Benar saja keputusan untuk membuka matanya akan ia sesali dengat amat sangat. Sepasang bola mata besar seukuran mata bor berwarna merah menyala menatapnya dengan penuh amarah dari atas lemari. Mata itu melotot tajam ke arahnya saat ini. Aldi sendiri tercekat, tubuhnya seperti membeku tak mampu bergerak bahkan untuk sekedar menutup matanya ia tak mampu. Aldi seperti dipaksa lomba menatap dengan sosok mengerikan tersebut.
Keringat sebesar biji jagung mulai membasahi dahi dan menjalar ke seluruh bagian wajah, harapan hidupnya terasa kian memudar seakan-akan sosok itu akan melahap Aldi hidup-hidup. Badanya gemetar hebat karena rasa takut yang amat sangat, pasalnya ia belum pernah mengalami gangguan mistis separah ini.
Kini sosok tersebut perlahan-lahan membentuk sebuah kepala dengan rambut hitam sedikit gimbal yang panjang menjuntai ke bawah, wajah yang hitam dan taring mulai muncul ke atas dan ke bawah. Tak ada suara apapun baik geraman atau ucapan yang terlontar dari sosok itu, hanya lomba menatap di dalam keheningan. Aldi sangat ingin kabur dalam situasi ini tapi sosok itu tak mengizinkan Aldi untuk bergerak.
Saat Aldi mulai ingin menyerah, ia teringat bahwa ada banyak harapan hidup yang ingin ia wujudkan salah satunya adalah menyibak misteri kematian bapaknya yang janggal menurutnya. Harapan kini mulai merasuki pikirannya dan mengalahkan segala rasa takut.
Ketakutan yang teramat sangat kini berubah menjadi semangat membara setelah menemukan motivasi besar di dalam hidupnya. Aldi kini melawan dengan melayangkan tatapan nyalang pada kedua bola mata tersebut bermaksud menantang. Ia tak peduli jika harus mati malam ini, setidaknya ia mati dengan perlawanan dan tak memberikan nyawanya kepada sosok misterius itu secara sukarela.
“Apa maumu?!” Ucap Aldi dengan suara lantang serta tatapan nyalang.
Berkat keberaniannya yang membuncah tak terasa perlahan ia mulai lepas dari cengkraman sosok misterius tersebut, tubuhnya perlahan mulai dapat digerakkan. Rasa takut yang teramat sangat kini berubah drastis menjadi sebuah perlawanan yang kokoh. Perlahan sorot mata dari sosok tersebut meredup hingga hilang sepenuhnya tanpa bekas. Aroma aneh dari sosok tersebut juga ikut menghilang perlahan digantikan oleh keheningan seperti sebelumnya. Aldi kemudian terlelap karena energinya terlampau terkuras saat melakukan perlawanan.
Pagi ini ia sedikit kesulitan bangun akibat insiden malam tadi sehinga ibunya harus membangunkan anak bungsunya dengan cara yang sedikit ekstrim.
“Bangun le! sekolah!” ucap ibunya sambil memercikan air ke wajah Aldi
Le atau tole merupakan kosakata dalam bahasa jawa untuk menyebut anak laki-laki yang lebih muda.
Aldi yang gelagapan karena kaget dibangunkan secara paksa tak mengerti situasi yang terjadi, ia segera bangun dan duduk sejenak.
“Makanya jangan nonton bola tengah malam biar ndak susah dibangunin!” Omel ibunya sambil membuka jendela
Aldi tak menjawab hanya mengangguk tanda mengerti, namun ia menyadari bahwa ibunya tak mengetahui apa yang terjadi dengannya tadi malam, sehingga ia memutuskan untuk tetap menyembunyikannya rapat-rapat. Aldi khawatir jika ia membicarakan hal tersebut pada ibunya maka akan dua kemungkinan, yang pertama adalah ibunya ketakutan dan yang kedua adalah ditertawakan oleh ibunya karena dianggap halu. Aldi lebih takut kemungkinan kedua.
Setelah menyelesaikan ritual merenungnya ia segera bersiap-siap karena hari ini adalah hari pertama ia kembali masuk sekolah setelah liburan kenaikan kelas. Kini ia menduduki kelas 12 IPA yang nasibnya berada di ujung tanduk karena sekarang adalah momentum untuk memikirkan langkah untuk masa depannya. Karena hari pertama, tak banyak yang dilakukan di sekolah selain upacara bendera dan para guru hanya memberikan motivasi hidup di kelas tanpa memberikan materi pelajaran untuk hari pertama.
Tak ada hal menarik baginya di sekolah untuk hari ini, sore harinya setelah pulang sekolah ia kembali ke tempat Fikri untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan. Hari ini adalah waktunya mengganti air di beberapa botol tempat ikan, pergantian air ini untuk menjaga kualitas air yang menunjang kehidupan para ikan, sementara Fikri sibuk memindahkan ikan ke plastik untuk dikirim ke luar kota.
Budidaya milik Fikri dapat dikatakan cukup besar, namanya juga cukup terkenal di kalangan peternak ikan hias sehingga tak kesulitan untuk mempekerjakan Aldi sebagai salah satu karyawan yang membantunya. Pekerjaan tersebut selesai menjelang maghrib dan mereka berdua beristirahat sejenak sambil merokok bersama.
