Dan seperti yang sudah diduga Lana, pekerjaan membersihkan rumah dan halaman, sangat melelahkan.
Tapi Lana cukup lega, karena hampir seluruh bagian dalam rumah itu, sudah tertata rapi. Ia juga sudah melakukan sedikit perbaikan pada bagian pipa dan lampu sehingga ia bisa tidur di kamar nanti malam.
Walaupun terlihat tidak meyakinkan untuk ditinggali, tapi sebenarnya rumah itu masih dalam kondisi yang cukup lumayan. Kebutuhan listrik dan air tak akan menjadi masalah bagi Lana.
Setelah sekian lama hidup sendiri, Lana mempunyai sedikit keterampilan untuk memperbaiki instalasi rumah. Mungkin tidak serapi ahlinya, tapi ia tetap berhasil memfungsikan seluruh instalasi rumah dengan baik.
Dan bagi Lana itu cukup, karena yang paling penting, dia tak ingin memanggil siapapun ke sini, walaupun hanya seorang tukang ledeng.
Pekerjaan yang masih tersisa untuk hari ini adalah, membersihkan halaman.
Dan kenyataannya, Lana sangat payah dalam hal ini.
Dia tidak pernah lagi tinggal di rumah yang mempunyai halaman selama hampir sepuluh tahun. Pengalamannya tentang berkebun sangat minim.
Terlihat dari hasil kerjanya, jajaran rumput yang ada di halaman rumah jauh dari kata rapi. Ia mungkin sudah membabat sebagian besar rumput yang ada, tapi tinggi rumput yang sekarang tak beraturan malah membuat pemandangan halaman itu semakin mengenaskan.
Lana sudah berusaha sekuat tenaga, dengan menggunakan peralatan sederhana yang ditemukannya di gudang. Tapi hasilnya, sama sekali tak mencerminkan usahanya.
Tetapi Lana menolak menyerah, ia masih ingin berusaha dan kembali berjongkok, mencoba membabat rumput tinggi di dekat teras.
Lana mencurahkan seluruh perhatiannya pada pekerjaan, sehingga tak mendengar, saat beberapa ranting dibelakangnya, patah karena injakan.
"AAAGHHHH!!!"
Lana berteriak nyaring sekuat tenaganya, saat sebuah sentuhan kecil hinggap di bahunya. Dengan seketika ia mengacungkan parang yang ada di tangannya ke belakang, sambil berbalik.
Kehidupan penuh roh orang mati, membuat Lana gampang sekali terkejut.
"Wow.... wow.... Relax. Aku bukan orang jahat"
Lana langsung merasa bodoh saat menyadari bahwa yang menepuk bahunya adalah manusia, lagi pula makhluk yang ditakutinya tidak akan terluka walaupun ia mengayunkan parang itu ribuan kali.
"Maaf.. maafkan aku" Lana menurunkan parang itu dengan segera sambil menundukkan kepala meminta maaf.
"Tidak apa, aku pasti sudah membuatmu terkejut. Jeritanmu kencang sekali"
Lana tersenyum canggung sambil memperhatikan pria yang berdiri di depannya dengan lebih baik.
Usianya berkisar antara empat puluh sampai lima puluh tahunan. Badannya sedikit tambun dengan rambut cokelat, dilihat dari baju yang dipakainya yaitu denim dan kemeja, Lana menyimpulkan ia adalah penduduk dari sekitar rumahnya.
"Erich... ada apa? Aku mendengar teriakan" suara berseru panik mengalun dari balik pohon di tepi halaman.
Dan tak lama diiringi suara gemerisik daun, muncul wanita berambut panjang yang memandang mereka berdua dengan cemas.
Wanita itu memiliki paras wajah yang sangat tegas, dengan hidung tinggi. Mengingatkan Lana akan guru sekolah yang galak.
