Ini kali kedua aku menginjakkan kaki di kediaman -orangtua- kak Hera. Rumah ini sama besarnya dengan rumah keluarga Tanubrata yang membedakan adalah design interior-nya. Jika di rumah kerluarga Tanubrata menggunakan kesan mewah dan elegan, rumah ini lebih memilih model mediterania yang terkesan lebih simple dengan banyak jendela besar yang menghisasi setiap sudut rumah. Sirkulasi udara dan cahaya menjadi sangat lancar di tambah banyaknya tumbuhan yang di tanaman yang menghiasi halaman di samping rumah. Dari rumah ini aku paling suka dengan hiasan kerang di sudut ruang makan, membuat suasana ruang makan seperti di pantai.
Seelah membongkar hasil belanjaan yang banyaknya lebih dari dua troli dan membawa se-kresek besar camilan Val langsung masuk ke dalam kamarnya di lantai dua sedangkan aku dan kak Hera mulai berkutat di dapur memasak berbagai makanan.
Udang saus inggris, ayam kalasan —yang sidah di bumbu dan hanya perlu menggoreng— capcay, sup krim, tumis kangkung, kwetiaw, dan untuk hidangan penutup puding mangga.
Menurut kak Hera selera makan Val itu campur-campur. Mulai dari makanan Indonesia, oriental, hingga western. Di lihat dari menu makanannya saja sudah kelihatan sih. Kata Kak Hera juga selera makan Val ini di pengaruhi teman Val yang berasal dari banyak jenis.
Pertama-tama kami menyiapkan semua bahan yang di perlukan. Aku membersihkan udang, mengiris timun utnuk tambahan isi udang saus inggris sedangkan Kak Hera memilih untuk menyiapkan capcay terbelih dahulu.
Setelah urusan udang selesai sembari menunggu udangnya matang aku beralih menumis kangkung yang sudah di potong bersama bawang merah dan putih serta diberi sedikit saus teriyaki untuk memberi rasa khas nya.
Begitu terus seterusnya, aku dan Kak Hera saling membantu menyiapkkan semua menu makanan. Hingga satu persatu makanan mulai matang dan harumnya menguar memenuhi dapur.
Dua jam setengah kemudian semua makanan telah matang dan tertata rapi di atas meja makan berbentuk lingkaran, kecuali puding mangga yang masih di diamkan di freezer
Aku melepas celemek yang di pinjamkan kak Hera untuk melindungi blouse putih tulang yang ku kenakan untuk melindungi blouse dari tumpahan noda yang tidak berpengaruh banyak. Akhirnya kak Hera meminjamkan satu bajunya untuk ku pakai kemeja lengan pendek warna hijau tosca. Selagi aku mengganti baju kak Hera memanggil Val untuk turun ke bawah dan kami akan memulai sarapan. Bukan sarapan juga sih kalo di makannya jam dua belas lebih cocok kalo di bilang makan siang.
Ruang makan kembali ramai dengan celotehan kaka dan adik. Sebegitu akrab-nya ya hubungan mereka.
"Makan enak kok nggak ajak-ajak sih?"
"Uhuk! Uhuk!" Aku tersedak karena terkejut mendengar suara tepat di belakang ku.
"Andrea, kamu nggak apa-apa? Ini minum dulu" Val yang duduk paling dekat dengan ku mengangsurkan segelas penuh air putih. Tanpa basa-basi aku langsung meminum tandas isi dari gelas tersebut. Sedangkan tangan lain di belakang ku menepuk-nepuk pelan punggung ku.
"Are you okay now?" Suara yang tadi mengagetkan ku bertanya
"Better" Jawab ku pelan. Tenggorokan ku masih agak sakit kareda tersedak.
"Sorry kalo aku bikin kamu kaget"
"No problem"
"Okay"
"Kak Rendra sih!" Cemberut kak Hera persis anak kecil
"Iya-iya kakak minta maaf" Ucap pria itu lagi.
