Sprezzatura

Sprezzatura

Cinta Pertama

Roma adalah cinta pertamaku.

Satu dari ribuan kota di muka bumi ini yang mempunyai daya tarik begitu memikat. Aku tumbuh dengan mendengar begitu banyak kisah-kisah kolosal yang dilakonkan tokoh-tokoh mitologi latin kuno. Ditambah kekayaan budaya dan keindahan seni yang menjadi sorotan mata dunia, menambah kecintaanku terhadap kota ini. Roma adalah mimpiku. Mimpi yang kini menjadi nyata.

"Berapa hari?" Sadeva, lelaki yang kini bersatatus sebagai tunanganku memastikan berapa lama waktu yang akan tersita karena tugas baruku.

"Belum pasti. Mungkin satu minggu" jawabku sambil mengunyah irisan terakhir croissant dan baked egg, menu sarapan pagi ini.

"Dua bulan lagi Ky, kamu nggak akan menundanya lagi kan?"

Aktivitasku meyeruput secangkir cappuccino terhenti oleh pertanyaan Deva.

"Kenapa?" dia membaca perubahan ekspresi di wajahku, "Kamu nggak berubah pikiran kan? Atau kamu nggak yakin nikah sama aku?"

Bukan dia yang membuat aku tidak yakin, tapi diriku sendiri. Iya, meskipun sudah hampir dua tahun menjalin hubungan dengan lelaki ini tapi entah mengapa ada ruang lain di dalam hatiku yang tak pernah bisa tersentuh olehnya.

Aku tersenyum, meletakkan secangkir cappuccino yang hanya tinggal sisa separuhnya, "Aku udah telat Dev, kita bicara lagi nanti". Bergegas ku ambil tas Prada Tessuto Saffiano abu-abu di bangku samping seraya berkata, "Ci vediamo stasera (sampai jumpa nanti malam)". Aku mengecup pipinya sebelum beranjak pergi.

Selalu begini. Aku pasti mencari-cari alasan untuk kabur jika sudah membicarakan tentang pernikahan. Sadeva, dia lelaki sempurna, punya penghasilan mapan, dan juga berasal dari keluarga baik-baik. Aku sungguh beruntung memilikinya. Tapi tetap saja, aku merasa tidak bisa mencintainya sebesar dia mencintaiku.

"Jarang ada yang bisa dipilih langsung sama pak Bos buat handle personnal matternya, Ky. Kamu sangat beruntung" sanjung bu Valencia, kepala direktur tempatku bekerja. "Kalau kerja kamu bagus bukan tidak mungkin kamu bisa segera dipromosikan."

Aku tidak terlalu mengejar promosi jabatan. Aku melakukan pekerjaan ini karena kecintaanku terhadap dunia seni dan dekorasi. Bukan cinta lebih tepatnya, tapi pelarian. Iya, Roma adalah pelarianku. Pelarian yang tak pernah berujung.

"Kok diem aja Ky?"

"Eh" aku tergagap. "Enggak bu, cuma lagi mikir aja, kira-kira seleranya pak Bos gimana ya bu. Saya takut dia nggak puas dengan kinerja saya"

Wanita yang lebih tua sekitar sepuluh tahun itu tersenyum, "Kamu tenang aja. Kalian berdua punya selera yang mirip. Karena itu pak Bos langsung nunjuk kamu. Tapi..."

"Tapi apa, Bu?"

Bu Valencia menghembuskan nafas berat, "Dia lelaki yang rumit, Ky. Tegas dan otoriter. Jalan pikirannya sulit dibaca. Matang dan penuh rencana. Yang penting, jangan pernah bantah apapun yang dia katakan. Cukup diam dan terima."

Signora Baird, tuan muda penerus Victorrio group, pemegang beberapa perusahaan ternama di Eropa Barat, termasuk perusahaan tempatku bekerja. Tak banyak yang tau sosok misterius ini. Rumor mengatakan dia masih sangat muda, tampan, menawan, dan penuh ambisi. Satu-satunya pewaris tahta keluarga Baird.

"Kita sudah sampai" aku mengekor Bu Valencia yang turun dari mobil dan berjalan melewati jalan setapak di antara taman bunga bernuansa Renaisans. Baby breath. Taman ini didominasi oleh bunga baby breath. Kuncup-kucup kecil berwarna putih itu menyelimuti karpet hijau yang terbentang di sepanjang halaman rumah. Sebuah air mancur dengan beberapa patung tokoh-tokoh mitologi yunani kuno tersebar rapi di sisi-sisinya.

"Buongiorno Signorina (Selamat pagi, nona)" laki-laki berambut putih itu membungkuk, menyambut dengan hangat kedatangan kami berdua.

"Buongiorno" jawab kami bersamaan.

"Kyla, ini Tuan Martinelli, dia yang akan mengarahkan kamu selama kamu bekerja di sini."

"Piacere di conoscerti (Senang bertemu dengan Anda)" sapaku sesopan mungkin.

Lelaki tua itu tersenyum ramah dan mempersilahkanku masuk ke rumah, oh bukan, ini tidak lagi layak disebut rumah, tapi istana, istana Tuan Muda pewaris tahta salah satu keluarga terpandang di Italia, keluarga Baird.

Bu Valencia sudah kembali ke kantor, meninggalkan aku di dalam istana besar ini sendiri, mengekor Tuan Martinelli yang memperkenalkan setiap sudut bangunan bergaya klasik modern ini. Tidak banyak yang bisa dilihat. Sebagian besar ruangan di rumah ini masih kosong, belum ada perabotan, belum ada hiasan maupun ukiran, karena semua itu tugasku. Tugasku sebagai interior designer untuk mengubah setiap ruang di dalam bangunan ini layaknya istana.