“Al kamu habisini mau kuliah apa gimana?” Tanya Fikri
“Bingung mas, aku pengen kuliah tapi takut biayanya besar soalnya kan kakak udah kuliah. Aku gak mau bebanin ibu mas” Jawab Aldi sambil menghembuskan asap ke udara
Aldi sebenarnya memiliki keinginan yang kuat untuk kuliah tapi ia menyadari bahwa kuliah juga membutuhkan biaya yang besar dan tak serta merta bisa kuliah begitu saja. Mengingat kakaknya kini juga berkuliah otomatis biaya yang harus dikeluarkan akan jauh lebih besar jika Aldi memaksa untuk kuliah.
“Aku ndak pengen lihat adik-adikku ndak kuliah, kamu harus kuliah. Banyak beasiswa yang bisa dicari Al, nanti untuk urusan jajan mas bisa bantu dan mas juga ada channel buat kamu kuliah sambil kerja” Ucap Fikri memotivasi
Tak dapat dipungkiri Fikri sangat mendukung Aldi untuk berkuliah, meskipun mereka saudara sepupu dari keluarga ibunya tapi terasa seperti dua saudara kandung yang saling memotivasi. Fikri sendiri dulu kesulitan untuk berkuliah sehingga ia memutuskan untuk langsung mencari sebuah pekerjaan hingga menjadi Fikri yang saat ini, ia tak ingin adiknya terkendala biaya seperti dirinya untuk mengejar pendidikan.
Malam ini ditemani segelas kopi hitam dan sebungkus rokok filter Aldi termenung memikirkan ucapan Fikri kepadanya. Ia sadar kuliah juga penting untuk masa depannya dan sejauh ini ia juga sudah memperjuangkan banyak hal untuk dirinya sendiri, jadi seharusnya ia juga mampu untuk berupaya agar dirinya dapat berkuliah seperti kakaknya. Selama termenung Aldi jadi memikirkan banyak hal tak terkecuali ucapan bapaknya yang tempo hari ia temui di dalam alam mimpi.
“Aku sudah siap? Apa maksud bapak ya?” Gumam Aldi dalam hatinya.
Aldi sadar ia sulit mencerna hal ini karena berada di ambang logika dan mistik yang hampir sulit dibedakan, pasalnya kalimat bapaknya terpatri kuat dalam pikirannya, instingnya sepertinya juga setuju bahwa itu seperti sebuah pertanda yang menuju ke suatu hal.
Angin sepoi-sepoi masuk perlahan melalui jendela yang sedikit ia buka untuk sirkulasi dalam kamarnya, angin bergerak pelan namun hawa dinginnya sedikit menembus kulit, meskipun begitu dapat ia imbangi dengan kopi hitam yang asapnya masih mengepul ke atas. Hawa menjadi semakin dingin disertai perubahan suasana yang kian hening. Bulu-bulu di tengkuknya kini mulai meremang menandakan ada sesuatu yang janggal, Aldi yang sebelumnya tenang kini detak jantungnya berderu lebih cepat. Sekelebat bayangan hitam menabrak wajahnya dengan sangat cepat, Aldi yang tak siap langsung terjungkal ke belakang.
Saat Aldi membuka matanya ia langsung berada di tempat yang berbeda, kini ia terduduk di tengah hutan belantara yang cukup lebat, ia dikelilingi oleh pohon-pohon lebat di sekitarnya, hanya cahaya rembulan yang membentuk purnama sempurna menjadi penerangannya kini. Anehnya, meskipun hanya bulan dan bintang ia dapat berjalan berkeliling menelusuri sekitar tanpa menabrak apapun di depannya.
Aldi baru menyadari sesuatu, pepohonan di kanan kiri seperti tertata rapi dan membentuk sebuah jalur lurus kedepan tepat di mana ia berdiri sekarang. Aldi memfokuskan pandangannya lurus kedepan. Sepasang cahaya berwarna merah membentuk sebuah sorot mata, namun kini bentuknya berbeda tak seperti makhuk yang ia temui di kamarnya.
“Auuuuuuuuuu”
Lolongan serigala memecah keheningan, Aldi kian waspada sembari mencari sumber suara tersebut. Sepasang mata merah kian terlihat jelas, jarak antara keduanya kurang lebih 500 meter lurus di depan tempat Aldi berdiri. Merinding seluruh badan ia rasakan saat ini, namun suasana mencekam berangsur-angsur memudar, digantikan oleh rasa penasaran mendera Aldi untuk mencari tahu makhluk apakah yang ada di depannya saat ini
Aldi mulai berjalan menghampiri cahaya merah tersebut, semakin ia mendekat maka semakin jelas juga objek mata di depannya. Karena jalur yang terbilang landai serta pepohonan tak ada yang menghalangi jalan lurusnya. Saat Aldi kian mendekat dan sosok tersebut perlahan mulai menunjukkan wujud aslinya. Aldi mematung saat mengetahui makhluk apa yang kini berdiri di depannya dengan jarak yang lumayan dekat.
“Mendekatlah kesini le!” Ucap sosok tersebut dengan suara berat.
Dengan sedikit keberanian ia mulai mendekati sosok tersebut, mata merah tersebut berwujud seekor serigala yang ukurannya dua kali lebih besar dari serigala aslinya. Jika dibandingkan mungkin serigala yang berada di depannya kini berukuran sebesar seekor sapi gemuk. Serigala tersebut berdiri kokoh di depan sebuah pohon beringin besar dan di lehernya terikat sebuah rantai kokoh yang menahannya agar tidak pergi kemanapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments