Langkah kaki ramping itu terus mengayun. Mendekati si naga tanpa rasa ragu sedikitpun.
"Hei, Nona, berbahaya!" pekik Kord. Melihat sang naga menoleh dengan mulut terbuka ke arah si gadis.
Acuh tak acuh, gadis itu menoleh sekilas ke arah kami tanpa ada niat memelankan langkahnya. Sampai akhirnya dia berhenti di dekat si naga.
"Kau ingat kan apa yang aku minta, Shege?" tanya si gadis pada naga.
"Growl." Naga itu menjawab dengan gerungan pelan sambil menggerakkan kepalanya ke arah luka di badan.
Mata hijau itu berkeling sedih. Tanpa ragu, dia kemudian memeluk si naga yang telah duduk di atas keempat kakinya. Linang air mata turun membasahi pipi si gadis yang gembil. Sekilas aku teringat Woofy.
"Hei, apa mungkin gadis itu adalah wujud lain petapa jahat yang waktu itu kita temui di rumahmu?"
"Hah?" Aku melongo mendengar pertanyaan absurd Kord. Karena, sejauh yang aku tahu, Artapatu tidak pernah berubah wujud jadi seorang gadis. Bahkan aku ragu dia punya keahlian itu.
Jadi, siapa pula gadis itu? Atau jangan-jangan ....
Brak!
Pintu ganda besar, jauh di seberang kami, menjeblak terbuka didorong kekuatan beberapa pria besar berotot. Bangsawan Arson dan rombongan para peserta sayembara datang dengan tampang beringas.
"Growl!" Si naga yang mungkin bernama Shege itu menggeram penuh ancaman ke arah mereka.
Si gadis berlari ke tengah keduanya. Dia merentangkan tangan, lalu dengan suara yang parau mulai berkata, "Sudah! Cukup dengan semua pertarungan bodoh ini. Letakkan senjata kalian dan pergi dari sini. Aku tidak membutuhkan pertolongan kalian. Aku mohon, pergilah."
Suara gaduh dari rombongan itu terdengar. Mereka berbicara sambil menunjuk-nunjuk si gadis, dan kalau tidak salah dengar, beberapa kali nama Asaru disebut oleh mereka.
Apa benar gadis cantik itu adalah putri Asaru? Yah, kalau dilihat penampilan dan kecantikannya sih, memang dia seperti seorang putri. Tetapi, kalau benar seperti itu, kenapa dia malah bersahabat dekat dengan naga yang menculiknya?
Belum terjawab pertanyaanku itu, Bangsawan Arson maju sampai ke hadapan. Hanya berjarak beberapa hasta dari si gadis. Dengan sikap angkuhnya, dia menarik pedang yang tersarung dan menodongkannya ke arah Putri Asaru.
Hei! Apa maumu sebenarnya, Bodoh? Dia adalah putri kerajaan yang mau kita selamatkan!
Melihat itu, Sang Naga meraung marah. Mulutnya terbuka lebar siap menerjang, walau senjata yang bisa melukainya teracung di hadapan.
"Tenang, Shege. Dia tidak akan berani mendekat," ujarnya menenangkan sang naga.
"Hei, kenapa kau todongkan senjata itu? Bukankah dia Putri Asaru?" Salah seorang anggota rombongan berteriak. Menyuarakan keherananku, atau mungkin malah kebingungan seluruh orang di sini.
"Apakah kalian buta!? Lihat bagaimana naga sialan yang telah membunuh beberapa orang dari kita, malah berhubungan dekat dengan orang yang menyamar menjadi Putri Asaru! Dialah petapa busuk yang hendak menghancurkan kerajaan Capitor kita tercinta!" ucap si bangsawan. Menggema ke telinga semua orang.
Kasak-kusuk kembali terdengar di antara kumpulan itu. Ada yang percaya dan ada juga yang tidak pastinya. Itu wajar. Aku pun sebenarnya bingung dengan jalan cerita kisah ini. Terlalu banyak ketidakcocokkan yang saling bertabrakan. Bingung menentukan mana yang benar dan mana yang salah.