"Ini adalah kamar Tuan Muda" jelas tuan Martinelli. Baru beberapa saat yang lalu aku mengetahui lelaki tua ini menguasai tujuh bahasa, dan salah satunya membuat aku terheran tak percaya. Setelah dia menjelaskan bahwa Tuan Muda memiliki darah Indonesia, aku paham kenapa dia bisa menguasai bahasa ini.

Satu lagi fakta misterius yang aku temukan tentang Tuan Muda Baird, dia bukanlah anak kandung nyonya Baird. Nyonya Baird tidak pernah melahirkan seorang anak pun. Tuan muda adalah anak hasil hubungan gelap Tuan Baird dengan kekasihnya yang berdarah Asia. Karena dia satu-satunya pewaris darah keluarga Baird, tidak ada pilihan lain selain mengakuinya sebagai anak.

Aku heran, rahasia sebesar ini dengan santainya dibeberkan kepadaku yang notabennya bukan siapa-siapa, tapi ketika aku bertanya kenapa tuan Martinelli menceritakan ini semua, dia hanya menjawab, "Ini perintah Tuan Muda"

Kamar Tuan Muda masih kosong, bahkan sebuah ranjang pun belum ada. Hanya beberapa vas dengan seikat bunga baby breath mengisi kekosongan hampir semua ruang di dalam bangunan ini.

"Baby breath. Tuan muda menyukainya?" tanyaku basa-basi.

Lelaki berambut putih itu mengangguk. "Itu yang pertama kali Tuan Muda tanam saat membeli lahan ini."

Aku juga suka, baby breath, mengingatkan aku pada-

"Sebaiknya nona segera memilih ranjang untuk tuan, bisa jadi tuan akan tidur di sini malam ini"

Suara Tuan Martinelli membuyarkan lamunanku.

"Seperti apa yang Tuan Muda sukai?" aku mencoba menggali informasi.

"Seperti yang disukai nona"

Aku mengangkat alis kebingungan.

"Tuan muda mengatakan apapun yang dipilih nona, Tuan Muda akan menyukainya"

"Semuanya? Tapi bagaimana kalau ada yang tidak dia suka?"

"Kalau Nona menyukainya, Tuan Muda pasti menyukainya"

Apa ini sebuah tes? Tes yang menguji sejauh mana taste dan seleraku. Huh, aku paling benci hal seperti ini. Karena seleraku memang unik, agak bebeda dengan selera kebanyakan orang. Satu-satunya orang yang punya selera sama sepertiku hanyalah... tidak Kyla, jangan pikirkan dia lagi.

 

 

Roma adalah lembaran baru.

Lembaran baru untuk menulis cerita kehidupan. Meninggalkan segala hal yang harus aku tinggalkan. Melupakan semua rasa yang harus aku lupakan. Seharusnya, iya seharusnya Roma adalah lembaran baru. Tapi sepertinya, Roma memiliki rencana lain untukku.

"Taruh di tengah, geser ke kiri sedikit lagi, ya bagus tepat di situ." perintahku ke empat orang pekerja furniture setelah selesai memilih beberapa mebel untuk mengisi ruangan ini. Sebuah ranjang king size dengan nuansa putih gading dihimpit dua buah nakas dan lampu meja di setiap sisinya mengisi bagian utama kamar Tuan Muda. Ada sebuah cermin bergaya simple modern di tepian kiri dihiasi meja rias beraksen khas Italia.

Jendela di ruang ini cukup besar, memungkinkan banyak cahaya masuk ke dalam ruangan. Hal kecil yang aku suka, rumah dengan ventilasi dan pencahayaan berimbang. Setiap sudut rumah ini seperti lukisan yang terpatri di angan-anganku. Entah mengapa, rumah ini mirip, sangat mirip, dengan rumah yang pernah aku idam-idamkan, dulu.

Aku membuka jendela besar bertirai krem dan membiarkan cahaya masuk membanjiri ruangan ini. Sebuah kolam dengan air mancur dan lautan baby breath di tepiannya terpampang jelas lewat balkon di ujung kamar Tuan Muda. Aromanya begitu segar, udara bersih bukit Palatino berhembus, menggoyang-goyangkan kuntum bunga di bawah sana. Sungguh, sebuah tempat yang luar biasa.

Tuan Muda Baird, seketika nama itu terbersit di pikiranku. Siapa sebenarnya lelaki itu? Kenapa semua tentangnya terasa begitu.. familiar?

 

Remang-remang cahaya pagi dari balik tirai yang terbuka mengusik kedamain tidur pulasku. Dengan malas aku membuka mata hanya untuk mendapati langit-langit bernuansa putih salju, tunggu.. ini bukan langit-langit kamarku. Aku terbangun melihat sekeliling. Bukan, ini bukan kamarku. Ini bukan ranjangku. Ku sibak selimut abu-abu yang menutupi tubuhku. Oh tidak! Kemana pakaianku? Apa yang aku lakukan semalam? Kenapa aku terbangun di ranjang tuan muda Baird tanpa sehelai benangpun?

 

 

Signora : sebutan hormat untuk lelaki dalam bahasa Italia*

Aqilla Auristella

Kaivan Alromano Baird

Terpopuler

Comments

floren yanti

floren yanti

sosok aqilla kok kayak orang cegukan gitu sih thor 😃😃😃

2023-08-28

0

Efvi Ulyaniek

Efvi Ulyaniek

menarik

2022-09-23

0

👑☘ɴͪᴏͦᴠᷤɪͭᴛͤᴀᷝ💣

👑☘ɴͪᴏͦᴠᷤɪͭᴛͤᴀᷝ💣

kereeeeeèeeeennnn

2022-03-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!