2_Status Baru

Menangis? Untuk apa? Air matanya tidak akan membalikkan keadaan. Percuma dia membuang air matanya dan tenaganya hanya untuk menangisi pernikahan yang tak diinginkannya ini. Air matanya sangatlah berharga dibandingkan dengan apapun bagi Aya.

Dalam hitungan jam kini statusnya sudah berubah. Yang awalnya gadis akan segera menjadi seorang wanita. Yang tadinya bebas mengepakkan sayapnya kini mulai terkurung didalam sangkar emas.

Mengesah panjang, itulah yang Aya lakukan. Didalam benaknya tidak pernah melintas keinginan untuk menikah di usia muda. Ayolah, umurnya baru 22 tahun dan perjalanannya masih panjang. Tapi karena wasiat sialan kakaknya itu kini dia terkurung di dalam sebuah mansion milik pria yang kini sudah berstatus sebagai suaminya.

Kakak. Aya tidak ingin menangisi kepergian kakaknya saat ini. Hatinya masih dongkol dengan ulah kedua sahabat kakaknya yang menyeretnya kedalam situasi seperti ini.

Bastrad. Umpatan dan makian itu terus saja terlontar dari mulut manisnya. Matanya yang bulat namun kecil terlihat tajam dan menghunus. Raya bukan tipikal perempuan yang lemah lembut atau penakut dan penurut. Dia terlihat lebih ceria, manis, ketus, bermulut pedas dan lebih dominan pada pembangkang.

Berbeda halnya saat bersama kakaknya Azka, gadis itu akan bersikap manis dan manja pada satu satunya keluarga yang dia miliki di dunia ini. Ya ya ya. Aya dan Azka adalah adik kakak yang hidup tanpa kedua orang tua. Mereka sudah menjadi yatim piatu diusia mereka yang baru 5 tahun dan 13 tahun.

Meskipun mereka tidak memiliki siapa-siapa lagi, Azka mengurus Aya dengan baik, bahkan dia pun mampu untuk mencukupi semua kebutuhan adiknya itu. Aya segalanya untuk Azka. Walaupun tidak ada kasih sayang dari orang tua, Azka selalu menyayangi Aya segenap jiwa dan raganya sehingga gadis itu hidup dan tumbuh dengan cinta dan kasih sayang.

Aya sangat lelah karena berjam jam menangis, lalu menerima tamu di acara resepsi pernikahannya itu. Kini matanya mulai terasa berat dan meminta untuk di istirahatkan. Satu persatu Aya membuka riasan yang terpasang di kepalanya, tangannya bergerak meraba setiap benda yang menancap dan menusuk kulit kepalanya.

Pintu terbuka dari luar memperlihatkan sosok pria jangkung dengan bahu yang kokoh. Aya sempat melihatnya dari pantulan cermin namun dia bersikap biasa saja dan mengabaikannya.

Kyaaaa

Aya terkejut saat melihat pantulan suaminya itu sudah berada tepat dibelakangnya. Tubuhnya nyaris terjungkal karena terkejut jika saja suaminya itu tidak menahan bahunya " Apa kau keturunan iblis?" Tanya Aya  dongkol " Kenapa kau tiba-tiba muncul di belakangku?"

" Berjam jam di dalam kamar. Ku kira kau sudah membersihkan diri. Tapi ternyata kerjaan mu hanya melamun. Apa tidak ada kegiatan lain huh?" Aya bangun dari duduknya lalu memutar tumitnya untuk berhadapan dengan suaminya itu.

" Jangan pernah menjawab pertanyaanku dengan dengan pertanyaan lagi!" Tukas Raya " Kalau tidak,"

" Kalau tidak apa huem?" Potong suaminya cepat. Mata Aya kicep saat pria itu mendekatkan wajahnya dengan kepala yang sedikit menunduk karena postur tubuhnya yang lebih tinggi dari Aya. Begitupun dengan Aya, dia harus mengangkat kepalanya saat berhadapan dengan suaminya itu.

" Aisss. Jangan dekat-dekat denganku!" Aya mendorong dada bidang itu, kepalanya menunduk dengan napas yang tiba-tiba semakin cepat " Untuk apa kau kemari?"

" Ini kamarku jadi aku berhak masuk dan datang kapan saja ke kamar ini," Jawabnya cepat.

Aya memutar bola matanya jengah lalu melipat tangannya di depan dada " Lalu dimana kamarku?" Tanya Aya.

" Kamarmu?" Aya mengangguk " Tentu saja disini!"

"What? Kamu bohongkan? Sudah jangan bercanda, tunjukkan kamarku dimana?"

" Apa aku terlihat sedang bercanda?" Pria itu menarik bahu Aya sehingga tubuh mungilnya terbentur oleh dada bidangnya. Matanya menajam dengan hitungan detik, membuat Aya tidak bisa berkutik di bawah kungkungannya " Mandilah, semua orang sedang menunggu kita!" Sedikit dorongan saat melepaskan bahu Aya membuat gadis itu terhuyung dan mundur beberapa langkah dari posisinya. 

