sedangkan Ruby masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang.
"Surprise!!"
Ruby terkejut melihat gadis cantik dengan rambut sebahu duduk diatas tempat tidurnya.
"Nara!!"
Ia berlari memeluk sahabatnya itu, mereka melompat-lompat kegirangan seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah.
Setelah mereka merasa lelah melompat-lompat dan sudah puas berpelukan, mereka duduk di tepi tempat tidur.
"Kamu berhasil banget ngasih aku surprise. Aku kaget banget kamu ada disini!" Ruby bicara dengan semangat. "Sengaja banget ya kamu cuma nge-read whatsapp aku? Ku kira kamu lagi sibuk ngurusin artis kamu itu." Kini wajahnya berubah kesal.
Nara cengegesan melihat sahabatnya itu kesal dengan sikapnya, "tapi emang beneran sibuk aku tuh. Ini aja aku ninggal dia, belom kelar shooting."
"Uuuch, aku terharu bangeeet." Ruby mencubit kedua pipi Nara.
Ruby dan Nara sudah bersahabat sejak kecil. Nara tinggal tepat di samping pesantren Al Mukmin. Dari kecil mereka sudah sama-sama senang dengan bidang seni, mungkin karena itulah mereka bisa bersahabat hingga sekarang.
Nara bukan dari keluarga kaya. Sejak lulus SMA, Nara sudah bekerja sambil kuliah. Ia juga sempat putus kuliah. Karena ingin melanjutkan kuliahnya, Nara terpaksa menikah dengan seorang pria pilihan orangtuanya agar kelak suaminya bisa membiayai kuliahnya hingga lulus.
Dan sudah empat tahun ini Nara bekerja sebagai asisten manajer salah satu Aktor terkenal di Indonesia. Sangat membuat iri teman-temannya, termasuk Ruby.
Suara Adzan dari Masjid pesantren mulai menggema, Ruby dan Nara menghentikan obrolan mereka.
"Lanjut nanti, kamu Sholat dulu aja. Aku tunggu disini," ujar Nara.
"Iya, aku tinggal dulu ya Ra," ucap Ruby meninggalkan Nara dikamarnya.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Hasbi Alfarizqi
Walaikumsalam,,,, ku jg mampir lgi lihat ruby n hiko😘
2024-11-07
0
Ibrahim Adjie Prawira
walaikumsalam...ku mampir lagi nih kangen ruby dan hiko 😍
2024-10-08
0
Erna Yunita
Taraaa aaaaaaaa.... aq datang lagi....
aq rindu mas hiko 🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
2024-09-04
0