"Ah.. tidak apa-apa, jangan khawatir. Aku tadi membuat tetangga baru kita terkejut, sehingga dia berteriak" Pria yang dipanggil Erich itu mengangkat tangan menenangkan wanita itu.
Saat wanita itu tersenyum lega, hilang sudah bayangan Lana tentang guru yang galak, wajah itu langsung berubah hangat.
"Oh... kau pasti telah membuatnya takut karena tubuh besarmu itu" Wanita itu berjalan mendekati Lana sambil tersenyum geli.
Erich terlihat tidak terima dengan tuduhan tubuh besar itu, tapi ia menelan bantahannya, karena wanita itu mulai memperkenalkan diri pada Lana.
"Perkenalkan, dia adalah Erich Yoder, dan aku Joan Yoder. Rumah kami berada persis di sebelah kebun ini" kata Joan sambil menunjuk hutan mini tak beraturan di sebelah rumah Lana.
Lahan itu tidak termasuk tanah yang dibeli Lana. Uangnya hanya mampu membeli lingkungan disekitar rumah. Lahan itu masih milik cucu dari Aubrey dan Barnabas.
Lana mengangguk mengerti kemudian menyambut uluran tangan ramah Joan dan Erich.
"Maafkan aku, karena belum sempat memperkenalkan diri, Solana Fayra" kata Lana pelan.
Ini bohong tentu saja, ia tak pernah berkeinginan memperkenalkan diri pada siapapun tetangganya. Lana mengucapkannya, hanya karena itu adalah kalimat basa-basi paling umum.
"Ah... tak perlu sungkan seperti itu, kami tahu kau pasti sangat sibuk. Rumah itu sudah lama terbengkalai. Aku heran mereka menjualnya dalam kondisi seperti itu"
Joan menanggapi basa-basi Lana dengan sangat serius. Ia menjadi merasa sedikit bersalah.
"Aku rasa itu hal yang bagus, aku tidak akan mampu membelinya jika rumah ini berada dalam kondisi bagus" Tanpa berpikir Lana menjawab pernyataan Joan dengan jujur.
"Hmm.. itu benar, tapi sekarang kau harus mengeluarkan banyak biaya untuk perbaikannya" Erich menebar tangannya ke arah rumah.
"Aku cukup puas dengan keadaan rumah ini, bagian dalamnya tidak terlalu buruk" jelas Lana. Aubrey telah merawat rumah itu dengan baik.
"Aku tak bisa mengingat kapan rumah ini terakhir dihuni, karena sudah sangat lama. Bagaimanapun aku gembira karena akhirnya aku mempunyai tetangga dekat"
Joan menepuk tangan Lana dengan gembira sambil memandangnya dengan mata berbinar,
Lana secara tak sadar membalas senyuman ramah itu dengan tulus. Sudah lama tak ada orang yang tersenyum seramah itu padanya.
"Sebaiknya kita pulang Joan, Solana masih sangat sibuk. Kita akan kembali jika kau selesai membereskan rumah itu"
"Lana, just Lana--please" Lana tak terlalu suka jika seseorang memanggil namanya dengan lengkap.
"Baiklah Lana. Kami permisi dulu. Ingatlah untuk meminta bantuan pada kami jika kau menemui kesulitan. Hidup di tanah asing seperti Grindelwald pasti tak akan mudah untukmu. Apalagi kau berasal dari Amerika"
Joan menepuk pelan punggung Lana sambil berpamitan.
"Bagaimana kalian tahu?" Lana bertanya dengan kaget. Ia mengobrol dengan bahasa Jerman yang sempurna sedari tadi.
Joan terkekeh geli.
"Lana, Grindelwald itu desa yang sangat kecil. Setiap warga desa sudah tahu soal kedatanganmu sekitar seminggu yang lalu. Pendatang baru adalah hiburan manis bagi warga desa yang bosan" katanya, sambil terus tertawa renyah.
Lana hanya bisa tersenyum masam menanggapi berita itu. Ia biasanya mendatangi suatu kota dengan diam-diam dan pergi dengan secepat kilat. Menjadi pusat perhatian membuatnya tak nyaman.
