Seperti hari-hari biasanya, Ella bangun pagi buta dan menyiapkan sarapan untuk Papanya. Ella telah terbiasa melakukannya sejak tiga tahun yang lalu, iya tak lagi tergantung pada IRT dan mampu mengerjakan semuanya. Sebenarnya, ada Bi Inah yang mengurus segala keperluan rumah. Ella tetap bersikeras melakukan apa pun yang dapat ia lakukan tanpa menunggu Bi Inah. Papanya melarang untuk melakukan dengan alasan akan mengganggu sekolah dan waktu belajar, namun Ella berhasil meyakinkan papanya bahwa itu tidak mempengaruhi nilai akademiknya. Terbukti Ella dapat mempertahankan prestasinya dan selalu mendapatkan peringkat pertama.
"Honey, nanti malam ada rapat penting. Kamu gak keberatan kan kalau berangkat sendiri ke sekolah?" Kata Johan menyodorkan piring ke arah Ella untuk mengisinya dengan nasi goreng.
"Tenang aja Pa, Ella bisa berangkat sendiri kok. Papa gak usah mikirin Ella, kan Ella sudah gede."
Ella telah tumbuh menjadi gadis yang sangat mandiri, tapi bagi Johan Ella tetaplah seperti anak-anak di matanya yang akan selalu ia awasi dan ia khawatirkan.
"Iya .... Papa percaya." Johan tersenyum melihat putri semata wayangnya kini telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik.
"Pa, Ella berangkat duluan ya, lupa kalau hari ini Ella ada mid." Katanya dengan mencium tangan serta pipi Johan dan berlari kecil menyadari keterlambatannya.
"Kamu berangkatnya gimana?"
"Ella naik motor aja biar cepat." Katanya setengah berteriak dari pintu depan.
Johan tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepala. Bukan hanya satu, bahkan lima mobil mewah terparkir di garasi dan putrinya memilih untuk naik motor atau angkutan lainnya dari pada memakai salah satunya.
Motor yang Ella miliki pun bukan motor mewah atau keluaran terbaru, motor lama peninggalan mamanya yang sangat ia sayangi. Johan beberapa kali memasukkannya dalam gudang dan memensiunkannya tapi Ella lag-lagi bersikeras untuk memakainya.
**********
Ella melihat kesal kearah lampu merah yang lama baget berubah jadi ijo. "Gak tau orang telat malah lama banget lagi." Katanya menggerutu sesekali melempar pandangannya kesekitar.
Lalu lintas pada jam seperti ini adalah yang terpadat, semua orang pengennya cepet sampek ke tempat tujuan mereka dan itu yang bikin jalanan semprawut. Buat Ella, naik motor adalah akses paling cepat untuk sampai kesekolah dibandingkan mobil yang berbadan besar sulit buat nyelip sana sini cari celah.
Ella memutar gas motornya, menambah kecepatannya untuk cepat sampai kesekolah.
Tiba-tiba sebuah mobil berwarna hitam metalik menikung dan hampir menyerempetnya. Beruntung Ella sempat melihat dan refleks ia merem motornya mendadak untuk menghindari tabrakan tersebut walau ia membentur pembatas jalan membuatnya terjatuh. Ella meringis memegangi kakinya yang terasa perih, cairan merah dan hangat keluar dari sana. Tangannya yang mulus tak luput mendapat goresan dari aspal dan merobek lengan jaketnya.
"Lo gak apa-apa?" Katanya dengan mengulurkan tangannya membantu gadis yang hampir ia tabrak tersebut.
Ella menerima uluran tangan pria itu, kakinya terasa sakit saat ia berusaha berdiri.
"Aduh...." Ella meringis kesakitan dan memilih untuk tetap duduk di atas aspal jalanan dengan luka kaos kaki yang kini berubah warna menjadi merah karena darah.
"Sebaiknya kita kerumah sakit." Katanya mengulurkan tangan dan menggendong gadis itu masuk kedalam mobil. Semua ini mutlak kesalahan yang ia lakukan karena gak hati-hati.
"Lepaskan, gue bisa jalan sendiri."
Ella merasa kikuk, karena selama ini hanya papanya yang menggendongnya seperti ini dan kini orang asing yang menggendongnya. Ella tampak gelisah, pasalnya udah telat ni malah nambah telat lagi kalo sampek gak ke sekolah malah mampir kemana-mana.
"Om, mau kemana ini?" Celingukan melihat keluar jendela mobil karena bukan jalan menuju sekolahnya, "Mau nyulik gue?" Was-was dan meringsut kebelakang, membuat benteng untuk mempertahankan diri secara tak langsung.
"Ngobatin kaki lo baru gue antar ke sekolah." menunjuk ke arah kaki. "Lagian mau apa juga yang mau nyulik lo?"
"Kali aja mau dijual organ dalamnya atau apa kayak di tv-tv yang sering gue liat Om."
"Jangan panggil Om, apa gue setua itu sampek lo manggil gue dengan sebutan Om?" Telinganya berasa panas mendengar, masak iya dipanggil Om sama anak SMA?
Nikah aja belum apa lagi nikah sama bibiknya.
"Aduh Om.... Anterin gue kesekolah aja lah dulu, hari ini ada mid nih. Bisa gawat kalo telat, wali kelas gue tu ya galaknya gak ketulungan. Gue pasti gak dikasih ijin buat masuk kalo sampek telat dikit aja. Lagian lukanya gak parah-parah banget sampai patah kaki atau apaan gitu." Masih tetap ngeyel memanggil dengan sebutan Om, dan memperlihatkan kakinya yang tak patah cuma berdarah buat mastiin kalo cuma perlu si atar ke sekolah untuk saat ini.
"Panggil gue Rega, umur kita tu gak jauh-jauh banget." Protesnya yang udah mulai jengkel, susah banget bilangin anak bau kencur yang satu ini. "Masalah sekolah gampang ntar gue yang bilang sama wali kelas atau kepala sekolah. Yang penting tu kaki di obatin biar gak tetanus, mau kalo sampai di amputasi gara - gara tetanus?" Sedikit menakuti karena gak mau nurut.
"Lah? Terus motor gimana?"
Ella baru mengingat motornya ia tinggalkan begitu aja di pinggir jalan. "Wah, keliatan banget kok kalo umur kita jauh beda masak gak mau di panggil Om? terus mau di panggil apa coba? kakek?"
Rega menahan amarahnya, tu bocah tetap kukuh memanggilnya Om dari tadi walau udah dikasih penjelasan yang kayak nya masuk telinga kanan sama keluar telinga kiri.
"Biar jelek itu motor kesayangan." cerocosnya lagi.
"Anak buah gue bakal bawa kebengkel sama ngantar ke sekolah. Jangan panggil Om terus, panggil Rega." Katanya kesal dari tadi gak di dengerin.
"Ia Om Rega.... Gak usah marah-marah."
Rega menarik nafas panjang menahan amarahnya, berhadapan dengan anak SMA pada hari pertama ia menginjakkan kaki disini dan itu sudah menguras tenaganya.
*********
Entah apa yang dikatakan om-om yang telah menabraknya tadi sama bu Inggrit wali kelasnya yang super duper killer itu sampai membiarkannya menyusul mid tanpa bertanya apa pun. Duduk di kantor seorang diri menghadapi kertas, celingak-celinguk gak ada yang bantuin. It's oke, gak masalah gak ada yang bantuin. Buat otak encer Ella itu bukan perkara yang susah. 30 menit cukup untuknya menyelesaikan semua pertanyaan itu.
"La, lo parah ni ...." Ririn menyambar tangan Ella saat keluar dari kantor. "Lu tadi kemana? Aku tanpamu bagai butiran debu." katanya drama.
"Gue tau.... Lo gak bisa nyontek kan?" Tebaknya.
"Hebat lo, entar alih profesi jadi peramal atau orang pinter aja."
"Ya elah.... Dari orok lo tu emang gak bisa kalo gak nyontek gue."
Ririn menggaruk kepalanya yang gak gatal mendengar kata-kata Ella. "Jangan gitu kan lo tau sendiri otak gue gak seencer elo." Cengengesan sendiri tanpa sebab.
"Saking tegang gue lupa kalau belum sarapan. Kita kekantin yuk? Makan dulu sebelum pingsan menghadapi kenyaataan hidup yang pahit."
Ella menjitak kepala sahabatnya yang lebay gak telungungan itu.
"Kebanyakan nonton sinetron ya gini jadinya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 334 Episodes
Comments
Yessyka June
suka thor lanjuttt
2021-05-02
1
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
gk
seruu
2020-11-13
1
Sari Istiqomah
Assalamualaikum semangat berkarya thor
aku sudah boom like ya
mampir yuk ke ceritaku Dia Untukku
Terimah Kasih
2020-08-28
2