Di Keroyok Anak Sekolah Sebelah

Pagi di sekolah terasa biasa aja buat anak-anak lain.

Tapi buat Bima, “biasa” artinya latihan jadi orang paling normal sedunia.

Dia duduk di bangku belakang, senderan santai, earphone nempel di telinga. Dari luar kelihatan cuek banget, padahal kepalanya masih kebayang kejadian kemarin sore.

"Untung gue sempet belok ke gang. Kalo nggak, udah pasti ketemu rame-rame di jalan besar…"

Jari Bima ngetap ujung meja, matanya kosong ngeliat papan tulis.

“Eh, Bi! PR Matematika udah lo kerjain belum?” suara Raka, temen sebangkunya, bikin dia noleh.

Bima ngelirik malas, terus senyum tipis.

“Kayaknya lo udah tau jawabannya deh. Kalo PR gue nggak pernah beres.”

Raka ketawa. “Kelas 11 paling bandel emang lo, Bi. Muka adem doang, otaknya entah kemana.”

Bima cuma nyengir kecil. Enaknya jadi dia, orang-orang nganggepnya sekadar anak SMA males belajar. Padahal kenyataannya jauh lebih ribet dari itu.

***

Bel istirahat bunyi. Suara kursi keseret, anak-anak keluar kelas.

Bima berdiri santai, masukin tangan ke saku celana. Raka otomatis ngikutin dari belakang.

Mereka naik ke lantai atas, menuju ruang kosong bekas UKS. Sekarang ruang itu lebih sering jadi markas nongkrong anak-anak berandal.

Begitu pintu dibuka, udah ada beberapa wajah familiar. Anak-anak kelas sebelah, bahkan dua kakak kelas duduk sambil ngerokok dekat jendela.

Begitu Bima nongol, suasana langsung berubah.

“Woy, jagoan datang!” seru Dodi, kakak kelas kelas 12 yang biasanya disegani.

Meski coba nunjukin gaya, dia tetap ngangguk hormat ke arah Bima.

Bima cuma lempar senyum tipis, terus duduk di kursi tengah. Raka langsung ngeposisiin diri di sampingnya.

Obrolan ngalir: dari bahas guru killer, cewek-cewek cantik di sekolah, sampai kabar anak-anak sekolah sebelah yang katanya lagi cari ribut.

“Bi, gue denger kemarin sore ada yang coba ngikutin lo?” tanya salah satu kakak kelas. Nada suaranya penuh penasaran.

Semua pandangan langsung ke Bima.

Bima nyengir miring, muter-muterin pulpen di jarinya.

“Cuma bocah gabut. Nggak penting.”

Ruangan pecah sama tawa kecil. Mereka ngerti, kalau Bima ngomong begitu, artinya dia udah baca gerak-gerik lawan jauh sebelum mereka sadar.

Dodi maju dikit, nada suaranya lebih serius.

“Kalau mereka beneran nyari ribut, lo bilang aja. Anak-anak siap turun.”

Bima mendongak santai, matanya dingin.

“Gue yang kelarin duluan. Kalo udah kelewatan, baru lo semua ikut turun.”

Ruangan langsung hening sejenak.

Lalu, mereka semua manggut tanpa debat.

Biarpun beda angkatan, di ruangan itu jelas siapa yang jadi poros.

Bima—si jagoan yang dihormati sekaligus ditakuti.

Obrolan di ruang bekas UKS makin ngalor-ngidul. Dari gosip guru, rencana nongkrong malam minggu, sampai curhatan kakak kelas yang baru diputusin pacarnya.

Jam pelajaran udah bunyi, tapi nggak ada satu pun yang beranjak.

Bima duduk selonjor, muter-muterin pulpen di jarinya, cuek sama suara bel masuk.

“Eh, ini jam segini kita harusnya udah di kelas, Bi,” bisik Raka.

Bima cuman nyengir. “Santai. Guru juga udah biasa.”

Anak-anak lain ketawa ngakak. Mereka tahu, kalau Bima udah ngomong begitu, nggak ada yang bisa maksa.

Akhirnya, satu jam lebih mereka nongkrong di situ, sampai bel pulang bunyi.

***

Lorong sekolah ramai sama langkah kaki dan suara teriakan.

Bima berdiri duluan, nyampirin tas ke pundak.

“Gas,” katanya pendek.

Raka buru-buru ngikutin. Anak-anak lain masih pada ngerokok, ada juga yang ribut nyari alasan bolos.

Mereka turun ke kelas, cuma sekadar ngambil barang yang ketinggalan. Setelah itu, berdua jalan bareng keluar gerbang.

Sinar sore bikin bayangan panjang di aspal.

“Bi,” suara Raka pelan, “kalau nanti ada anak-anak sekolah sebelah nongol lagi, gue ikut, ya. Masa lo lawan sendiri terus?”

Bima ngelirik, senyum tipis.

