Semua orang pasti pernah membayangkan dapat terbang tinggi di langit. Seperti seekor burung, pesawat jet, atau Suparman sang pahlawan super. Saat berkhayal seperti itu, tentu hanya terbayang nikmatnya saja. Tidak perlu capek berjalan, atau tidak harus terjebak di kemacetan saat jam sibuk.
Seperti itulah yang mereka kira. Tetapi, tunggu sampai kalian merasakannya sendiri. Bagaimana ngerinya dibawa terbang ke angkasa luas oleh seekor naga buas yang sedang terluka. Terpontang-panting ke sana ke mari dengan hanya berpegangan pada seutas rantai besi yang tersangkut di sisiknya.
Ya, kami dibawa terbang oleh sang naga tanpa disadarinya. Dia membumbung tinggi hanya dengan tiga kali kibasan sayap, hingga ke langit-langit kastil yang dia jebol dengan tandukan kepala. Membawa kami untuk "menikmati" pemandangan indah malam hari di tengah udara. Dihempas tak tentu arah, dengan tamparan manja angin ganas, dan itu semua tanpa mengenakan pengaman. Pengalaman langka yang tidak mungkin aku ingin ulangi lagi.
"Jangan muntah, dan tetap sadar! Atau aku hajar kau nanti!" ancamku saat melihat pipi Kord mengembung dengan mata yang sayu!
"I-iya. Ta-tapi ...."
Ucapannya tidak pernah terselesaikan, karena saat itu si naga menukik tajam setelah berputar-putar sebentar di langit. Kami otomatis berteriak histeris. Kaget campur ngeri. Memejamkan mata karena takut sekaligus tidak kuat--perih--menerima terjangan angin kencang.
Entah ke mana dia menuju, yang pasti, untuk sekilas aku merasakan ada guncangan disusul semburan tebaran debu. Hampir mirip seperti saat si naga menerjang atap untuk keluar.
Benar saja. Kami ternyata dibawanya ke sebuah tempat. Mungkin masih bagian dari kastil tadi, karena sekilas kulihat dindingnya juga terbuat dari susunan bebatuan.
Di dalam ruangan luas itu, dia terbang berputar. Tetap membawa kami yang terus terombang-ambing di tengah udara. Aku melihat ke bawah untuk mengukur jarak kami sampai ke tanah. Saat itu aku mulai kembali mencoba melepaskan belitan rantai yang sudah kutemukan celahnya.
"Hei! Apa yang kau lakukan!?"
"Melepaskanmu. Apalagi?"
"Kau mau kita mati!? Lihat, kita masih dibawa terbang olehnya!"
"Percayakan saja padaku. Paling hanya sakit sedikit saat terjatuh. Dibandingkan harus terinjak saat dia mendarat dan dijadikan panggangan untuk santapannya"
"Tidak! Tidak! Jangan bodoh, Sam! Aku tidak mau!"
Kord memberontak demi mempertahankan belitan rantai di tangannya dari jamahanku. Tetapi, justru hal itu mempermudah ikatannya terlepas.
Kami terpelanting keras. Sialnya, dengan penuh kebiadaban, Kord mendekap tubuhku begitu erat. Mungkin berharap bisa menjadikanku bantalan saat mendarat nanti.
Bruk!
Kami mendarat mulus pada tumpukan jerami tebal di ujung ruangan. Tidak terlalu sakit, jika seandainya saja tubuh berat Kord tidak menghimpitku.
"Benar seperti katamu. Rasanya tidak sakit sama sekali," ucap Kord setelah berguling dari atas badanku lalu berdiri.
Aku menatap Kord tajam sambil memegangi dada yang sesak bagai dihantam beban ratusan kilo. Terbatuk-batuk saat bernapas. Senyum lebarnya berubah jadi cengiran canggung.
"Tunggu nanti habis dari sini. Akan aku hajar perutmu itu!" ancamku dengan tangan terkepal.
"Ah ... ya .... Hei. Kita ada di mana ya? Beruntung ya kita mendarat di atas tumpukan jerami ini. Hahaha." Dengan konyolnya, Kord berusaha mengalihkan pembicaraan.
