Nadin menyeret langkah nya untuk ke toilet perempuan. Ia ingin membenahi diri dulu, dan berpikir bagaimana cara menggantikan kedua sepatu dengan brand berbeda yang ia kenakan. Nadin lupa saat ia terburu buru untuk menjemput Azka, hingga mengenakkan kedua sepatu yang berbeda.
Huuhhh, kenapa harus ceroboh lagi. Ia selalu melakukan kesalahan tanpa sengaja dan tanpa ia mau. Memang sih, Nadin terlalu berlebihan dalam menanggapi kejadian yang sedang terjadi sekarang. Tapi perkataan dokter Andrian membuat nya salah fokus.
“Memakai kedua sepatu yang berbeda apa sekarang sedang trend di usiamu?”
Di usiamu? Uhhh Nadin kembali mendengar suara itu. Terngiang-ngiang lontaran kalimat Andrian di telinganya. Nadin yakin, bahwa dokter itu kembali menegaskan perbedaan jarak umur diantara mereka. Walaupun memang umur dokter itu sembilan tahun diatas nya. Tapi tetap saja, seolah olah Andrian menegaskan bahwa umur mereka seperti tertaut sembilan puluh tahun. Bukan sembilan tahun.
“Terus sekarang gimana dongg.”- rengek Nadin memukul kepalanya berulang kali. “Ayo dong otak cepet mikir.” gerutu Nadin kehabisan ide. Kakinya mondar-mandir tanpa arah dan berhenti saat nadin menatap wajah nya yang terpantul pada kaca dihadapannya.
Dahi nya menyeringit melihat tampilan nya sekarang. Kaos oblong biru dongker dengan lebel NASA pada bagian dada nya. Lalu turun hingga ke paha nya. Ia mengenakkan jeans hitam yang sedikit longgar. lalu turun lagi ke kaki nya, uh. Nadin tidak ingin melihat sepatu yang ia kenakan.
“Cuman sepatu doang yang beda. Yang lainnya perfect-perfect aja tuh.” ujar Nadin pada diri nya sendiri. Tangannya menyisir rambut hitam pekat bergelombang miliknya agar terletak pada mode menyamping. Memperlihatkan leher putih mulus miliknya, yang mengenakkan kalung silver berliontin huruf N.
“Udah ah PD aja. lagian orang-orang gabakal fokus ke aku juga.” gumam Nadin mulai tenang dengan pikirannya. Ia merapihkan diri, lalu melangkah keluar dari toilet sepi itu. Tujuannya sekarang adalah untuk menjenguk ibu nya.
Nadin melangkah tanpa bingung. Karena memang semenjak ia masih sekolah hingga lulus, Nadin terbiasa datang ke tempat ini. Kabar terakhir yang Nadin tahu, lusa kemarin. Bahwa kesehatan ibu nya membaik dibanding hari hari sebelumnya. Nadin bersyukur akan hal itu.
Seperti biasa, lorong rumah sakit itu hanya dilewati pengunjung dan perawat-perawat seperti biasa. Hmm, maksud Nadin adalah tidak ada tanda tanda kerabat dekatnya berkunjung kesana. Nadin membuka kenop pintu ruangan vip itu, lalu menutup nya kembali dengan pelan. Bibirnya tersenyum melihat sang ibu yang sedang memejamkan matanya.
“Ibu, tidur lagi? ”- tanya Nadin saat sudah berdiri di sisi ranjang sang ibu. Tangannya menarik kursi, lalu ia menghempaskan bokong nya pada kursi itu. Nadin menaruh dagu nya di atas tangan nya yang terlipat di pinggiran kasur sang ibu.
“Kenapa setiap Nadin dateng ibu tidur mulu sih, ibu lagi menghindar dari nadin ya? ” tanya Nadin lagi dengan wajah polos nya. Terlihat gelengan dari sang ibu, namun masih tetap memejamkan matanya. “Ihh, ibu lagi ga tidur juga.”
Wanita itu tersenyum. Matanya yang terpejam mulai terbuka, lalu memandang penuh kasih sayang pada sang anak. “Ibu gamau ya, kalau kamu kesini dengan tangan kosong. ” ujar sang ibu terkesan ambigu, membuat Nadin mengerucutkan bibirnya.
“Nadin belum kerja Ibuu, nanti deh kalo nadin udah kerja. Pasti nadin bawain banyak barang. ” jawab Nadin dengan gaya nya. Sang ibu yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya maklum.
“Maksud ibu bukan itu Nadin.”- jelas sang ibu memincingkan matanya. Nadin mengangkat kedua alisnya tanda bertanya.
“Terus maksudnya apa?”
“Kapan kamu bawa pacar kesini jenguk ibu. ”- jawab ibu Nadin gemas. Matanya dapat melihat kekagetan dari raut wajah anak nya. Ia menghembuskan nafasnya sabar, mencoba memahami pola pikir anaknya diusia nya yang menginjak dewasa.
