Dua : Bosan, Sedih dan Bahagia.
______
______
Author pov.
"Ada apa dengan putri Papa, malam ini kelihatan ceria sekali?" ucap Haidar yang melihat putrinya itu terus tersenyum.
"Ah tidak ada apa-apa kok Pa...." Balas Prilly masih dengan senyuman yang mengembang di bibir mungilnya.
"Yakin?" Tanya Haidar memastikan, tidak biasanya anak gadisnya itu tersenyum dan terlihat begitu ceria, 'pasti terjadi sesuatu saat mengunjungi Eiffel. Batinnya.
"Iya, Pa. Memangnya tidak boleh kalau aku tersenyum terus." Ucap Prilly.
"Tidak boleh, nanti Papa di kira punya putri yang gila." Canda Haidar menggoda putri semata wayangnya dan juga satu satunya keluarga yang berada di sisi nya.
"Papa!!" Pekik Prilly kesal.
"Hahaha, sudah lanjutkan makannya." Ucap Haidar.
____
Bukan pernikahan impian.
____
"Papa pergi dulu, jangan bandel di rumah." Ucap Haidar.
Prilly mendengus kesal. "Aku bukan anak kecil lagi Papa. Prilly sudah dewasa, sudah 22 tahun."
"Oh ya, tapi kelakuannya kok masih seperti anak kecil ya?" goda Haidar.
"Isshh, Papa! Sudah sana cepat pergi. Nanti telat ke kantornya." Ucap Prilly kesal. Ia berusaha mendorong badan Ayahnya keluar rumah.
"Memangnya Papa anak sekolahan? Takut telat! Lagi pula Papa ini pemimpinnya, jadi tidak masalah jika Papa telat." Ucap Haidar santai.
Prilly memutar bola matanya kesal dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Putri Papa jelek kalau lagi merajuk gitu. Ya sudah Papa pergi ke kantor dulu. Ingat nanti akan ada orang datang untuk mengajarimu untuk memasak, suapaya kamu bisa jadi wanita sungguhan." Ucap Haidar panjang lebar. Mengacak acak rambut Prilly sekilas lalu berlalu dari hadapan putrinya itu dan berjalan memasuki mobil yg berada di garasi, sudah ada seorang bodyguard yg membukakan mobil untuknya.
"Memangnya aku bukan wanita sungguhan apa?" ucapnya kesal.
Prilly melambaikan tangan saat mobil sang Ayah mulai berjalan meninggal kan rumahnya. Dengan langkah gontai, ia mulai memasuki rumahnya.
"Shanti aku mau mandi sekarang gerah." Ucap Prilly pada pelayan pribadinya.
"Baik nona, saya akan segera siapkan air mandi nona." Ucap pelayan itu dan berlalu dari hadapan Prilly.
"Ck, membosankan.." gumamnya sebal.
Tidak ada orang lain selain dirinya dan para pelayan serta para bodyguard di rumah ini. Bosan sekali rasanya setiap hari harus terkurung di rumah besar ini sendirian, tidak ada kegiatan yg bisa ia lakukan.
Prilly tidak pernah di izinkan keluar rumah lagi semenjak lulus kuliah. Hanya sore hari saja ia keluar rumah untuk melihat menara Eiffel. Prilly bosan dengan semua peraturan yang Ayahnya miliki, Prilly ingin bebas seperti gadis gadis seusianya. Berjalan - jalan di mall dan menghabiskan waktu bersama teman temannya ataupun pacarnya.
Teman? Heh! Prilly tak pernah punya yang namanya teman. Bagaimana dia bisa punya teman, saat kuliah saja dulu dua bodyguard selalu ada di sampingnya. Siapa yg berani mendekati nya jika seperti itu. Apalagi saat SD,SMP dan SMA dia hanya belajar di rumah dengan guru yg datang ke rumahnya, atau bahasa kerennya Home Schooling.
Prilly di izinkan kuliah di tempat umum saja ia harus merengek mati matian, sampai tiga hari tidak mau makan agar ia di perbolehkan kuliah umum. Dan pada akhirnya memang di izinkan juga walau peraturan nya sangat ketat.
Prilly bukan putri Raja, hanya saja dia memang anak seorang yang kaya. Bahkan terkaya no 3 dari 20 pengusaha sedunia {dalam imajinasi author}. Itulah yg membuatnya terkekang akan peraturan Ayahnya. Ayahnya tidak mau hal buruk menimpanya, karna pasti banyak musuh Ayahnya yang berkeliaran di luar sana yang mengincarnya.
Prilly menuruni tangga dengan langkah hati hati, setelah selesai membersihkan diri tadi di bantu dengan pelayan pribadi nya tentunya.
"Diah, kau tau tidak orang yg akan mengajariku memasak itu akan datang jam berapa?" Tanya Prilly saat sudah berhasil mendarat kan diri di sofa panjang ruang santai.
Diah, atau salah satu pelayan yg sedang mengelap prabotan dekat Prilly pun menolehkan kepalanya kearah Prilly. "Sepertinya sekitar jam sepuluh nona, memangnya ada apa?"