Si Gadis bungkam. Tidak menampik tuduhan Arson. Aku melongok melewati tubuh besar si naga, demi mendapati linangan air mata kembali mengalir di pipinya.
"Kalian lihat! Penipu ini tidak dapat berbicara, karena topeng kebohongannya sudah terbongkar! Apa lagi yang kalian tunggu? Bersiaplah! Angkat senjata kalian demi kemenangan dan kejayaan Kerajaan Capitor! Bunuh penipu itu dan naga jahatnya, lalu kita selamatkan putri Asaru yang asli!" Arson berucap dengan menggebu-gebu. "Percayalah! Ini semua sudah diberitahukan Peri Hutan kepadaku!"
Riuh rendah pecah. Ada banyak pria yang maju ke muka dengan senjata teracung. Walau ada juga beberapa orang kulihat masih ragu melangkah. Anak panah sudah ditarik dan diarahkan langsung kepada si gadis yang dituduh sebagai peniru Putri Asaru. Sementara, sang naga menggeram dalam posisi siap menerjang sambil menaungi sobatnya tersebut.
Aku terpaku. Ada dorongan untuk bertindak dan masuk dalam konflik mereka. Tetapi, bingung memutuskan harus memihak ke mana.
"Hei, apa yang kau lakukan!?" Kord menjerit kaget saat aku mengambil pisau yang tersarung di pinggangnya. Tindakan spontan dari keputusan yang aku ambil sekilas.
Aku berlari menghampiri mereka dan menempatkan diri di dekat si gadis. Menatap kedua kubu bergantian, dengan tangan tergenggam gemetaran memegang pisau.
"Hahaha. Bagus, sekarang kau tusuk si palsu itu dengan pisau, biar aku nanti yang mengurus naganya. Lakukan! Bukankah kau teman si gendut itu? Untuk kalian berdua akan aku berikan serat ...."
Arson bungkam saat melihat aku mengacungkan pisau ke arahnya. Sementara, Shege si naga kembali mengarahkan fokusnya kepada rombongan sang bangsawan. Menyudahi geraman penuh ancamannya kepadaku.
"Kau ...," kata si gadis dengan suara bergetar.
"Aku Sam. Yah ... dan, hai." Jujur, aku tidak tahu mau mengucapkan apa. Yah, setidaknya dia sudah tahu namaku.
"Bodoh! Bisa apa kau dengan sebilah pisau di hadapanku dan para prajurit pemberani di belakang. Hahaha. Seperti yang sudah kuduga dari cerita temanmu, ternyata kau benar sudah bersekutu dengan si petapa jahat itu!"
Aku menelan ludah dengan napas tertahan. Kembali berpikir, apa yang mendorongku hingga berada di posisi ini. Apakah dorongan Sam, atau memang benar gadis itu mempunyai sihir pemikat? Dan bisa jadi, mungkin itu adalah dorongan hatiku yang entah kenapa lebih memihak kepada sang gadis dan naganya. Lepas dari fakta aku tidak menyukai bangsawan cerewet itu.
"Aku masih berbaik hati. Kuberi kau waktu sampai hitungan ke sepuluh. Bunuh penipu itu, dan akan aku berikan kejayaan juga kemuliaan kepadamu. Atau bersiaplah mati sebagai pengkhianat kerajaan," ancam Arson dengan penuh kemurahan hati. Walau aku tahu dia berusaha keras menutupi ketakutannya karena melihat Shege sudah siap menghembuskan napas api.
Aku masih diam terpaku saat Arson memulai hitungannya. Tidak tahu apa yang harus aku lakukan dengan hanya bermodal sebilah pisau. Berharap Shege bisa lebih dahulu menyemburkan api, sebelum Arson menerjang dengan pedang berpendar ungu miliknya. Kalau sampai dia yang lebih dahulu menyerang, aku tidak yakin pisau ini mampu menandinginya.
"Guk!"
Atau, Yah ... Woofy muncul dan membantuku menghadapi mereka.
Eh, tunggu dulu. Suara gonggongan itu terasa nyata. Tidak seperti tadi yang hanya gema kenangan di kepalaku.
"Sembilan!"
"Guk!"
Sosok kecil berbulu coklat tiba-tiba meloncat demi menggapai bokong sang bangsawan yang tidak tertutup pelindung. Membuatnya berteriak kaget karena kesakitan.
Aku tersenyum melihatnya. Woofy masih hidup, meskipun tubuhnya kotor dan dipenuhi luka juga bercak darah. Dia pasti berjuang keras demi dapat ke kastil ini.
Shege tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia langsung menanduk tubuh Arson hingga terpental. Woofy melepas gigitannya saat itu terjadi. Anjing kecil berbulu coklat itu langsung berdiri menantang sambil menggeram ke arah para peserta sayembara
"Growl!" raung Shege. Ternyata bangsawan sialan itu masih sempat menyarangkan serangan dan melukai kepala si naga.
Shege jatuh terkapar dengan darah yang mengucur.
"Shege!" pekik si gadis dengan suara bergetar.
"Tunggu apa lagi? Serang sekarang!" Perintah Arson sambil meringis kesakitan menahan luka di pantat, dan sesak di dada.
Pasukan dengan senjata teracung bergerak mengikut perintah. Setidaknya sampai setengah jalan, sebelum gumpalan bulu putih besar memporak-porandakan barisan mereka.
"Wrough!" Woofy menyalak begitu sudah berada dalam bentuk serigala peraknya di dekat kami.
Mendengar suara menggelegar penuh ancaman itu, mereka langsung lari tunggang-langgang. Kaget plus ketakutan. Tidak peduli lagi dengan senjata yang tadi mereka bawa penuh kebanggaan.
"Shege, bertahanlah," lirih si gadis.
Aku menoleh demi menemukan kesedihan di sana. Gadis itu menangis bersimpuh di samping kepala bersisik merah yang tergeletak.
Aku hampir ikut terbawa, sampai tubuh si naga terurai menjadi jutaan bulu merah yang membumbung ke atas. Untuk kemudian hilang menguap. de javu!
Dan benar saja. Persis seperti Woofy, naga itu berubah wujud menjadi makhluk yang jauh lebih kecil. Seekor burung berbulu merah, yang terkapar lalu diangkat dalam tangkupan tangan si gadis.
Sebentar! Burung itu jangan-jangan. Ya, kalau ingatan Sam benar, burung itu yang memulai kekacauan di parade. Mematuk Woofy dan membuat kejar-kejaran dua hewan absurd hingga parade kacau balau dan hampir membuat Putri Asaru celaka.
Eh, kalau begitu, apakah semuanya berhubungan?
"Sialan! Mati kau!"
Aku tidak lagi sempat memikirkan jawaban dari pertanyaan yang mengganjal itu. Karena saat aku menoleh ke arah sumber suara, Arson sudah berlari kalap mendekatiku dengan pedang saktinya teracung. Jelas sekali dia hendak menyerang. Aku mati langkah. Tidak tahu harus berbuat apa.
"Wrough!"
Woofy menerjang dan menanduk Arson dari belakang. Membuatnya terpelanting jauh dan jatuh tersungkur tak sadarkan diri.
Woofy kemudian menyapukan ekornya ke arahku, sampai mencapai Putri Asaru yang masih bersimpuh sedih dengan tangan mengatup di dada. Sapuan lembut itu ternyata cara Woofy mengangkat tubuh kami berdua untuk ditempatkan di punggungnya.
"Tunggu, Woofy. Bawa juga Kord di sana!" perintahku sambil menunjuk si tambun yang melongo sambil gemetaran.
"Wwwaaa! Ampuni aku! Jangan makan aku!" Itu teriakan terakhir Kord, sebelum dia pingsan.
Setelah mengangkut Kord menggunakan mulutnya, Woofy langsung menjebol tembok kastil. Demi membawa kami kabur dari sana. Menerobos hutan di malam dingin dengan laju yang begitu cepat. Berusaha lari dari marabahaya yang aku yakin masih bernafsu memburu kami. Dengan alasan yang entah apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
PotatoYubitisfira
Sempat-sempatnya dia teriak :"(
2020-11-24
0
BEE (@tulisan_bee)
Good job Woofy
2020-05-16
1
Honey
masih berharap Woofy adalag kucing. Hhhh.
2020-04-07
2