Aya tak lagi menjawab. Dia belum bisa melawan pria itu karena belum mengenal dengan baik pria seperti apa yang menjadi suaminya ini. Aya kembali membuka sisa riasan dikepala, sampai pada akhirnya Aya sedikit kewalahan saat ingin membuka resleting kebayanya.

" Ehemm!" Aya berusaha menetralkan kegugupannya. Kakinya melangkah pelan mendekati suaminya yang tengah duduk di sofa dengan buku ditangannya. Aya berdiri tepat di depannya lalu menusuk nusuk bahu suaminya dengan jari telunjuknya.

Aya hanya bisa menautkan antar jemarinya saat suaminya itu menoleh kearahnya " Kenapa?" Semakin gugup. Ternyata tatapan suaminya itu sangat tajam dan menghunus " Em... anu. Itu... apa,"

" Kenapa?" Tanyanya lagi dengan menutup buku yang sedang dibacanya. Shit. Sejak kapan nyali seorang Aya menjadi ciut seperti ini? Rasanya ini bukan dirinya.

" S...susah buka res...letingnya." Cicitnya malu-malu kucing. Kepala Aya langsung menunduk sengaja membiarkan rambutnya tergerai dan menutupi wajahnya yang terasa panas.

" Ngomong bukain resleting aja lama. Coba sini," Aya menurut saat suaminya menyuruhnya untuk membelakanginya. Rambutnya yang tergerai disibakkan kesamping kirinya guna mempermudah saat membuka resleting kebaya itu.

Halus dan putih. Lembut dan wangi. Dengan jarak sedekat ini suaminya bisa menghirup aroma tubuh milik Aya yang sudah resmi menjadi istrinya. Dengan perlahan resleting itu mulai terbuka memperlihatkan punggung mulus milik Aya. Namun apa yang terjadi selanjutnya? Aya bergegas berlari menuju kamar mandi karena merasakan hawa panas saat tangan besar milik suaminya itu tak sengaja menyentuh punggungnya.

Brakkk

Napas Aya tersenggal setelah sampai di kamar mandi. Dia memaki kebaya yang dipakainya saat ini. Begitupun dengan suaminya, dia masih mematung dengan mata yang menatap ke kamar mandi entah terpesona atau terkesima. Tapi seulas bulan sabit terukir diwajahnya saat melihat istri kecilnya berlari dengan lincah saat menggunakan kebaya.

Gadis itu. Tidak. Wanita itu menuruni anak tangga dengan piyama birunya. Setelah berdebat kembali dengan suaminya setelah keluar dari kamar mandi, akhirnya Aya bisa keluar dari kamar itu. Melangkah pelan dengan mata yang menyapu setiap sudut mansion milik suaminya, Aya dibuat takjub dengan bangunan itu.

" Aya," tatapannya beralih pada suatu ruangan yang Aya yakini ruang makan. Disana sudah ada Mian dan Zain tengah duduk bersama.

" Kenapa lama sekali?" Mian mendapatkan satu geplakan pada kepalanya. Ingin membalas tapi Zain sudah kembali menggeplak kepalanya.

" Kalian disini?"

" Setiap hari juga kita disini Ay," Jawab Zain yang dibalas anggukan oleh Aya.

" Dimana Ramon?"

" Ramon?" Tanya Aya dengan kening yang berkerut " Siapa dia?" Zain dan Mian saling melirik lalu menepuk kening masing-masing.

" Dia suami kamu Kanaya. Ramon. Caramondy!" Ucap Mian menjelaskan.

" Ramon?" Ulangi Aya.

" Gimana ceritanya seorang istri tidak tahu nama suaminya sendiri? Astaga Aya, kamu itu kelewatan banget tau nggak."

" Asal aja kalo ngomong," Aya menimpuk Zain dengan bungkus Tissu " Lagian siapa yang nyuruh nikah dadakan huh? Udah gitu pas keluar kamar udah sah aja. Terus sekarang nyalahin Aya, gitu?"

" Ya.. maaf. Nggak maksud kesitu juga sih. Tapi masa iya kamu nggak tahu nama suami kamu."

" Udah. Udah tau. Caramondy. Namanya Caramondy. Puas huh!" Ucapnya nyolot.

Saat mereka merasa terintimidasi oleh ucapan Aya, Ramon pun akhirnya ikut bergabung dengan mereka. Dia mengambil duduk di kursi utama dengan Aya yang duduk di sebelah kirinya.

" Haii Ara suamiku!" Sapa Aya pada Ramon dengan nada mengejek. Damit. Aya tidak tahu jika Ramon membenci pada orang yang memanggilnya dengan pelesetan pelesetan dari namanya. Bersiap siaplah Kanaya sepertinya kau akan menghadapi singa yang tengah kelaparan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!