"Minta maaf sama Andrea, bukan sama aku"
"Andrea, saya minta maaf karena mengejutkan mu" Kak Rendra melalukan persis seperti yang dikatakan Kak Hera. Namun dari pancaran matanya aku tahu Kak Rendra tulus meminta maaf pada ku.
"Iya, tidak masalah Kak"
"Oh iya, Andrea kenalin ini kakak sulung ku. Kak Rendra" Mood Kak Hera sudah berubah lagi. Tadi cemberut dan, sekarang kembali ceria.
"Rendra"
"Andrea" Ku balas uluran tangan Kak Rendra.
"Kak ayo sini gabung makan. Ini masakannya Andrea lho" Ajak Kak Hera menepuk-nepuk kursi kosong antara aku dan Kak Hera.
Kak Rendra bereaksi sama seperti reaksi Val di mobil tadi. Apakah sejarang itu ya, cewek bisa masak di zaman sekarang ini? Hm, entahlah. Kak Rendra duduk di kursi kosong antara aku dan Kak Hera dan mulai makan. Kak Rendra memuji masakan ku, ia mengatakan masakan ku sangat enak.
"Pinter masak ya Andrea, enak semua"
"Terima kasih kak" Sahut ku dengam senyum tak bisa ku sembunyikan.
Di rumah tidak pernah ada yang memuji apapun yang aku lakukan rasanya senang seperti ada kembang api meletup dalam dada ku. Aku jaminjika didakan kontes kakak idaman Kaka Rendra akan memenangkan kontes tersebut. Senyum rama memikat, wajah yang sedap di pandang mata, sifat baik yang perhatian pada adiknya. Aku juga mau jika ada satu kakak semacam kak Rendra.
Setelah makan siang Val mengajak untuk nonton film di bioskop berempat. Sudah lama katanya tidak mengikuti perkembangan film di Indonesia kami semua setuju-setuju saja.
Film yang di pilih Val adalah film ber-gendre horror yang sebenarnya tidak seberapa menyeramkan Maklum saja, aku bukan tipe wanita yang takut pada film horor semacam ini. Karena menurut ku terkadang film horor hanya sekadar cerita dengan seting bangunan angker, sound yang mendramatisir dan hantu yang bikin olahraga jantung dan bukannya takut. Tapi mereka enjoy-enjoy saja menonton film ini di sertai teriakan dari berbagai penjuru bioskop.
...
"Film nya nggak menakutkan sama sekali!" Seru Kak Hera
"Iya setuju. Aku kira filmnya bakalan serem. Kayak yang mama puterin dulu itu lho. Yang pemeran hantunya Suzana" Tambah Val
"Kalo mau yang itu sih ngambil aja di tumpukan cd filmnya mama nggak usah jauh-jauh sampe ke bioskop. Buang-buang uang aja" Cibir kak Hera. Val cengengesan.
"Permisi, silahkan di nikmati hidangannya" seorang pelayan menghampiri kami dan mengantarkan pesanan kami berempat, meja yang tadinya kosong mendadak penuh dengan tumpukan dessert aneka jenis.
Cafe bernuansa cozy dengan lantai dan dinding kayu, dan memu full dessert serta aneka makanan manis lainnya. Rupanya ketiga kakak beradik ini semuanya menyukai makanan manis. Val dan Kak Hera yang memesan paling banyak dari kami, macaroon, choco lava cake, strawberry cheesecake, panacota avocado, banana ice crem dan aku tidak tahu lagi nama menu yang lainnya, aku melihatnya saja sudah jadi kenyang duluan.
Dari pengamatanku Kak Rendra yang tidak terlalu menggilai makanan manis, seperti kedua saudranya. Dan aku juga memesan makanan yang tidak terlalu manis. Aku tidak tahu apa nama dessert yang aku pesan tapi dalam dessert ini terdapat banyak komponen buah-buahan bercitarasa asam seperti jeruk, strowberry, kiwi dan uah yang lainnya yang akan membantu menetralisir rasa manis dari sponge cake.
Sama seperti ku, yang di pesan kak Rendra adalah kue cokelat yang menggunakan dark cocholate yang cenderung pahit.