"Jangan peduli dengan gosip warga, Lana. Bersikaplah biasa dan kau akan baik-baik saja" Erich memberinya semangat sebelum menyusul Joan keluar dari halaman.
Lana membalas lambaian mereka, dan menunggu sampai mereka tak terlihat lagi sebelum menjatuhkan diri dengan lelah di atas rumput.
Bersosialisasi lebih membuatnya letih daripada membersihkan rumah ini seharian.
Jika dihitung dengan pasti, selama sepuluh tahun kebelakang, ia lebih banyak berbicara kepada hantu dari pada manusia.
Lana kembali bimbang, Joan dan Erich sangat baik.
Ia merasa menjadi orang yang sangat jahat karena harus menolak keramahan mereka setelah hari ini. Tapi ia tak bisa membuat mereka menanggung resiko jika hubungan mereka menjadi dekat nantinya.
Ia berencana tinggal lama di desa ini, tapi ia tak pernah berencana untuk menjalin hubungan apapun dengan siapapun.
Desa ini sangat damai, tapi Lana harus tetap waspada. Kelengahannya bisa berarti nyawa tak bersalah akan melayang.
-------------0O0-------------
Menjadi pusat gosip di Grindelwald ternyata tak seburuk bayangan Lana, ia masih bisa dengan bebas berkeliaran di desa tanpa ada yang menunjuk ke arahnya dengan penasaran.
Karena seperti yang Lana bayangkan sebelum datang kesini, Grindelwald sebenarnya adalah desa wisata yang sibuk.
Turis asing banyak berkeliaran di jalan-jalan desa.
Kehadirannya tak terlalu mencolok di jalanan. Dia baru akan dikenali ketika membeli makanan untuk mengisi kulkas atau ketika membeli beberapa pot tanaman untuk menghias teras. Turis tidak akan membeli barang seperti itu.
Dengan mudah para pemilik toko mengidentifikasi Lana, dan biasanya mereka langsung sibuk memperkenalkan diri.
Dan semua kejadian itu, masih tak membuat kemampuan Lana bersosialisasi menjadi lebih baik. Ia masih sama canggungnya seperti yang biasa.
Tapi entah mengapa, ia merasa penduduk desa ini tak terlalu peduli dengan sikap tak acuhnya. Sudah hampir sebulan ini ia tinggal di sana dan ia masih bisa mendengar sapaan ramah para pemilik toko setiap kali ia lewat.
Sapaan yang sangat jarang ia jawab.
Yang paling parah adalah Joan dan Erich, mereka dengan sangat gampang tidak mempedulikan sikap dingin Lana.
Tanpa lelah, Joan mengunjungi rumahnya hampir setiap minggu, sekedar untuk mengucapkan halo, memberinya setumpuk sayuran atau mengantarkan makanan.
Lana sungguh berharap semua ini tak akan berakhir buruk.
Dan seperti biasa, Lana mendapatkan pekerjaan di restoran, yang kali ini bernama Melina.
Restoran itu tidak terlalu besar, tapi selalu penuh dan ramai. Pemiliknya bernama Mr. Meier, adalah lelaki berumur lima puluh tahunan yang tegas tapi ramah kepada pelanggan. Dan ia bertubuh lebih besar dari pada Erich.
Ia gembira ketika Lana datang melamar pekerjaan padanya. Mr. Meier selalu merasa kekurangan tenaga, karena banyak generasi muda di Grindelwald yang lebih memilih untuk pergi ke kota.
Kehadiran darah muda seperti Lana akan menghidupkan atmosfer di dalam restoran katanya.
Mr. Meier sebenarnya ingin menempatkan Lana di bagian pramusaji, tapi Lana menolaknya.
Pramusaji berarti ia harus bertemu dan mengobrol dengan banyak orang. Itu adalah hal yang paling dihindarinya.