“Rak, lo balik aja. Gue bisa sendiri.”

“Tapi kemarin sore—”

“Gue bilang bisa sendiri.” Nada Bima datar, tapi tegas.

Raka mendesah, akhirnya pasrah. Dia tahu, kalau Bima udah mutusin sesuatu, nggak ada gunanya dibantah.

Mereka berhenti sebentar di depan warung kecil dekat tikungan. Raka pamit belok, sedangkan Bima terus jalan lurus ke arah gang besar.

Sendirian.

Tas diselempangin santai, langkahnya tenang, tapi matanya awas.

Angin sore berhembus pelan, bikin dedaunan di atas kepala berisik.

Bima ngedengus kecil.

"Kalau mereka mau nyari ribut lagi… biarin. Gue nggak pernah kabur."

Bima melangkah sendirian melewati jalan besar yang mulai sepi. Anak-anak lain sudah sibuk dengan urusan masing-masing, ada yang nunggu angkot, ada yang nongkrong di pinggir jalan sambil ketawa-ketawa. Tapi langkah Bima lurus, nggak peduli sekitar.

Matahari sore makin rendah, sinarnya nyaring menabrak genteng rumah-rumah. Angin sore bawa bau aspal panas dan suara burung yang ribut pulang ke sarang.

Sepanjang jalan, tatapan orang-orang masih ada yang nyorot ke arahnya. Ada yang cuma nengok sebentar, ada juga yang bisik-bisik. Nama Bima memang udah keburu nempel di telinga banyak orang—anak yang jarang kalah kalau urusan tawuran.

Bima tetap santai. Tangan kanan masuk kantong, tangan kiri megang tali tas. Tapi matanya jelalatan, ngeliatin bayangan-bayangan kecil yang kadang kelihatan bergerak di sisi jalan.

Setiap melewati tikungan, dia ngedengus pelan.

"Masih pada niat nyari gue, apa nggak kapok kemarin sore?"

Langkahnya masuk ke gang panjang yang lebih sepi. Suara sandal dan sepatu orang lain udah jarang. Hanya suara langkahnya sendiri yang beradu sama aspal.

Tapi… semakin jauh masuk, makin terasa ada yang aneh.

Suara kecil seperti gesekan sepatu dari belakang. Sekilas, bayangan hitam melintas di ujung gang.

Bima nggak langsung nengok. Dia berhenti sebentar, ngeliat ke kaca spion motor yang parkir di pinggir jalan. Dari pantulan, ada beberapa sosok remaja dengan seragam sekolah berbeda, baru aja nongol dari tikungan.

Bima senyum tipis.

“Dugaan gue bener.”

Dia jalan lagi, tenang, seakan nggak tahu. Tapi di dalam kepalanya, udah ngitung langkah, posisi, dan jumlah mereka.

Suara langkah itu makin jelas, makin deket.

Sampai akhirnya, dari belakang, terdengar teriakan kasar:

“BI—MA!”

Bima berhenti.

Nafasnya pelan, bahunya naik turun sebentar. Dia nggak langsung balik, cuma ngedongak ke langit sore yang merah.

Baru setelah itu, dia putar badan.

Di ujung gang, berdiri segerombolan anak sekolah sebelah—seragam mereka kusut, wajahnya penuh sengit.

Salah satu dari mereka maju setengah langkah, nunjuk ke arah Bima.

“Kemarin sore lo kira lucu, hah? Ngumpet-ngumpet kayak pengecut terus bikin anak-anak mikir kita yang lo ejek?”

Bima nyeringai miring.

“Lucu aja liat kalian ribut sendiri. Gue bahkan nggak sempet ngapa-ngapain.”

Gerombolan itu makin maju, mata mereka panas. Jumlahnya jelas lebih banyak dari Bima.

Bima berdiri tegak, nggak mundur.

“Kalau kalian mau buktiin sesuatu, ayo sini. Gue nggak lari kali ini.”

