Bab 3

"hiks, hiks, ibu, ara kangen sama ibu, Ara mau sama ibu, disini Tidak ada yang sayang dan peduli sama Ara Bu, papa bahkan tidak pernah dirumah, ara mau sama ibu, mereka semua jahat Bu hiks, hiks",

Tangis itu pecah seketika setelah tubuhnya luruh didepan pintu.

kalau kalian pikir Aurora calista adalah gadis yang kuat, tegar dan bar bar, maka kalian salah,

Aurora hanya seorang gadis dengan sejuta luka yang dia peluk sendirian, ya, hanya sendiri, tidak ada tempat untuk sekedar berkeluh kesah membagi semua rasa dan derita yang dia rasa.

Sang papa, bahkan sejak dia membawa aurora pergi dari ibunya dan mengajak tinggal bersamanya, nyatanya dia selalu sibuk sibuk dan sibuk, jarang pulang kerumah.

Dalam satu tahun Aditama Wibisono, papanya Aurora, hanya pulang 3-4 kali saja, entah dia benar benar sesibuk itukah, atau hanya alibinya saja, yang terpenting bagi Adi, dia bisa memenuhi semua kebutuhan keluarganya tanpa memikirkan bagaimana keadaan anak anaknya dirumah.

bahkan setelah ikut dengannya, nama Aurora yang awalnya adalah Aurora Livia, dirubah Adi menjadi Aurora calista Wibisono, dan nama panggilannya yang semula aurora atau ara dirubah menjadi Calista.

Tujuannya, apalagi, agar ibu kandung Aurora, Shofia tidak bisa menemukan keberadaan Aurora.

Seolah sang papa tengah menghukum Aurora dan ibunya dengan tidak mengizinkan keduanya bertemu apapun alasannya, jahat dan egois bukan?

Aditama hanya beberapa kali menghubungi Aurora dalam satu bulan, sekedar bertanya apa uangnya kurang, atau dia mau dibelikan apa kalau dirinya pulang, tanpa mau pernah bertanya bagaimana hari hari Aurora, bagiamana dia hidup dengan mama dan adik tirinya.

Dan dirumah itu Aurora ditinggal hanya bersama nenek, ibu tiri dan adik tirinya yang jelas jelas membenci dirinya, entah apa salahnya, Aurora juga tidak tahu.

Setiap hari selalu ada saja hukuman yang diberikan pada Aurora, pukulan, cacian, hinaan selalu terlontar dari bibir nenek dan ibu tirinya, belum lagi Hilda sang adik tiri selalu saja memprovokasi mama tiri dan neneknya dengan mengadu hal hal yang tidak tidak.

Melawan, tentu saja dia mampu, hanya saja ancaman mencelakai ibunya selalu membuatnya menciut, karena pernah sekali dia berontak dan berakhir dia ditunjukan video sang ibu di tabrak motor, pelakunya, tentu saja Tika sang ibu tiri, dan sejak saat itu Aurora kembali tidak berani melawan.

Ponsel Calista berbunyi, tertera nama sang papa disana, dengan berat hati dia menjawab panggilan itu,

"hallo...",

"hai sayang, kenapa suara kamu kok serak seperti habis menangis?", tanya sang papa dan seketika panggilan berubah menjadi video call,

"sayang, pipi kamu kenapa, siapa yang mukul kamu?", tanya sang papa cemas,

"kalau aku bilang ini ulah istri dan anak kesayangan papa, apa papa akan percaya?", tanya Calista sinis,

"sayang, kenapa lagi, kalian bertengkar lagi?", pertanyaan itu membuat Calista muak dan mendengus,

"aku kadang bingung, apa benar aku ini anak papa, kalau iya, kenapa papa begitu tega sama aku, kalau aku anak papa, kenapa ibu papa sendiri sangat membenci aku, kalau aku benar anak papa kenapa papa bahkan Tidak pernah ada waktu untuk aku, kenapa papa ambil aku dari ibu tapi papa menjadikan hidup aku menderita bersama papa, apa papa pernah mau tahu apa yang terjadi sama aku, apa pernah mau tau apa yang aku rasakan, apa papa pernah mau tahu apakah ibu serta anak dan istri papa memperlakukan aku dengan baik, apa pernah peduli,HAH, APA PAPA PERNAH PEDULI", teriak Calista sambil terisak dan air mata mengalir deras,

Aditama di seberang tercengang mendengar semua ucapan Calista, selama ini Calista tidak pernah mengadu apapun, tidak pernah mengeluh apapun, dia kira Calista baik baik saja hidup bersama ibu dan istri barunya itu, tapi ini...