Keramaian restoran akan membuatnya lengah. Lana menjadi kesulitan untuk membedakan manusia hidup dengan yang mati, jika mereka telah bercampur dalam kerumunan yang ramai.
Bisa-bisa ia kembali dianggap sebagai orang gila, karena bertanya tentang menu makanan yang diinginkan pada kursi kosong.
Akhirnya seperti biasa, Lana bekerja sebagai tenaga kasar.
Tanggung jawabnya adalah membersihkan dapur sebelum semua chef datang, mencuci piring dan gelas bekas pelanggan serta mencuci semua peralatan dapur yang kotor sebelum akhirnya dia pulang.
Pekerjaan itu berat dan membutuhkan banyak tenaga. Tapi Lana tak keberatan, ini adalah pekerjaan yang selalu dilakukannya.
Pekerjaannya itu menjanjikan kesibukan sepanjang hari, Lana tidak akan memiliki waktu untuk beramah-tamah dengan rekan kerjanya. Dan itu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Ia kembali menjadi robot, dan meleburkan seluruh fokusnya kepada pekerjaan.
Chef dan juga sous chef yang bekerja di dapur Melina adalah laki-laki. Dan tentu saja mereka juga sangat sibuk seperti dirinya. Hampir tak ada percakapan berarti yang terjadi diantara mereka.
Paling sering bentuk komunikasi yang terjadi antara mereka adalah, suitan nakal menggoda yang berasal dari Petra.
Petra adalah sous chef yang disewa oleh Mr. Meier dari Bern.
Ia berumur sekitar tiga puluh tahun. Petra baru bekerja di Melina selama kurang dari setahun. Dan dari gosip yang didengar Lana secara tak sengaja, Petra sebenarnya jengkel karena posisinya di sini hanya sebagai sous chef, ia menginginkan jabatan Chef, tapi sayangnya Mr. Meier lebih mempercayai Marco, walaupun dia lebih muda dari Petra.
Marco mungkin bukan lulusan sekolah terkenal seperti Petra, tapi Lana mengakui kemampuan memasaknya sangat hebat.
Ia sudah mencicipi beberapa masakannya yang dihidangkan saat makan siang karyawan, dan dia langsung mengerti kenapa Mr. Meier mempertahankannya sebagai executive Chef.
Lagipula Marco memiliki istri dan anak yang tinggal di Grindelwald, ia tidak akan pergi begitu saja.
Untuk sebuah restoran hal itu penting, karena mereka harus mempertahankan konsistensi rasa masakannya. Chef yang baru bisa jadi mengubah semua hal yang telah berjalan baik selama ini.
Hidangan yang dibuat Marco untuk tamu juga lezat. Lana mengetahuinya karena telah mencicipi beberapa sisa makanan di dapur yang dia bawa pulang.
Lana sebenarnya tak perlu lagi menabung semua uangnya, tapi ia tetap berhati-hati dalam menghabiskan uangnya untuk makanan.
Ia tidak membatasi makan seperti dahulu dan tetap membeli beberapa bahan makan segar, tapi bukan berarti ia menghamburkan seluruh uangnya begitu saja.
Insting Lana yang selalu was-was, membuatnya tidak bisa begitu saja mengubah kebiasaan. Sehingga kadang dia masih membawa makanan sisa itu pulang ke rumah. Lana tidak tidak tahu kapan ia akan membutuhkan uang lagi, karena itu Lana memutuskan untuk tetap berhemat.
Selain gangguan dari Petra yang dengan mudah tak diacuhkannya, suasana Melina sesuai dengan apa yang diinginkan Lana.
Jam kerjanya sampai malam, dan Lana sempat ketakutan saat pertama kali pulang pada malam hari.
Tapi sekali lagi Grindelwald benar-benar tempat yang nyaman. Hantu yang berkeliaran di jalanan maupun bangunan yang disinggahinya, hampir semuanya dalam keadaan normal seperti Aubrey. Roh seperti itu tidak akan menimbulkan masalah bagi Lana.
