"Oi oi oi! Berhenti! Tolong bersabar!" Suara cempreng di tengah situasi genting itu sukses mengambil alih perhatian.
Seseorang dengan tubuh tambun dan pipi tembam, berlari tergopoh-gopoh menyibak kerumunan. Beberapa kali hampir jatuh tersandung demi dapat selekasnya sampai di pusat keramaian. Tempatku dan si pria sangar bercodet berada.
"Kenapa kau menghentikanku, Kord? Jangan coba-coba bercanda denganku saat ini! Aku sekarang sedang sangat kesal karena kemunculan penjarah sialan ini!"
"Tenang ... tenang, Tuan Mog. Dia temanku. Sobat kentalku sejak kecil. Tolong tenang, dan turunkan senjatamu. Dia sama sekali bukan penjarah seperti yang kau tuduhkan. Aku bisa jamin."
Pria yang ternyata bernama Mog itu menatapku dan Kord bergantian. Dengan mata menyelidik coba meyakinkan. Terdengar decapan di mulutnya.
"Baiklah jika memang dia temanmu. Tapi awas saja kalau sampai macam-macam. Aku tidak akan segan-segan memenggal kepala kalian berdua." Mog pergi menyarungkan pedangnya dengan ekspresi dongkol.
Jujur aku masih kesal, tetapi juga lega karena kejadian ini bisa selesai tanpa ada kekerasan. Aku lepas kuda-kuda sambil menghela napas panjang.
Hah ... tanganku gemetaran dan basah oleh keringat.
"Terima kasih, Kord. Kau sudah menyelamatkanku." Aku berjalan mendekatinya. Menghela napas panjang.
"Sam sobatku. Sela ...." Kord berhenti dan urung memelukku. Memilih mengatup hidungnya dengan tangan. "Hei, apa yang terjadi? Kenapa baumu begitu buruk, Sam? Amis dan busuk seperti bangkai ikan di dekat rumahmu. Lebih baik kau ke sungai sekarang, dan bersihkan diri. Sebersih mungkin, karena nanti akan aku kenalkan kau kepada Tuan Arson. Beliau mungkin akan berbaik hati mau meminjamkanmu senjata dan baju pelindung," ujarnya sambil tetap menutup hidung dan menjaga jarak dariku.
Kesal sih. Tapi yah, mau bagaimana lagi, memang begitu kenyataannya. Lebih baik menurut saja lah, dari pada nanti dia memberondongku dengan banyak ocehan menjengkelkan.
***
Aku membasuh badan sambil menyuci baju di sungai yang berada di Utara lapangan tempat para peserta sayembara berkumpul. Menyegarkan, dan berhasil menghilangkan bau amis darah si kadal raksasa.
Sesudah menjemur pakaian, aku duduk berteduh dengan hanya menggunakan celana pendek di bawah pohon tepi sungai, sambil memakan roti kering yang tersisa, walau sedikit berbau amis.
Dari tiga pasang pakaian yang kubawa, hanya celana pendek ini yang selamat dari amisnya darah si kadal--jelas termasuk tas tempat peyimpanannya--Sekarang tidak ada yang bisa aku lakukan selain menunggu cucian kering. Aku pikir tidak akan lama, karena teriknya matahari begitu menyengat.
Pisau batu pemberian Artapatu yang sedang kupegangi ini, apa mungkin bisa mengalahkan naga yang menyekap Putri Asaru? Bagaimana kalau waktu itu aku pergunakan untuk melawan prajurit kadal, atau terpaksa memakainya melawan para peserta sayembara yang menuduhku penjarah? Akankah berefek kepada mereka?
"Kau sudah tidak berbau amis lagi, Sam?" Tanya itu membuyarkan lamunanku.
Aku menoleh. Mendapati Kord yang baru datang sambil menutup hidungnya. Tetap di tepi hutan. Sengaja menjaga jarak.
"Sialan kau! Aku sudah tidak berbau amis lagi. Kemarilah!"
Setengah percaya, si tambun itu berjalan mendekat. Setelah memastikan aku tidak lagi berbau amis dari kejauhan, dia baru berani duduk di sebelahku.
"Hahaha. Jadi bagaimana perjalananmu setelah kita berpisah? Ketemu dengan kakek tua itu? Hei, itukah senjata yang dijanjikannya? Apakah ada hubungannya dengan bau amis di badanmu?"