Episodes
1 Memiliki Dua Sisi
2 Di Keroyok Anak Sekolah Sebelah
3 Jawara Tak Terkalahkan
4 Cuman Tampangnya Aja yang Alim
5 Mancing Mania Mantappp
6 Benih Cinta? Atau Waspada?
7 Perasaan Tulus
8 Kali Ini Pulang Malem
9 SMK Sebelah Ngajak Ribut
10 Nentuin Strategi Buat War
11 Adu Jotos Ama Eksekutif
12 Situasi Genting Tanpa Pemimpin
13 Strategi Buat War SMK Garuda
14 Hari H War Penaklukan Sekolah
15 Final Jawara Vs Monster
16 Makin Riuh Makin Panas
17 Pertarungan Ganasss
18 War Kepaksa Bubar
19 Keharmonisan Jawara
20 Anak Rumahan
21 Ketidakhadiran Pemimpin
22 War Tanpa Jawara
23 Bahas SMK Kolombus
24 Pemilihan Lawan Yang Cocok
25 Malam Yang Tak Terduga
26 Hari -1
27 Hari H War
28 Ketegangan Pertandingan Eksekutif 1
29 Pertandingan Selesai
30 Kompetisi Bela Diri Antar Sekolah
31 Pendataan Calon Peserta
32 Jurus Pamungkas Bima
33 Pertandingan Pertama
34 Profesional Melawan Amatir
35 Power Ketemu Speed
36 Pertarungan Dimas dengan Penuh Taktik
37 Yang Di Tunggu Tunggu
38 Pertarungan Atlet Profesional
39 Kemenangan Menuju Semifinal
40 Dodi Sang Pendominasi
41 Pertandingan Reputasi Hidup Mati
42 Rematch Duo Legenda
43 Pertarungan Penentuan Legenda
44 Kebingungan Para Juri
45 H-6 Kompetisi Antar Sekolah
46 Penuh Ejekan
47 Para Peserta Kompetisi Bela Diri
48 Menjelajahi Jejak Mantan Pemimpin
49 Hari Yang Ditunggu Tunggu
50 Perlawanan Bhakti Persada
51 Diwaspadai
52 Jeda Pertandingan
53 Perlawanan Semi Final Kolombus
54 Penentuan Kemenangan Yang Menggantung
55 Hari Yang Ditunggu Tunggu
56 Duel Final Panas
57 The Dark Shadow
58 Jejak Bagai Bayangan
59 Menggali Jejak Masa Lalu
60 Menggali Jejak Masa Lalu 2
61 Menggali Jejak Masa Lalu 3
62 Masa Lalu Yang Perlahan Terbongkar
63 Perjalanan Menuju Kota Pusat
64 Gangguan Persiapan
65 Sparing Yang Melelahkan
66 Pria Dengan Bekas Luka
67 Tiap Ronde Bagaikan Neraka
68 Teknik Bayangan Yang Tercapai
Episodes

Updated 68 Episodes

1
Memiliki Dua Sisi
2
Di Keroyok Anak Sekolah Sebelah
3
Jawara Tak Terkalahkan
4
Cuman Tampangnya Aja yang Alim
5
Mancing Mania Mantappp
6
Benih Cinta? Atau Waspada?
7
Perasaan Tulus
8
Kali Ini Pulang Malem
9
SMK Sebelah Ngajak Ribut
10
Nentuin Strategi Buat War
11
Adu Jotos Ama Eksekutif
12
Situasi Genting Tanpa Pemimpin
13
Strategi Buat War SMK Garuda
14
Hari H War Penaklukan Sekolah
15
Final Jawara Vs Monster
16
Makin Riuh Makin Panas
17
Pertarungan Ganasss
18
War Kepaksa Bubar
19
Keharmonisan Jawara
20
Anak Rumahan
21
Ketidakhadiran Pemimpin
22
War Tanpa Jawara
23
Bahas SMK Kolombus
24
Pemilihan Lawan Yang Cocok
25
Malam Yang Tak Terduga
26
Hari -1
27
Hari H War
28
Ketegangan Pertandingan Eksekutif 1
29
Pertandingan Selesai
30
Kompetisi Bela Diri Antar Sekolah
31
Pendataan Calon Peserta
32
Jurus Pamungkas Bima
33
Pertandingan Pertama
34
Profesional Melawan Amatir
35
Power Ketemu Speed
36
Pertarungan Dimas dengan Penuh Taktik
37
Yang Di Tunggu Tunggu
38
Pertarungan Atlet Profesional
39
Kemenangan Menuju Semifinal
40
Dodi Sang Pendominasi
41
Pertandingan Reputasi Hidup Mati
42
Rematch Duo Legenda
43
Pertarungan Penentuan Legenda
44
Kebingungan Para Juri
45
H-6 Kompetisi Antar Sekolah
46
Penuh Ejekan
47
Para Peserta Kompetisi Bela Diri
48
Menjelajahi Jejak Mantan Pemimpin
49
Hari Yang Ditunggu Tunggu
50
Perlawanan Bhakti Persada
51
Diwaspadai
52
Jeda Pertandingan
53
Perlawanan Semi Final Kolombus
54
Penentuan Kemenangan Yang Menggantung
55
Hari Yang Ditunggu Tunggu
56
Duel Final Panas
57
The Dark Shadow
58
Jejak Bagai Bayangan
59
Menggali Jejak Masa Lalu
60
Menggali Jejak Masa Lalu 2
61
Menggali Jejak Masa Lalu 3
62
Masa Lalu Yang Perlahan Terbongkar
63
Perjalanan Menuju Kota Pusat
64
Gangguan Persiapan
65
Sparing Yang Melelahkan
66
Pria Dengan Bekas Luka
67
Tiap Ronde Bagaikan Neraka
68
Teknik Bayangan Yang Tercapai

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!