Aku bernapas lega begitu sampai di lapangan luas, yang di seberangnya berdiri sebuah istana megah. Dari balkon istana yang dihiasi umbul-umbul dan bendera berlambang kerajaan--gambar tombak berwarna perak dan pedang berwarna merah saling bersilangan--dua pasang pasukan mengangkat trompet lalu meniupnya kencang dan panjang, saking panjangnya, aku sempat berpikir kalau mereka semua mempunyai paru-paru ekstra.
Seiring bunyi terompet, Sang Raja yang digandeng Ratunya berjalan keluar istana. Diiringi para punggawa dan pejabat kerajaan.
Tunggu! Sosok Raja itu kenapa jauh berbeda dari bayanganku? Biasanya, seorang raja kalau tidak berbadan tambun dengan wajah cerah yang selalu ceria, pasti tubuhnya kekar dan tegap dipenuhi wibawa. Tetapi, orang yang mengenakan mantel bulu tebal bermahkota emas bertabur mutu manikam itu, terlihat tirus dengan pandangan mata mengawang seperti seseorang berpenyakit parah stadium akhir. Tangannya pun gemetaran saat terangkat untuk menenangkan hiruk pikuk rakyat. Begitu kepayahan, seakan membawa beban berat yang terikat di tangan.
Sosok sang raja sungguh sangat berbeda jauh dengan ratu disebelahnya. Wajah tirus dengan mata tajam yang lebar dan hidung mancung. Ditambahi riasan wajah yang pastinya dilakukan oleh para ahli, sudah mirip benar dia seperti artis Hollywood yang banyak berperan di film box office. Bertubuh langsing dan tinggi yang mengenakan gaun putih mewah, maka pas betul dirinya untuk dipanggil ratu.
Setelah suara mereda, seorang menteri yang sejak awal berjalan mengiringi, maju dengan langkah sengaja dihentak--hingga pipinya yang bergelambir mengelepak seperti saat seekor buldog gemuk sedang berlari--sampai berada di samping raja. Penuh khidmat, menteri itu membuka gulungan surat yang dibawa. Dia menarik napas panjang, hingga perutnya yang sudah buncit, semakin menggembung. Membuat ikat pinggang bersepuh emas dan berhias batu permata yang dia kenakan tertekan kencang keluar. Aku bayangkan, jika dia nekat mengembungkan lagi perut buncitnya, ikat pinggang itu akan menclos dari ikatan, disusul celana beludru merahnya yang melorot.
Aku geli membayangkannya. Namun, niatku untuk tertawa disela oleh suara si Menteri yang (ternyata) lantang membacakan gulungan surat. Pasti dia ikut les olah vokal dengan penyanyi opera terkenal.
"Wahai segenap rakyat kerajaan Capitor! Dengarkan sayembara ini! Bagi siapa saja yang dapat mengalahkan Naga Bersisik Merah Delima, dan berhasil menyelamatkan Putri Asaru, maka baginya akan diberikan hadiah besar berupa tanah subur di timur kerajaan, sepuluh peti besar berisi emas dan perhiasan berharga, juga gelar sebagai bangsawan tertinggi. Mengabdi kepada kerajaan Capitor, dengan pangkat dan gelar yang akan diturunkan ke anak cucunya. Sayembara ini dilakukan terbuka, dan resmi di bawah cap kerajaan, dan disetujui langsung oleh yang mulia raja Solas!"
Sekilas lewat setelah terompet kembali dibunyikan untuk mengiringi raja berikut ratu memasuki istana, mayoritas pria di kerumunan bergegas bubar jalan. Bersiap pergi melaksanakan sayembara. Mereka begitu bersemangat, seakan lupa kalau yang akan dilawannya adalah seekor naga.
Dari sini, sedikit banyak bisa kupahami alur cerita ke depannya, yang mungkin dapat membawaku keluar dari dunia di dalam buku ini. Untuk permulaan, pastinya aku harus pergi mengikuti sayembara, lalu menemukan tempat persembunyian si naga dan mengalahkannya, demi menyelamatkan Putri Asaru. Cerita berakhir bahagia. Putri selamat, dan aku mungkin bisa keluar dari dunia ini, untuk kemudian membakar semua buku terkutuk kiriman Tama!
Ekspektasinya memang terlihat mudah, tetapi aku merasa cerita petualangan Sam Daker ini tidak akan segampang kisah dongeng pengantar tidur. Hanya tebakan saja, tetapi seringnya tebakanku terbukti benar.
"Sam!" Tangan gempal menepuk pundakku dari belakang. "Kau pasti ikut sayembara ini kan? Kita akan pergi bersama untuk mengalahkan Sang Naga Bersisik Merah Delima!"