"Jadi ini pertama kali kita bertemu?" Kak Rendra yang duduk di samping ku memulai percakapan
"Iya, sepertinya begitu" Sahut ku masih agak canggung. Kak Rendra terkesan jauh lebih dewasa dari kedua adiknya yang cenderung mirip anak kecil. Kami berempat saat jalan bersama kak Rendra akan terlihat seperti sekumpulan ponakan yang di jaga om nya yang masih muda, apalagi setelan casual semi formal yang di pakai kak Rendra terkesan jauh lebih dewasa di banding kami yang rata-rata menggunakan kaus dan baju kekinian lainnya.
"Padahal aku sudah sering menggunakan lukisan mu tapi aku justru tidak pernah bertemu dengan mu" Kak Rendra mulai memakan kue cokelat nya, aku mengikuti Kak Rendra dan mulai memakan kue ku juga. Luapan rasa asam berpadu manis meledak di mulut ku menciptakan sensasi rasa yang nikmat. Aroma segar dan manis memperkaya rasa dari kue ini.
"Tidak masalah. Selama, lukisan ku dapat di nikmati banyak orang aku sudah senang"
"Ya, teruslah melukis. Ada banyak orang yang menanti karya mu berikutnya, termasuk aku" Kak Rendra mengedipkan sebelah matanya.
Aku mengangguk. Suasana canggung sudah hilang diantara kami. Mungkin kami akan menjalin hubungan yang baik kedepan nya. "Terimakasih Kak"
"Sama-sama"
"Ahh... Aku kekenyangan" Seru Va
"Aku juga" Kak Hera ikut-ikutan menepuk perutnya.
"Aku justru akan heran kalau kalian tidak kekenyangan. Kalian makan seperti tidak pernah makan satu tahun" Cibir Kak Rendra
"Iya. Memang tidak ada hari besok untuk makan lagi? Kalian sangat kalap"Tambah ku.
Val dan kak Hera kompak cemberut. Di lihat-lihat lagi muka Val dan Kak Hera terlihat sangat mirip satu sama lain. Otomatis aku mengingat tentang aku dan Andros. Pernah sekali aku memotong rambut ku sangat pendek dan aku tampak seperti Andros versi feminimnya.
Andai tubuh ku sama besarnya dengan tubuh Andros maka akan ada banyak orang yang salah mengenali kami sayang Andros memiliki tubuh yang jauh lebih besar dari ku tidak dulu tidak sekarang sama saja aku jadi curiga ala tumbuh kecil ku sekarang ini karena saat di perut ibu gen tinggi ku di embat Andros semua makannya dia bisa besar begitu? Ah, di dalam perut saja dia sudah suka mengambil milik orang lain, pantas saja perhatian semua orang tertuju pada Andros terus.
Muka kami mirip, tapi Andros lebih berkarisma dan di sukai banyak orang. Tubuhnya tinggi dan bertotot, sedang aku rasanya stuck diangka 155 kapan aku akan bertambah tinggi Tuhan...
"Hey! Andrea, ayo kita pulang. Kamu tidak mau menginap di sini bukan?"
Aku tersadar dari lamunan ku. Val langsung menarik tangan ku dan menarik ku menyusul kedua saudaranya. Tangannya besar, dan hangat. Aku kembali membayangkan jika Andros atau salah salah satu kakak ku yang menggenggam tangan ku seperti ini. Enyahkan khayalan mu yang tidak mungkin kesampaian itu Andrea!
"Terimakasih atas tumpangan nya. Aku pulang dulu ya Kak Hera, Kak Rendra , Val" Ucap ku setelah turun dari mobil yang di kendarai Kak Rendra berhenti di pagar samping rumah.
"Iya, sama-sama Andrea. Maaf seharian ini adik-adik ku menculik mu. Sampai bertemu lagi" Kak Rendra membalas dengan jenaka
"Hei! Apa-apaan kau itu kakak! Kau juga ikut bersenang-senang bersama kami hari ini!" Seru Val
"Iya! Dasar Kakak tidak setia!" Kak Hera ikut-ikutan.
