Di tahun-tahun sebelumnya Dante tidak pernah mengambil cuti dari pekerjaannya. Meski ia diberi jatah cuti
selama 20 hari dalam satu tahun, ia tak pernah berminat untuk mengambil cuti
meski hanya sehari. Kali ini Dante mengajukan cuti untuk 10 hari sekaligus guna menunggui Prameswari di Rumah Sakit, semuanya karena rasa bersalah yang
mengusik hari-harinya. Hari itu pagi-pagi sekali ia sudah tiba di rumah sakit
dan segera memasuki ruang Prameswari di kamar bernomor 212 lantai 3. Begitu ia
memasuki ruang 212, ia melihat Prameswari melamun memandangi luka di dadanya lewat sebuah cermin bulat.
“Pram, maafkan aku… Semua gara-gara aku.” Ucap Dante dengan perasaan penuh penyesalan. Dia tak ingat bagaimana dia bisa membabi buta menyerang Prameswari, sepengetahuannya, dirinya merupakan
Petugas Kematian yang sabar dan santun.
“Ya, semua gara-gara Kau. Karena itu Kau harus bertanggung jawab penuh menjagaku sampai aku sembuh.” Pram menjawab dengan sendu, sengaja ia pelankan suaranya berharap Dante akan merasa lebih empati dan tidak enak hati. Dengan demikian dia bisa menuntut banyak hal dari Dante.
“Baiklah, Pram. Aku berjanji akan
bertanggung jawab. Tapi sebelumnya, aku ingin bertanya satu hal yang menggangguku sejak malam tadi.”
“Oh ya? Apa itu? Apa Kau
terbayang-bayang wajahku? Apa Kau rindu padaku?” Pram bertanya secara
blak-blakan, begitu juga dengan Dante, dia menjawab dengan blak-blakan juga.
“Tidak. Wajahmu sama sekali tak
muncul di angan-anganku. Rindu? Entahlah, aku tak tahu bagaimana rasanya rindu. Aku hanya terus kepikiran dengan diriku sendiri. Apakah aku bukan pria dewasa? Lalu, bagaimana pria dewasa itu seharusnya?”
Prameswari tersenyum kecil. Dia semakin yakin bahwa pria gagah di depannya merupakan bocah kecil yang menempati tubuh pria dewasa. Prameswari tertarik dengan keluguan Dante dan merasa sangat tertantang untuk mengenal Dante lebih jauh.
“Baiklah, biarkan aku bertanya dulu, di alam ini, apakah mungkin terjadi pernikahan?”
“Tentu. Kita berhak menikah, tapi
kita tak bisa menghasilkan anak di sini. Tak ada aturan khusus untuk kasus pernikahan. Satu pria bisa menikahi banyak wanita, begitu juga sebaliknya. Sebenarnya
dunia ini dan bumi tempatmu berada dulu tak berbeda jauh. Semua yang ada di
bumi hampir semuanya ada di sini. Hanya saja di sini usia semua orang seragam,
antara 25 sampai 30 tahun. Makanya jangan kau kaget jika tak menemukan anak
kecil atau orang tua. Semuanya adalah sama. Jika usiamu sebelum mati di bawah
25 tahun maka usiamu di sini adalah 25 tahun, jika usiamu ketika mati sama
dengan atau lebih dari 30 tahun maka kau akan berusia 30 tahun. Usiaku 25 tahun
lima tahun silam, itu artinya aku baru berada di sini selama lima tahun. Dan sampai 80 tahun ke depan aku akan tetap memiliki tubuh 30 tahun. Sampai di sini
mengerti?”
“Apakah di matrikulasi aku juga
diajari tentang apa yang Kau katakana?”
“Lebih dari itu. Kau akan mendapat buku panduan semacam ensiklopedi. Kau juga akan diajak berkeliling-keliling seperti study tour. Melihat berbagai keanehan dan keajaiban di negeri ini. Keanehan yang selalu kuingat sejak pertama kali aku di sini adalah saat aku beserta rombongan diajak duduk beberapa meter dari rel kereta. Di sana kami melihat ada seorang pria yang sedang tiduran di rel kereta api. Lehernya berada tepat di salah satu bagian rel, sedang tubuhnya mengisi bagian tengah rel yang lebih rendah. Kami semua sudah dipesan oleh Profesor agar tidak bertanya. Kami pun terpaksa diam dan hanya menyaksikan saja begitu ada kereta lewat, leher pria
itu tergilas ditebas bogie kereta api. Nampak oleh kami tubuhnya menggelinjang seperti tubuh ayam yang disembelih. Sementara itu, perlahan leher pria itu mulai terbelah dan saat sudah terpisah sempurna dengan bagian badan, separuh leher dan kepala pria itu menggelinding seperti bola di rerumputan. Rumput yang dilewati bola kepala itu terwarna merah segar. Bola kepala itu menunjukkan ekspresi melotot yang kosong dan mulut yang ternganga. Jelas pria itu telah mati. Kami bingung, di hari sebelumnya kami mendapat materi bahwa di sini kami tak bakal mati sebelum masa usia kami habis. Tapi melihat kepala yang terpisah dari badannya itu, tentu tak mungkin pria itu lolos dari maut. Lalu professor kami itu pun berbicara panjang lebar seolah mengerti kebingungan kami. Kata professor, kami bisa menemui pria itu lagi dalam keadaan sehat dan utuh di keesokan harinya di ruang registrasi pasca kematian.”
Berulang kali Pram menelan lidah. Ia khawatir akan mendapat informasi lain yang lebih menyeramkan dari hal tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 182 Episodes
Comments
🔸
bisa dikatakan mati segan hidup tak mau klo kek gini 😂😂😂
2020-10-19
1
👑Bry|ᵇᵒˢˢ࿐💣
Dante kamu terlalu polos sekali
2020-07-19
0
👑Bry|ᵇᵒˢˢ࿐💣
bisa dikatakan sakit tapi tak mati
2020-07-19
0