Prilly menghela nafas panjang, jam sepuluh dan ini baru jam setengah sembilan, berarti masih satu jam setengah lagi. "Aku bosan." Gumam Prilly lirih.
Namun Diah masih dapat mendengar gumaman Prilly. Diah mengerti apa yg di rasakan Prilly, selama dua tahun dia bekerja menjadi pelayan di sini. Diah cukup mengerti ke bosanan yang melanda Prilly. Jika ia jadi Prilly pun ia akan merasakan hal yg sama.
"Diah, ada usul tidak bagaimana cara menghilangkan rasa bosan?" Tanya Prilly.
Diah menghentikan kegiatannya sesaat lalu kembali menatap nonanya yg sedang duduk di sofa sambil memencet mencet remot tv. Mengganti ganti chanel tv tanpa minat melihat tayangannya.
"Bagaimana kalau nona melanjutkan belajar merajut biar tidak bosan." Usul Diah, hati hati.
Prilly mendesah frustasi, ia mengacak acak rambutnya sebal. Tidak perduli jika rambutnya akan berantakan.
"Selain itu Diah...."
Andai saja jika sang Mama masih ada mungkin tidak akan sangat membosankan seperti ini.
"Hmm tidak tau nona." Ucap Diah lirih, ia kembali pada pekerjaannya semua.
_____
Bukan pernikahan impian.
_____
"Kak, kakak kenapa dari tadi senyam senyum begitu." Dahlia menyenggol lengan kakaknya.
"Tidak apa-apa kok..." Balas Rasya masih dengan senyum lebar menggiasi wajah tampannya itu.
"Ehmm...... ada apa dengan kalian?"
Ali mendehem saat melihat kedua adiknya sedang asik main senggol senggolan saat sarapan pagi ini. Ali bisa melihat wajah Rasya yg terlihat berbeda pagi ini, sepertinya adiknya itu sedang fall in love. Jatuh cinta.
"Tidak ada apa-apa kok kak." Balas Rasya.
"Bohong, kakak Rasya sedang jatuh cinta ya.... hayo ngaku." Tuding Dahlia.
"Eh, apaan sih tidak kok." Balas Rasya.
Ali tersenyum melihat kedua adiknya yang sedang berdebat ringan. "Sudah selesaikan sarapannya nanti kalian telat loh."
"Siap kak!!" Jawab kedua adik Ali serempak. Mereka memang selalu kompak, saling menyayangi dan menjaga satu sama lain.
Ali beralih menatap istrinya yang ada di sampingnya itu hanya diam di sebelahnya, menatap sarapannya tanpa ada minat memakannya. Ali tau apa yg membuat istrinya seperti ini, istrinya pasti sedang memikirkan perkataannya semalam.
Ya, Ali sudah memberitahukan pada istrinya perihal ia akan menikah lagi dengan putri rekan bisnisnya, namun ia tidak mengatakan bahwa ia menikah lagi untuk menyelamatkan perusahaannya yg di ambang kehancuran.
Istrinya memang tidak mengatakan apapun, tapi Ali tau jika istrinya tidak ingin Ali menikah lagi. Coba katakan istri mana yang rela jika suaminya menikah lagi, apalagi usia pernikahan mereka belum terbilang lama baru satu tahun setengah.
"Kak Nikita kenapa kok dari tadi aku lihat kakak murung. Apa kakak lagi sakit?" Tanya Dahlia yang melihat dari tadi kakak iparnya itu tidak memakan sarapannya sama sekali.
"Ah, tidak kok." Jawab Nikita sedikit kaget dengan pertanyaan adik iparnya itu.
Nikita masih memikirkan ucapan Ali tadi malam, yang mengatakan bahwa dirinya akan menikah lagi. Tapi tidak memberitahukan alasannya kenapa Ali mau menikah lagi? Apa karna sudah satu tahun lebih ia menikah dengannya namun belum di karuniai anak? Pikir Nikita.
Dahlia hanya mengangguk anggukkan kepalanya, walau dalam benaknya ia tau bahwa ada hal yg sedang kakak iparnya itu pikirkan.
"Oh ya, hari ini ka Rasya yang antar aku kan?" Tanya Dahlia.
Rasya hanya mengangguk singkat. Ia memperhatikan kedua orang yg duduk di hadapannya ini dengan serius. Pasti sedang terjadi sesuatu. Batinnya.
"Ya sudah kakak pergi ke kantor dulu ya, kalian juga cepat berangkat sekolah dan kuliah ya. Sayang aku berangkat kerja dulu ya, hati hati di rumah atau kalau mau ke toko juga harus hati hati ya jangan ngebut kalau bawa mobil..." ucap Ali, mengecup puncak kepala istrinya singkat.
Nikita pun menyalami Ali, " kamu juga hati hati di jalan, jangan ngebut bawa mobilnya." Ucap Nikita.
Setelah Ali pergi, Rasya dan Dahlia pun bergegas untuk pergi.
"Kak kami pergi dulu ya..." Ucap Rasya dan Dahlia setelah menyalami tangan kakak iparnya itu.
____
Bukan pernikahan impian.
____
Mohon maaf bila menemukan banyak typo ;)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments