Pertama kali bertemu dengannya, ada perasaan mengganjal yang begitu saja timbul. Bisa jadi karena sikap ramahnya kepadaku yang bukan siapa-siapa. Jauh dari prediksi dan penilaianku saat di penginapan waktu itu.
Aku masih berusaha berpikir positif, walau tidak bisa menyingkirkan kecurigaan di benak. Mungkin itu hanya keminderan Sam, yang tidak terbiasa bergaul dengan bangsawan. Hanya mungkin, karena anehnya, sedari tadi Arson tidak melepas pandangannya dariku. Seperti seekor serigala kelaparan yang sedang mengintai buruannya. Aku mulai tidak nyaman saat menyadari hal itu. Berharap bisa segera menjauh dari sana.
Sayangnya, hal itu tidak pernah terjadi. Tanpa sungkan, bangsawan itu meminta "pertolongan" kepadaku. Memintaku untuk bergabung dengan pasukannya. Suatu kehormatan yang berharga 1000 dem.
Gila! Itu terlalu murah!
Seribu dem untuk tugas yang mempertaruhkan nyawa! Bukan garis terdepan dengan membawa tombak, atau prajurit penyerang dengan pedangnya memang. Tetapi, unit bagian belakang, yang bergerak sendiri tanpa bantuan tim lain. Tanpa senjata dan hanya dibekali rantai besi berpasak, serta sebuah palu. Bertugas menjerat dan mencegah si naga untuk terbang sambil menyemburkan napas apinya.
Mau tidak mau aku harus setuju, karena bisa-bisa nanti aku kembali dituduh sebagai penjarah. Lagi pula, kalau pun diberikan senjata macam pedang atau tombak, aku tidak yakin berguna untuk melawan si naga. Pun aku tidak mahir menggunakannya.
Hari menjelang malam. Para peserta sayembara yang sudah siap tempur berkumpul di depan gerbang masuk kastil, yang terdapat parit lebar sebagai pembatas. Terasa aura penuh semangat yang menguar di antara riuh rendahnya vokal para pria bersenjata, yang tidak sedikitpun gentar walau lawannya adalah naga penyembur api. Mungkin karena ada Arson dan pedangnya.
Tidak lama. Pria berambut pirang dan berwajah licin itu, keluar dari kemah besarnya. Berdiri di barisan terdepan dengan penuh percaya diri. Mengangkat sebelah tangannya. Membuat kerumunan bungkam seketika. Fokus kepadanya.
"Pejuang!" Teriaknya dengan sebelah tangan terkepal.
Pekik beriring denting ratusan senjata terdengar, saat para pengikut sayembara membalas seruan Arson. Tidak sadar, aku mengikuti mereka berteriak. Terdorong semangat yang menguar.
"Di seberang parit ini. Seperti yang kita tahu, seekor naga bersemayam. Naga ganas dengan napas api yang telah menculik Putri Asaru atas perintah petapa sakti jahat, demi menghancurkan kerajaan Capitor. Seperti yang dikatakan Sang Peri Hutan," ucapnya. "Ya, petapa sakti jahat yang dahulu bersemayam di Rimba Gelap. Penguasa para hewan buas dan mempunyai wujud lain sebagai seekor beruang raksasa. Dia ternyata belum terbunuh oleh kedua saudara petualang, dan selama ini terus bersembunyi untuk menunggu kesempatan membalaskan dendamnya. Dan, kini dia kembali datang untuk menguasai kerajaan Capitor! Bahkan seluruh wilayah di benua Suno. Apakah kalian akan berdiam diri setelah mengetahuinya!?"
Mendengar itu, memori Sam muncul ke permukaan. Tentang cerita dua bersaudara yang mengalahkan seorang petapa jahat dalam wujud beruang. Demi membalaskan dendam ayah mereka. Dongeng pengantar tidurnya sewaktu kecil.
Hei, tunggu dulu! Petapa sakti jahat? Apakah yang dia maksud adalah Artapatu? Apa maksudnya? Sumpah, aku semakim bingung dengan cerita di buku terkutuk ini. Siapa yang jahat, dan siapa yang baik sebenarnya?
Sorak sorai terdengar menjawab pertanyaan itu, sampai Arson kembali mengangkat sebelah tangannya. Meredam suara bising sebelum dia melanjutkan ucapannya.
"Tentu tidak! Oleh karena itu, kita berjuang bersama di sini, sebagai satu kesatuan, untuk kerajaan Capitor tercinta. Demi melindungi benua Suno, dari tangan kejahatan yang kotor. Bergerak dalam satu komando dariku. Tidak perlu takut kalian pulang dengan tangan hampa, karena aku pastikan dengan jaminan nyawa ini, kalian akan mendapatkan hadiah yang pantas tanpa terkecuali!"
Serentak, suara teriakan semangat sekali lagi terdengar. Malah lebih kencang dari sebelumnya. Tidak perlu dijelaskan mengapa.
Pekik itu semakin keras menggedor gendang telinga, saat Arson menghunus pedang dan mengangkatnya tinggi. Aku terbelalak kagum melihat sebilah pedang yang memendarkan cahaya ungu. Kagum, namun sekaligus merinding ngeri. Entah kenapa.
Lepas dari perasaan ganjil menggelayuti. Melihat pendar ungu yang diacungkan Arson, aku tahu dan yakin benar, pedang itu memiliki tuah sakti. Mungkin pula bisa menembus sisik si naga yang begitu keras. Aku yakini seperti itu, karena melihat latar waktu dunia ini, tidak mungkin kan ada lampu neon yang bisa dipasangkan ke dalam pedang.