Selama sebulan ini berada di Grindelwald, Lana hanya melihat dua hantu yang membuatnya bergidik, yaitu di sudut jalanan di dekat pasar makanan segar, dan juga hantu yang berada di menara jam di pusat kota.
Hantu yang ada di jalanan itu, jelas adalah korban kecelakaan. Lana bisa melihat luka di bagian kepalanya menganga lebar, di bawah sinar redup lampu jalan. Beruntun, Lana tidak harus sering melewati jalan itu.
Dan sekali lagi Lana takjub dengan fakta, bahwa hanya ada satu hantu di jalanan Grindelwald.
Jalanan kota tempat tinggalnya selama ini, selalu menyuguhkan parade hantu saat malam tiba yang berasal dari banyaknya korban meninggal karena kecelakaan lalu lintas.
Tapi kemudian dia tak lagi heran, karena jumlah mobil yang berlalu lalang di jalan desa memang sangat sedikit.
Kebanyakan turis tentu saja lebih memilih untuk berjalan kaki menikmati pemandangan gunung Eiger, karena itu untuk kenyamanan mereka, pemerintahan Swiss sengaja membatasi jumlah jalan yang boleh dilalui oleh mobil.
Sebagai gantinya pemerintah menyediakan sepeda yang bisa dipakai dengan gratis oleh siapapun. Dengan mudah Lana bisa menemukan tempat parkir sepeda berjejer di beberapa sudut jalan.
Ketika mengetahui semua hal itu, hati Lana semakin gembira. Ia tak perlu lagi menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mencari rute berjalan aman yang bebas hantu.
Untuk hantu yang berada di menara jam itu, adalah hantu bunuh diri. Ia beberapa kali melihat jenis roh seperti ini sebelumnya. Dan masih saja tak terbiasa. Jenis hantu seperti itu selalu membuatnya ngeri lebih dari roh yang lain.
Hantu menara jam itu, membuatnya menjerit ketakutan, karena tiba-tiba jatuh menembus tubuhnya, saat Lana lewat tepat di bawah menara. Lana jatuh terjengkang saat sosok hantu itu menabrak permukaan batu di depannya.
Butuh beberapa detik sebelum Lana sadar, bahwa orang-orang yang berada di sekitar menara, sedang memandangnya, bukannya sosok berdarah dengan kepala pecah yang terkapar di dekat kakinya.
Lana langsung meminta maaf, saat beberapa orang dengan cekatan membantunya berdiri. Dengan menunduk dia menolak beberapa tawaran untuk membawanya ke rumah sakit. Orang yang berada di sekitarnya mengira Lana menjerit karena kesakitan.
Sementara di depan matanya, Lana melihat bagaimana sosok berdarah dengan tubuh dan kepala hancur itu secara perlahan bangkit, dan menyeret kakinya yang patah menaiki tangga.
Ia akan mengulang saat kematiannya untuk yang kesekian kalinya. Ciri khas hantu bunuh diri adalah, mereka akan mengulang saat kematiannya secara terus menerus.
Dengan secepat kilat Lana meninggalkan tempat itu, ia tak ingin melihat pemandangan mengerikan itu untuk kedua kalinya.
Setelah hari itu, Lana menghindari jalan di sekitar menara jam. Ia memilih rute yang lebih jauh tapi aman untuk pulang.
Saat siang hari ia berangkat ke Melina, Lana juga tetap memilih jalan lain. Dia tahu itu konyol, tapi bayangan hantu itu membuatnya bergidik.
Lana memang hanya bisa melihat roh saat malam hari. Saat siang hari, roh biasanya akan 'tertidur'. Hans menggunakan istilah itu untuk menggambarkannya.
Tapi hantu tidak tertidur seperti manusia, mereka sendiri tak menyadari bagaimana mereka melakukannya. Siang hari terasa seperti kedipan mata bagi mereka, dan saat membuka mata, malam telah kembali datang.
Selalu seperti itu. Sampai rasa keterikatan mereka kepada dunia fana terpuaskan.
Ketika keinginan atau rasa penasaran yang menjadi beban mereka selesai, biasanya hantu akan hilang begitu saja.
Atau Lana lebih suka menyebut peristiwa itu sebagai 'pelepasan'.
Lana tidak tahu dan tidak ingin tahu apa yang terjadi pada hantu-hantu itu setelah peristiwa pelepasan. Itu bukan urusannya, dan dia tak ingin memenuhi kepalanya dengan hal yang tak dia tahu.
Lana sudah membantu beberapa hantu untuk lepas dari keterikatan mereka pada dunia, dengan cara melakukan beberapa hal yang membuat kekhawatiran mereka hilang.
Hantu yang paling pertama ditolongnya adalah Hans.
Hans memiliki keinginan untuk terus melihat putrinya tumbuh besar. Tapi sayang, mantan istri Hans membawa putrinya pindah ketika dia menikah lagi.
Semua kebiasaan yang dilakukannya saat ini adalah hasil dari pelajarannya dengan Hans.
Karena itu, dengan sekuat tenaga ia berusaha menemukan putrinya. Perbuatan itu sebagai rasa terima kasih Lana pada Hans. Ia tak bisa melihat Hans terus tersiksa menanti putrinya muncul kembali.
Setelah bersusah payah mencari alamat putrinya, Lana mendapat kejutan karena putri Hans berumur hampir tujuh puluh tahun.
Wujud Hans yang dilihatnya selama ini masih sangat muda. Hans sudah meninggal jauh lebih lama dari pada yang disangka Lana.
Tentu saja putri Hans tak begitu saja mempercayai Lana dan mengikutinya. Bahkan seluruh keluarganya menuduh Lana penipu.
Namun Lana tidak menyerah, dengan perlahan Lana menceritakan seluruh masa kecilnya, seperti yang telah diceritakan Hans berulang kali.
Detail cerita dan wajah serius Lana akhirnya membuahkan hasil. Putri Hans setuju untuk pergi bersama Lana ke apartemennya.
Pertemuan haru itu tentu saja hanya bisa dilihat oleh Lana. Tapi putri Hans akhirnya mengerti situasi itu adalah nyata.
Ia melihat bagaimana air mata Lana mengalir deras sambil terus mengucapkan kata penuh kerinduan dari Hans yang disampaikan melalui Lana.
Hari itu Hans 'pergi' dari kamar Lana.
Lana dan putri Hans menangis bersama saat hal itu terjadi. Hans adalah teman yang sangat berharga bagi Lana. Ia yang mengajari Lana tentang segala hal yang diketahuinya saat ini.
Ia yang mengajarkan pada Lana bagaimana cara untuk mendengar bisikan hantu dengan lebih baik.
Sebelum itu, Lana hanya bisa mendengar bisikan dan geraman yang tak berarti apapun. Hans yang membuatnya lebih berani untuk mendengarkan suara orang mati yang memenuhi telinganya.
Setelah Hans, Lana menolong beberapa hantu lain. Sebagian besar adalah hantu yang menghuni kamar sewanya.
Lana sekarang sedikit heran, Aubrey dan Barnabas tak sekalipun pernah menyebut apa keinginan mereka pada Lana.
Padahal mereka tahu pasti Lana bisa mengusahakan agar keinginannya bisa tercapai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Zhanshi04
keren ini si hans tapi sudah pelepasan hum
2020-07-22
2
L A
emang....author yg ini beda dg yg lain.....tetep semangat.....😁
2020-07-07
1
Noejan
Klik favorit dulu ah, bsok baca lagee
Manthap thor kereen 👍😁
ijin promosi, mampir yuk ke novelku "96 km" tapi bukan horror sih wkwk -Thx
2020-04-16
0