"papa Bahkan menelan mentah mentah semua ucapan Hilda kalau aku nakal, aku melakukan hal hal Tidak baik, padahal papa sendiri tidak tahu kebenarannya, SEBENARNYA AKU ANAK PAPA ATAU BUKAN, KALAU BUKAN KEMBALIKAN AKU PADA IBU, JANGAN SIKSA AKU DISINI".

tanpa menunggu jawaban sang papa, Calista menutup telponnya begitu saja, tangisnya kembali pecah bahkan kali ini terdengar lebih memilukan, dan lagi lagi dia hanya bisa memendamnya sendiri.

cukup sudah dia memendam semua kata kata yang ingin dia ucapkan untuk sang papa, selama dia diperlakukan tidak baik dan semena mena nenek dan mama tirinya pun Calista tidak pernah berniat mengadu, karena setelah papanya pergi mereka akan memperlakukan Calista lebih parah lagi.

"ibu, hiks, jemput Ara Bu, Ara sudah Tidak sudah tidak kuat Bu", lirih Calista.

Malam itu air matanya kembali tumpah dan dia hanya sendiri, hingga matanya terpejam dengan sendirinya karena terlalu lelah menangis.

ditempat lain,

"Shofia, kenapa belum tidur?",

"sejak tadi perasaan saya tidak enak nyonya, hati saya tidak tenang, saya terus kepikiran anak saya, apa mungkin sekarang dia sedang sakit nyonya, atau sekarang dia sedang sedih?",

ucapan lirih disertai luruhnya air mata itu membuat hati mencelos siapapun yang mendengarnya,

"sudah 10 tahun lamanya, tapi kenapa kami masih tidak boleh bertemu, apa salah saya nyonya, dulu katanya dia membawa Ara karena saya hanya seorang pembantu disini, dia ingin hidup Ara lebih baik, tapi kenapa setelahnya dia malah memutuskan hubungan kami begitu saja, bahkan untuk berkomunikasi saja kami tidak diizinkan, kenapa dia tidak punya hati sebagai seorang ayah, dia tega memisahkan kami, hiks hiks, saya senang merindukan Ara nyonya",

sang nyonya yang sudah ikut berkaca kaca itu memeluk tubuh rapuh shofia, dia tahu bagaimana terpuruknya Shofia setelah anaknya dibawa paksa mantan suaminya hanya karena dia yang bekerja sebagai pembantu.

Shofia yang tidak memiliki kuasa akhirnya hanya bisa pasrah saat anaknya dibawa, karena di pengadilan mantan suaminya menggugat hak asuh sang anak dengan alasan Shofia Tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk anak mereka.

"Shofia, percayalah suatu saat ara pasti akan mencari dan menemui mu, selama ini dia pasti merindukan mu, tapi sama sepertimu, dia pasti juga dalam keadaan sulit, istri dan ibu mantan suaminya pasti menghalangi Ara, berdoa saja semoga Ara selalu baik baik saja", nyonya Wilona menenangkan Shofia,

"saya sangat merindukan Ara nyonya, saya ingin bertemu dengannya, pasti sekarang dia sudah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik kan nyonya, dia juga pasti sangat pintar, dulu saja dia selalu bersaing dengan tuan muda kalau belajar", ucap Shofia,

"pasti itu, ibunya saja begitu cantik sepertimu, dia juga pasti sangat cantik dan juga pintar, apa kau ingat dulu dia selalu berkata kelak kalau dewasa dia ingin membuatkan mu rumah yang mewah dan besar agar kau tidak perlu lagi berkerja, sungguh anak itu sangat menyayangimu Shofia", nyonya Wilona mencoba menghibur sang asisten rumah tangga kepercayaannya itu,

"iya nyonya dia Memang sangat menyayangi saya".

"bukan kamu saja yang selama ini hancur karena kehilangan Ara Shofia, ada hati yang sama hancurnya denganmu, bahkan demi terlihat baik baik saja dia selalu menyibukkan diri dengan hal hal diluar sana, aurora segeralah kembali, banyak hati yang menunggumu disini", batin nyonya Wilona menatap iba shofia yang masih berkaca kaca.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!