Aku menatap Kord dengan mata terpicing. Jelas sekali dia ingin tertawa melihat pisau batu yang kupegang.
"Yah begitulah. Ada sedikit ini dan sedikit itu. Kau tahulah," jawabku tanpa kejelasan. Tidak mungkin aku ceritakan semua kisahku yang ajaib kepadanya. Aku yakin dia tidak akan percaya dan semakin besar kepala karena memilih melanjutkan perjalanan bersama Sang Bangsawan.
"Hahaha. Ok, ok. Aku mengerti kau pasti dongkol kan karena tertipu oleh si tua bangka itu. Senjata sakti. Hahaha. Asal kau tahu, senjata pembunuh naga yang sebenarnya dimiliki oleh Tuan Arson." Aku membelalakkan mata mendengar ucapan Kord. "Serius! Di pertempuran kemarin, tiba-tiba saja dia menghunus pedang barunya, yang diberikan oleh peri hutan--katanya. Pedang yang bercahaya keunguan itu membuat gentar si naga, dan berhasil menggoreskan luka."
"Serius!? Lalu naga itu sudah terbunuh?" Aku tidak percaya dengan penjelasan si tambun pembual itu.
"Sayangnya belum. Si naga tiba-tiba menjadi sangat ganas. Yang biasanya hanya menyerang untuk menjatuhkan dan melukai orang-orang, saat itu sangat bernafsu untuk membunuh."
"Hah? Menjatuhkan dan melukai?" Aku tidak mengerti penjelasannya. Apa mungkin naga bisa sebaik itu?
"Iya, di dua pertempuran sebelumnya, dia hanya seperti bermain-main dengan kami. Seakan meremehkan karena tidak ada satu senjata pun yang dapat melukainya. Sampai beliau mengeluarkan pedangnya."
"Lalu?"
"Ya begitu. Tiba-tiba semua berubah jadi kacau. Formasi yang awalnya memang tak beraturan, coba ditata lagi oleh Tuan Arson. Tetapi, di tengah kepanikan itu ada penjarah yang mengacau karena mau mengambil benda berharga dari orang yang terluka. Sehingga posisi kembali kacau dan menelan korban jiwa. Termasuk bawahan Tuan Mog. Karena itu, akhirnya kami terpaksa mundur."
Oh ... Aku mengerti sekarang, kenapa semua orang berlaku seperti itu kepadaku. Menuduh penjarah kepada orang yang tidak dikenal. Aku juga pasti akan murka jika peristiwa itu menimpaku.
Akan tetapi, dari situ aku justru semakin bingung. Jika benar seperti apa yang diceritakan oleh Kord, maka ada banyak kejanggalan tidak terjelaskan di kisah ini.
Kalau Artapatu berbohong, buat apa dia melakukannya kepadaku yang bukan siapa-siapa? Lalu, apa guna pisau batu ini jika ada senjata lain yang bisa dipakai untuk melukai si naga? Lagi pula, dari awal kenapa naga itu mau berbaik hati tidak membunuh para peserta sayembara yang justru bernafsu ingin menghabisinya?
Sungguh absurd dan tidak masuk akal! Seakan semua hanyalah sekadar lelucon receh bapak-bapak medsos.
"Hei, kalau pakaianmu sudah kering, langsung saja ya ke tenda yang paling besar di depan kastil. Kau akan aku kenalkan kepada Tuan Arson dan memintanya agar kau diizinkan bergabung. Bukankah tidak mungkin kau mencoba melawan naga dengan hanya bermodal pisau batu itu. Secepatnya ya. Akan aku sisakan makan siang untukmu." Kord beranjak, sebelum aku menjawab tawarannya.
Baiknya memang begitu. Aku secepatnya menyelesaikan cerita di buku ini. Tidak peduli siapa yang akan menjadi pembunuh si naga nantinya. Hah ... Aku sudah terlalu lelah jika harus meneruskan kehidupan di sini. Dengan segala keajaiban, misteri absurd dan konyol, juga kehilangan yang masih membuatku bersedih. Terlalu keras sekaligus membingungkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
PotatoYubitisfira
Aku rasa, Kakek Tua itu Tama :") Nggak tahu juga sih, dari karakternya yang dideskripsikan sama wataknya. Cenderung menyebalkan :/
2020-11-23
0
Nina Karmila
Sam mandinya pakai Dethol ya. :D
2020-03-12
2
Pentol Ajib
save by the kord :v
2020-03-10
2