Isabel POV
"Ugh, Kalau jalan liat-liat dong."
"Maaf," kataku mengambil cangkir dari lantai begitu aku mendongak rasanya seperti seseorang menusuk hatiku, akhirnya mata kami bertemu.
"Ricky?" Aku tergagap berusaha menahan air mata yang menyakitkan.
"Hei, Isabel," katanya sambil menatapku dari ujung ke ujung lalu kembali ke arahku.
"Bagaimana kabarmu dan ...." Aku terputus oleh suara melengking Sarah di belakang, "Sayang ?! Apa kita akan...."
"Oh? Hei, sepupuku, bagaimana kabarmu?"
"Aku baik-baik saja, kalian berdua?" Aku tergagap. Aku tidak tahu berapa lama aku bisa berdiri di sini berbicara dengan mereka sebelum aku meledak dengan amarah dan air mata.
"Kau berbohong, Sayang"
"Tidak, aku tidak...."
"Ya. Kau gagap kalau sedang berbohong, Ayolah, aku mengenalmu, dulunya kita sangat dekat saat kita masih kecil, ingat?"
"Yah, tapi segalanya sudah berubah," bentakku.
"Aduh. Banyak yang terluka yah? Ngomong-ngomong, Sayang, apa kau memberitahukan kabarnya?"
"Kabar apa?"
"Kita sudah bertunangan," pekiknya menunjukkan padaku berlian yang ada di tangan kirinya, rasanya seluruh duniaku berubah menjadi kegelapan. Tubuhku mulai menjadi ringan. Syukurlah Natan datang tepat waktu untuk menyelamatkanku.
"Ayo, Bel. Ayo pulang," katanya sambil meletakkan salah satu tanganku di pundaknya saat Ricky dan Sarah mengawasi kami pergi, kami mulai berjalan lebih dekat ke arah pintu menjauh dari mereka berdua namun Ricky mengatakan sesuatu yang membuat Natan kesal, Natan mengepalkan tangannya dengan cukup erat, mereka bisa saja berkelahi. Natan mengetuk bahu Ricky begitu Ricky berbalik dia disambut oleh kepalan tangan Natan, Ricky jatuh ke lantai dan Sarah mencoba membantunya. Natan menyapaku dan menggendongku sepanjang perjalanan kembali ke rumahku di mana dia menyimpanku di atas tempat tidur.
Pagi berikutnya..
Aku terbangun oleh argumen keras Natan dan Jeni di ruang tamu. Aku memaksakan diri dan melakukan kegiatan pagiku.
"Selamat pagi," kataku menuju ke dapur untuk meminum segekas jus jeruk.
"Hai Yah," jawab Jeni
"Hei," kata Natan memasukkan seluruh pancake ke mulutnya seperti orang yang kelaparan
"Apa kau baik-baik saja?"
"Ya. Kenapa tidak?"
"Baiklah, soal kemarin..."
"Tidak apa-apa, Jen. Aku bisa mengatasinya," aku berbohong
"Ya santai saja, aku sudah meninju keparat itu," kata Natan terdengar sangat bangga pada dirinya sendiri, Dia mengirimku sedikit kedipan.
"Aku berharap aku ada di sana, melihat wajahnya saat kau meninju dia. Ugh."
"Hei teman-teman, kita harus pergi ke Swalayan, ada banyak makanan yang bisa dibeli," kata Natan membuka dan menutup semua lemari dan kulkas. Aku dan Jeni saling memandang, lalu kami berdua melihat Natan yang masih mencari lebih banyak makanan untuk dimakan.
"Kurasa kita bisa pergi sekarang," kataku.
"Ya. Baiklah, sudah beres, semuanya bersiap-siaplah, kita akan pergi ke Swalayan" kata Jeni saat kami berpisah ke kamar kami untuk bersiap-siap. Aku memakai celana yoga abu-abu ketatku, hoodie merah muda, sepatu Nike pink dan rambutku dikuncir kuda. Jeni mengenakan t-shirt putihnya, celana ketat hitam pekat dan pakaian putih berpuncak tinggi dengan kemeja kotak-kotak merah dan hitam melilit pinggangnya sementara Nick memutuskan untuk juga berpakaian dengan v-neck ketat putih normal, jeans ripped biru dan sepatu bot dengan jaket kulit favoritnya.
"Baiklah, aku mau mengambil mobilku," kataku meraih kunciku di meja dapur.
Kami tiba di Swalayan kemudian berjalan dengan masing-masing mengambil troli, "Di sini, Natan kau bisa mendapatkan semua makanan yang kau mau," kata Jeni menyerahkan kertas catatan dengan nama bahan makanan.
"Oke bu," candaan Natan berjalan pergi sebelum dia melihat Jeni menjentikkannya.
"Oke sekarang. Kita akan membeli sisa belanjaan," katanya berjalan pergi dan aku mengikuti di belakangnya.
Setelah berjalan melewati dua lorong, "Ini butuh waktu yang lama, temui aku di sini kalau kau menemukan sisanya," kata Jeni saat aku berjalan pergi dengan gembira karena dia membiarkan aku meninggalkannya. Aku sakit dan lelah membuatku memilih yang mana lebih baik dibeli, tapi akhirnya aku terbebas darinya. Aku kemudian melihat daftar belanjaan yang tersisa.
Berjalan menyusuri lorong untuk mengambil beberapa item, terakhir es krim aku membuka freezer mengambil Napoleon terakhir, tiba-tiba tangan pria besar menyentuh es krim pada waktu yang sama sepertiku, aku melihat ke atas aku berharap seseorang datang menolongku sekarang.
"Wah, kita bertemu lagi," katanya dengan sarkastik.
"Halo, untukmu pria gila."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
ningsih
semangat thor
2020-03-07
0
Bonda Hafidah
semNgT
2020-03-05
1
Dede Rina
aku suka
d tunggu up y
2020-01-13
2