Bagian 1, part 2

Darah yang keluar membuat kepalanya berdenyut pusing. Tak ada hal apapun yang dapat Anja pikirkan dengan tenang, jadi... Saat tadi pak Tias membantunya berdiri dan berniat membawanya pulang, ia menurut tanpa paksaan.

Jalanan sekitar Tugu Lenggang, alasannya entah karena malam sudah kian larut atau mungkin juga karena hujan yang mengguyur kota Bogor selama dua jam. Mobil kemudian terjebak macet didaerah Citeureup karena jalanan licin, pengendara harus berhati-hati sebab ada begitu banyak mobil pengangkut barang ditengah jalan berlubang yang sedang beroperasi.Itu yang kemudian membuat wajah kesal dan tak sabar pak Tias nampak kepermukaan. Bukan kenapa, kepala Anja terluka dan beliau takut penanganan yang lambat dapat menyebabkan lukanya infeksi. Sebenarnya, ia bisa saja mampir ke klinik atau rumah sakit, tapi... beliau ingin segera sampai rumah dan menyelesaikan apa yang sudah terjadi. Lagipula di rumah ada Erna, putrinya yang saat ini baru diangkat sebagai dokter bedah.

"Anja, bagaimana perasaanmu sekarang?" mengekspresikan bentuk kekhawatirannya, beliau bertanya seraya melirik pantulan wajah Anja dibalik kaca kemudi.Gadis itu, sepanjang jalan diam saja. memandang keluar jendela dengan tatapannya yang jauh, seolah jiwanya sedang tidak bersamanya kini.

Anja diam tak merespon, ada berbagai emosi yang bercampur pada matanya yang kini memandang kosong kedepan. Pikirannya dipermainkan, namun ia tak dapat melakukan apapun walau hanya sekedar menangis. Ia belum sempat membela diri, belum menjelaskan apapun, tapi tadi sudah dihakimi, bahkan dipukul hingga berdarah. Apa memang sudah sepantasnya dunia tak mau mendengar suaranya?

"jangan khawatir, semua akan baik-baik saja!"tutur pak Tias berusaha memberinya ketenangan.

Benarkah?

Anja ingin sekali bertanya, hanya saja lidahnya terasa kelu. Sesuatu membius hingga kerongkongannya terasa sakit, seutas tali tak kasat mata mengikat hingga dadanya terasa sesak. Ayah dan ibunya membenci dirinya, sang adik menyalahkannya, apa benar mengingat apa yang terjadi semua akan baik-baik saja?

Sejenak, pak Tias membiarkan wanita berusia duapuluh tahun itu larut dalam pikirannya sendiri.

"Apa menurutmu, ini merupakan pukulan terbarat dalam hidupmu?" Ia melanjutkan,saat baru saja membanting stir dan memisahkan diri dari jalan utama.

"Saya adalah saksi bagaimana adik saya jatuh cinta. Sejak pertama kali bertemu Reka, bahkan saat terakhir kali menangis meminta izin untuk melangkahi pernikahan saya, semua itu tak ada yang tidak saya ketahui tentang hubungan mereka!"Anja mulai membuka suara.

"hanya... Saya tidak tahu hal ini akan terjadi!"tambahnya seraya tersenyum semu, kalimat itu terlalu pedih untuk diucapkan.Tenggorokannya tercekat oleh berbagai emosi yang tak dapat ia suarakan.

"maafkan kakak Vi!" jeritnya dalam diam, dadanya terasa sesak sementara tubuhnya berguncang menahan tangis dalam diam.

"maafkan kakak..."bisiknya dalam tangis yang menyakitkan.

"jangan takut, saya melihat dengan jelas kamu tidak bersalah.Saya tau permintaan maaf hanya sebuah kata yang tak berarti, tapi sebagai papinya Reka, saya ingin mengucapkannya. Bagaimanapun, saya mengerti disini kamu yang paling di rugikan"

"Terimakasih, Anja hanya tak tau bagaimana cara menjelaskannya pada Silvi!"Pak Tias tersenyum senang karena gadis itu mulai membuka diri.

"Reka yang akan bertanggung jawab menjelaskan semuanya pada adikmu, jangan khawatir lagi"

"Terimakasih!"

Dua mobil baru saja terparkir dihalaman rumah keluarga Tias. Sisa air hujan menyambut begitu Anja menjejakan kakinya diatas rumput hijau yang terbentang luas, aroma bunga sedap malam menusuk penciumannya, sejenak memberikannya rasa damai.

Ia ingin disini dulu sebentar, menghirup udara malam yang menenangkan.Namun, itu tak berlangsung lama. Saat kemudian, Reka turun dengan tatapan menghunus tajam.Wajahnya kusut, lampu taman berkedip bersamaan dengan suara pintu mobil yang ditutup dengan kencang.

Anja balik menatapnya, berpikir mengapa pria itu seolah menjadi korbannya disini.

"Reka, apa yang kamu lakukan?"Bentak pak Tias, Reka mendengus dan melepaskan tubuh Anja dengan kasa. Lalu, pria itu pergi dengan amarah yang mendominasi wajahnya.

"Reka, masukan mobilmu ke garasi!", teriak pak Tias, tapi laki-laki itu terus berjalan tak peduli.

"Anja, kamu masuk duluan ya. Saya mau masukan mobil Reka dulu!"

Anja tak menjawab, namun perlahan-lahan dia mulai memasuki rumah besar itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!