Aku ingin membalas ucapannya. Namun, debum keras mengalihkan perhatian kami. Hanya berjarak 15 meter dari tempatku berada. Naga bersisik merah delima itu mendarat. Kami diam membeku. Terlebih lagi saat pandanganku bertemu dengan mata merah nanarnya.
"Growl!" teriaknya marah.
Kami langsung mengkerut ketakutan. Memepet dinding, dan bahkan aku berharap bisa tertelan ke dalamnya--karena ternyata ada pintu rahasia.
Tidak mungkin, karena ini bukan film detektif dengan banyak jalan dan lorong rahasia di tempat kejadian perkara. Ah, seandainya saja.
Aku menoleh ke kanan dan kiri. Berharap ada jalan keluar untuk bisa kabur dari situasi berbahaya ini. Nihil! Hanya ada tumpukan jerami membentang luas dari satu pilar di kanan ke pilar lainnya jauh di kiri. Terbetik satu dugaan, apakah mungkin tumpukan jerami tempat kami berada adalah sarang si naga? ******! Pantas kalau dia bertambah marah.
Hei, siapa yang tidak emosi setelah di-bully, dan saat pulang malah menemukan kamarnya ditempati dua kroco yang menjadi anggota pem-bully di sana. Yah, kira-kira begitu. Dan artinya, kesempatan kami hidup lebih tipis dari pada selembar tisu.
"Kord. Kita lari!" bisikku tanpa mengalihkan pandangan dari si naga.
"Ke mana?" tanyanya dengan suara mencicit.
"Entah. Yang pasti keluar dari sini. Kau sadar tidak, kalau tumpukan jerami ini adalah sarangnya?"
"Ya, eh ... tapi aku tidak sanggup."
"Lari! Atau kau pasrah jadi makanan naga? Kau ke kiri, aku ke kanan. Setidaknya salah satu dari kita tidak akan dikejarnya."
Usai berkata, aku mengambil ancang-ancang untuk mulai berlari. Tapi, Kord sialan itu malah mencengkram tanganku. Menahanku agar tidak bisa berlari.
"Temani aku. Aku takut hingga tidak bisa berlari. Tolong. Aku janji akan jadi yang pertama dimakannya, tapi tolong jangan pergi!" rengek Kord. Meremas tanganku semakin keras.
Sudah habis kesabaranku. Sebelah tangan yang bebas sudah terkepal, dan siap aku jotoskan ke mukanya. Masa bodo kalau dia sampai pingsan dan dimakan.
"Growl!"
Naga itu kembali menggeram marah, sebelum sempat kugerakkan tangan ini. Dia kemudian mendongak, dan bersiap menyemburkan napas apinya ke arah kami.
Sial! Aku hanya bisa pasrah. Memejamkan mata dan berharap ada keajaiban yang akan datang. Entah tiba-tiba saja si naga tersedak sehingga tidak jadi menyemburkan apinya, atau mungkin akan datang seorang bidadari yang menyelamatkan kami. Harapan kosong, tetapi apa lagi yang bisa aku lakukan di saat genting seperti ini?
"Hentikan! Jangan lakukan itu, Shege!" Suara lembut dengan intonasi tegas terdengar entah dari mana.
Aku membuka mata, dan melihat si naga menghembuskan asap hitam tebal dari hidungnya. Dia urung menjadikan kami daging panggang karena perintah tersebut. Didorong rasa penasaran, aku celingak-celinguk mencari sosok yang telah menyelamatkan kami.
Ya Tuhan.
Doaku terkabul secara instan! Bidadari cantik bergaun putih muncul dari balik pintu ganda yang ada di sebelah kanan ruangan. Wajahnya yang cantik merona merah. Rambut hitamnya yang terurai bergoyang penuh kilauan saat dia berjalan cepat menghampiri. Dari jarak yang dekat, aku terpesona menatap mata hijaunya yang berbinar.
Siapa dia? Jangan-jangan benar doaku terkabul, dan Tuhan mengirim bidadari dengan pipi bersemu merah itu untuk menyelamatkan kami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
PotatoYubitisfira
Benar, gue suka fantasinya. Entah kenapa, hiks ...
2020-11-24
1
BEE (@tulisan_bee)
Fantasi yang ingin ku scroll terus sampai akhir. Good job Thor 🙏
2020-05-16
2
Honey
Ciyeeh.
2020-04-07
2