“Iihhh ibu ngomong apasih. Nadin mana punya pacar. ”- balas Nadin risih. Bibirnya maju lima senti yang langsung saja dicubit sang ibu. “Aw! sakit bu!”- protes Nadin dengan muka kusut.
“Jangan kebiasaan manyunin bibir kamu Nadin!” gertaknya membuat Nadin mengembungkan kedua pipi nya malas. “Umur kamu udah matang untuk punya pacar nadin.”
“Umur Nadin tuh baru delapan belas ibu. delapan belas.” tekan Nadin menegaskan pada sang ibu.
“Ibu umur segitu udah menikah ya nadin!”- sunggut ibu nya kesal. Nadin menegakkan posisi duduknya. Lalu beralih mengalihkan pandangannya dari sang ibu.
“Itu kan jaman bahala bu! ” balas Nadin tak mau kalah. “Sekarang Nadin mau kejar cita-cita Nadin dulu.” lanjut Nadin sedikit gugup.
“Emang kamu punya cita-cita apa hah?” tanya sang ibu congak. “Setiap hari kerjaan kamu cuman mondar-mandir rumah sakit doang kok. Emang kamu pikir ibu gatau? kamu suka sama Dokter Andrian kan!!”
“H-hahh?” Nadin mengerjapkan matanya polos. Ia menggigit bibirnya takut, kecemasan melanda hatinya sekarang. Kepalanya tertunduk dalam. Pelan namun pasti, Nadin mengangguk.
“Astaga Nadin!! jangan jatuh cinta sama orang yang salah nakk.” sunggut ibunya kecewa.
“Dokter Andrian itu baik bu! gaada yang salah dari Dokter Andrian..”
“Dokter Andrian memang gasalah. Tapi kamu yang salah! ” bentak sang ibu membuat Nadin terserentak kaget. Kepalanya masih tertunduk, untuk menatap sang ibu saja nadin tidak berani. “Kamu tuh harus sadar Nadin, sekarang kita ini berbeda. Kita cuman orang yang bergantung pada keluarga bapak kamu Nadin! kalau kamu melakukan sedikit kesalahan saja kamu sudah pasti ditendang dari rumah!! ”
“T-tapi Nadin punya pilihan Nadin sendiri bu. ” jawab Nadin pelan yang masih bisa di dengar oleh sang ibu.
“Pilihan kamu salah Nadin... Kamu harus tahu posisi kita sekarang. Kakak kamu Sinta menyukai Dokter Andrian Nadin! Besok bapak mu itu akan datang untuk memperkenalkan Sinta pada keluarga Dokter Andrian. Kalau sampai bapak mu tau kamu suka sama Dokter Andrian, kamu akan ada dalam bahaya Nadin!!”
Bentak sang ibu sesekali membuat Nadin terperanjat ngeri. Ia semakin kuat menggigit bibir bawahnya menahan isakan yang akan keluar. “I-iya bu. Nadin paham.” jawab Nadin menganggukkan kepalanya lemah.
“Ibu udah makan?” tanya Nadin mencoba mengalihkan suasana. Seburuk apapun perasaan nya sekarang, ia harus tetap menjaga emosi sang ibu agar tetap stabil.
“Belum, masih ada bubur rumah sakit tadi ibu belum makan.” jawab sang ibu menatap lurus arah pandangnya.
“Biar nadin cari makanan yang baru ya bu, ibu tunggu aja disini.”- pinta Nadin yang diangguki oleh sang ibu. Nadin bangkit dari duduknya, lalu segera beranjak pergi tanpa menoleh kearah sang ibu.
Setelah hilangnya Nadin dari mata sang ibu. Ia tersenyum miris mendapati anak nya yang lagi lagi harus mengalah. Ia yakin, bahwa ada banyak hal yang Nadin lewati dengan banyak duka. Ia sedikit kecewa mendapati penyakit jantung yang di derita nya sejak Nadin duduk di sekolah menengah pertama membuat dirinya menjadi tidak bebas berkomunikasi dengan Nadin.
Ia sendiri tidak tahu, bagaimana anaknya bisa menyukai Dokter Andrian. Dokter yang satu tahun ini telah merawat dirinya. Andrian memang baik, sopan dalam tutur kata dan juga perilaku. Mudah saja membuat orang orang jatuh hati padanya. Tapi ia sedikit tidak rela, jika anak nya harus jatuh pada pesona Dokter itu. karena ia yakin, bahwa cinta anaknya tidak akan pernah terbalas. apalagi di restui oleh sang Bapak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
@azma@
next
2020-12-19
0
Roro Ayu Murwani
sediih ya
2020-12-12
1
Siti Asyifani
kasian bged
2020-10-25
0