"Bersiaplah, dan kita raih kemenangan dengan menancapkan pedang ini. Tepat ke jantung sang naga bersisik merah delima!"
Riuh lagi untuk terakhir kalinya. Sebelum pekik itu bersatu menjadi gumpalan semangat saat mengambil langkah memasuki kastil batu tua di hadapan. Sarang sang naga untuk menyekap Putri Asaru. Medan pertempuran kami, yang akan penuh teror dari sang naga utusan petapa sakti jahat.
Derap kami terdengar menggema, membuat tanah di sekitar bergetar hebat. Aku was-was saat melangkahkan kaki di jembatan kayu penghubung ke pintu masuk kastil, yang juga berfungsi sebagai gerbang. Bagaimana tidak. Kayu pijakan itu berderit kencang, dan saat aku lihat, sudah melengkung demi menahan beban kami. Untungnya, bisa bertahan selepas aku berhasil melewatinya dan memasuki lorong pendek pintu masuk kastil. Menghubungkan ke gerbang ganda besar yang terbuka lebar.
Aku tercengang saat pertama kali saat melihat bagian dalam kastil ini. Begitu luas dan kokoh, namun remuk redam di hampir seluruh bagian. Tangga rompal, tembok yang jebol, langit-langit berlubang, pilar besar keropos, lantai yang hancur bahkan membentuk kawah, hingga bekas legam terbakar di banyak tempat.
Apa mungkin itu semua dampak dari pertarungan dengan si naga "ramah"? Atau mungkin bekas pertarungan besar jauh hari sebelumnya?
Tidak jelas. Hanya ada sedikit informasi dari ingatan Sam, yang mengatakan kalau kastil ini sudah lama terbengkalai dan terkenal angker. Bahkan, pihak kerajaan pun sudah memberikan larangan keras agar tidak mendekati kastil tua berusia ratusan tahun ini.
Aku masih terus melangkah maju mengikuti arus. Tidak tahu posisi jelas, sampai obor-obor yang menempel di dinding, satu persatu dinyalakan. Suasana remang-remang dengan hanya cahaya bulan sebagai penerang, mulai memudar. Agak terang, walau tidak seterang jika menyalakan lampu di rumah. Tetapi cukuplah.
Jujur, karena penerangan redup dari nyala api obor yang terus bergoyang-goyang itu, suasana menyeramkan seperti di film horor terbangun lengkap. Alih-alih takut akan kemunculan si naga, aku lebih was-was bakal ada pria muka rusak dengan jari-jari berpisau yang muncul dan membantai kami. Atau mungkin kemunculan sesosok hantu wanita mengenakan daster putih, bertaring panjang, yang bertujuan memangsa para lelaki. Santapan favoritnya.
"Bersiap ke posisi!" perintah Arson sambil mengacungkan tinggi pedangnya.
Arus pergerakan manusia di dalam kastil seketika menderas. Aku terombang-ambing di tengahnya. Bingung harus ke mana, karena saat pengarahan tadi, jujur saja aku tidak mendengarkannya. Karena malas bercampur kesal akan sikap sombong si bangsawan saat berbicara.
"Hei, Sam! Sam! Sebelah sini!" panggil Kord sambil melambaikan tangannya yang terangkat tinggi.
Aku menghampirinya saat itu juga. Melawan arus manusia yang tengah bersiap menempati posisinya. Menyelinap dari sela ke sela. Untung badan Sam masih terbilang kecil, jika dibandingkan rata-rata para peserta sayembara lainnya, sehingga tidak terlalu sulit untuk menghampiri Kord.
"Mau ke mana kau? Tempat kita di sebelah tenggara. Kau takut? Tenang, saja. Sahabatmu yang pemberani ini akan melindungimu."
Kesal sih mendengar ocehan soknya, tetapi yah, tidak ada waktu mengikatnya untuk nanti dijadikan umpan sang naga. Oleh karena itu, aku mengikuti dia menuju ke pos yang sudah ditentukan untuk kami. Para prajurit pemberani penjerat naga. Begitulah julukan "luar biasa" yang diberikan Arson kepada kami. Memperhalus kalimat panggilan "orang tidak berguna, yang bahkan tidak bisa mengayunkan pedang", yang diterima dengan senyum lebar oleh si ***** Kord.
Yah, walaupun sebenarnya memang ini adalah tugas yang paling tepat bagi kami. Terutama Kord yang di waktu pertama kali mengikuti pertempuran, dia malah menusuk lengan orang lain saat akan mengayunkan pedangnya ke arah si naga. Dari pada menambah korban luka diakibatkan kebodohan yang tidak disengaja, maka inilah pekerjaan yang paling tepat untuk kami.
Aku dan Kord bersembunyi di balik tiang besar yang bersebelahan. Memegangi rantai berpasak dan sebuah palu dengan tangan bergetar. Entah kami akan berhasil atau tidak, yang pasti setelah selesai tugas ini, sesegera mungkin aku akan berlari menjauh dari arena pertempuran. Sejauh mungkin dari jangkauan semburan api sang naga, dan juga area yang memungkinkan terkena panah nyasar.
"Bersiap!" Suara Arson menggema cepat di ruang kastil batu yang kosong ini. "Mulai!"
Dan, jantungku berdetak tak karuan mendengar perintah itu. Cemas bercampur takut.
Wajar kan? Lawannya seekor naga raksasa loh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
PotatoYubitisfira
Benar-benar suka sama novel ini ♡!
2020-11-24
1
BEE (@tulisan_bee)
Pas dialog pejuang!! auto inget benteng takeshi
2020-05-15
1
Nina Karmila
ye, malah ketakutan sama hantu
2020-03-14
2