Entah bagaimana, lelaki gemuk yang tiba-tiba muncul itu, aku kenali sebagai Kord Nitor. Aku yakin sepenuh hati dialah orang yang tadi menggedor pintu rumah, walau sebelum saat ini, aku sama sekali tidak sempat melihat sosoknya.
Entah sihir atau teknologi macam apa yang dimiliki buku kiriman Tama, sampai bisa membuat memori asliku bercampur aduk dengan ingatan Sam Deker. Sumpah, ini gila!
"Tenang saja, jika nanti aku yang mengalahkan si Naga dan menyelamatkan Putri Asaru, aku jamin kau akan aku bagi setengah dari hadiah sayembara itu. Oh, atau seperempatnya saja. Itu pun sudah banyak kan," kata Kord penuh semangat. Kelakuannya mengingatkanku kepada Zacky yang kelewat percaya diri. Cenderung menyebalkan.
"Kau serius mau mengikuti sayembara itu?" Aku kembali berjalan tanpa memedulikan tingkah Kord yang mulai berkhayal sebagai kesatria penakluk naga.
"Tentu saja. Ini kesempatan kita untuk keluar dari kemiskinan, Kawan! Kau tidak mau kan selamanya menjadi petani miskin, yang hanya punya sepetak kecil tanah garapan?"
Aku memperlambat langkah, dan memikirkan kalimat apa yang harus kukatakan untuk menjawab pertanyaannya. "Kau benar, tetapi bagaimana cara kita mengalahkan naga itu? Bahkan untuk bekal perjalanan saja kita tidak punya." Kalimat itu meluncur dari mulutku, disebabkan intuisi milik Sam Deker yang muncul begitu saja.
"Kau masih menyimpan tabungan bersama kita yang berjumlah lima pegu dan tiga kep kan?"
Seketika aku teringat koin yang seluruhnya aku berikan kepada pengemis hantu di jalan tadi. Aku menghentikan langkah tanpa sadar, yang berikutnya diikuti tolehan Kord.
"Sobat, menurutmu apakah menolong orang yang membutuhkan merupakan suatu kesalahan?" tanyaku sambil menggeser posisi, didorong peringatan bahaya dari insting mempertahankan diri milik Sam Deker.
Kord memandangku dengan mata terpicing. "Jangan bilang kau menghilangkannya!"
Aku tersenyum garing. "Nanti aku ganti!" Detik itu pula aku berlari dikejar Kord yang memekik kencang memanggil nama Sam bagai orang kesurupan.
Walau memiliki tubuh tambun, cowok dengan pipi tembem itu ternyata bisa berlari cepat. Aku merasa bagai dikejar banteng ngamuk, yang siap menyeruduk dari belakang.
Untungnya, stamina Kord tidak sebanyak lemaknya. Sampai di belokan menuju rumah, larinya melambat dengan napas tersengal-sengal. Tidak aku sia-siakan kesempatan itu, dan langsung menuju pintu kayu rumah kubus kediaman Sam.
"Selamat datang, Nak. Silakan masuk, anggap saja rumah sendiri."
Aku bengong mendapati pengemis tua yang tadi menghilang begitu saja di tengah pasar, sedang duduk santai di atas dipan dengan sebelah kaki terangkat sambil mengunyah roti, ditemani sebotol minuman madu.
"Kena kau!" teriak Kord dari belakang.
Aku terjungkal dengan teriakan kencang disusul erangan kesakitan karena dihantam dan ditindih oleh tubuh tambun Kord Nitor.
"Hahahaha! Kalian lucu. Aku suka. Karena itu, aku akan berikan kalian rahasia tentang Naga Bersisik Merah Delima, berikut letak sarangnya."
Sekejap saja rasa sakit yang aku idap menghilang. Dihisap rasa ketertarikan pada omongan si tua misterius itu. Kami berdua serentak menatap sosok berjenggot putih di hadapan dengan mata berbinar penuh harap. Setitik harapan yang jujur aku akui kurang meyakinkan. Tetapi, tidak ada salahnya kan untuk dicoba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
PotatoYubitisfira
//Masih beradaptasi// :* Semangat ya, Bang (ini authornya cewek atau cowok?)
2020-11-23
0
Katlyin Ilona
baca tulisanmj jadi belajar tanda baca kak, kayak aku harus revisi tulisanku biar bagus kayak gini 😊
2020-07-06
1
ZalikaAngel 🤧🥀❣️
Hallo like dan vote 5 bintang Uda mendarat🤧
jadi jangan lupa tinggalkan like dan vote 5 bintang di “playboy maniak sexx"
2020-06-10
0