"Hahaha! Sampai nanti Andrea sebelum aku habis di mangsa dua monster ini"
"Dadah Andrea! Sampai bertemu besok Senin di sekolah" Kak Hera melambaikan tangan.
"Iya Kak, hati-hati jalan" Aku turut melambaikan tangan membalas Kak Hera.
"Kak Rendra kau belum selesai dengan kami!" Teriakan Kak Hera masih terdengar karena mobil belum berjalan jauh.
"Awas saja nanti di rumah" seruan Val menyusul setelahnya.
Mobil melaju dengan keributan di dalamnya. Tapi menyenangkan, lama aku tidak merasakan kehangatan dalam keluarga dengan melibatkan aku sebagai bagian di dalamnya.
Aku membuka pintu gerbang samping dan langsung masuk ke dalam, basement alias kamar ku.
Ku rebahkan diri ke kasur berukuran sedang dengan sprei yang ku lukis sendiri. Sprei ini mulanya berwarna biru cerah, tapi karena bosan dan sedang kehabisan kanvas aku memakianya untuk menjadi kanvas ku. Dan hasilnya cukup memuaskan. Tidak hanya warna biru cerah polos kini ada tambahan padang bunga bagian bawah sprei dengan beberapa anak bermain di atasnya serta sebuah pohon sakura besar dengan seorang gadis remaja membaca buku di bawah pohon tersebut rambutnya berterbangan tertiup angin bersama beberapa bunga dandelion yang turut terbang bersama angin.
Semakin keatas warna biru cerah tersebut semakin menggelap hingga langit angkasa bertabur bintang menghiasi keseluruhan sprei bagian atas. Lalu agar senada aku juga menggambar sarung bantal, sarung guling dan selimut ku dengan gambar senada.
Cukup menyenangkan melakukannya. Tidak hanya satu ini saja yang menjadi tempat kreasi ku. Tapi hampir semua sprei, sarung bantal, dan sarung guling milik ku aku gambari. Beberapa milik pembantu juga ada yang menjadi hasil kreasi ku. Ada yang meminta gambar bunga, gambar pemandangan, gambar kartun untuk hadian anak mereka di kampung bahkan sampai ada yang meminta gambar oppa-oppa korea yang mukanya kelewat mulus. Semua itu ku kerjakan dengan senang hati terutama saat kanvas ku habis. Mau melukis di tembok kamar ku juga sudah tidak memungkinkan.
Mengenai kamar ku, kamar ku bisa di bilang adalah kamar paling luas yang ada di rumah ini, ukurannya saja mencapai dua kali lipat kamar utama alias kamar Tuan Ridwan Tanubrata dan istrinya yang perlu kalian tahu itu sangat luas. Karena awalnya ini adalah basement tempat menyimpan banyak barang. Kebetulan saat kami pindah kemari mereka semua ribut kamar mana yang harus aku gunakan, semua kamar besar yang ada sudah habis untuk kamar mereka dan dua sebagai kamar tamu, dan sisanya hanya kamar pembantu. Lelah melihat semua orang jadi ribut sendiri aku yang kebetulan melihat ada basemant di bawah rumah, langsung meminta basemant itu untuk menjadi kamar ku.
Mereka menyetujuinya. Yang untung saja, ayah berbaik hari sedikit memperbaiki keadaan basement hingga layak aku pakai. Selanjutnya hanya memindakan barang-barang ku ke basement saja. Saat ini aku memasang beberapa sekat di kamar ku. Sebagian untuk tempat tidur, lemari baju, dan meja belajar. Sebagian besar lainnya sebagai tempat ku meletakkan peralatan melukis dan sisanya aku meletakkan sofa, meja kecil, kulkas, serta kompor. Jadi saat aku malas ke rumah untuk makan aku bisa memenuhi sendiri kebutuhan ku tanpa, perlu naik ke atas.
Ada yang mengatakan tidak ada tempat lain yang senyaman rumah mu sendiri itu benar namun untuk ku ada yang sedikit berubah, tidak ada tempat lain yang senyaman kamar ku sendiri slogan yang selalu aku pegang sejak dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments