Tidak Akan Hamil

Suara bell pintu membuat Regina yang baru saja merebahkan tubuhnya di sofa, langsung menghembuskan napas pelan. Malam hari dia baru pulang karena pekerjaan yang cukup banyak, dan karena dia yang datang siang ke Kantor tadi.

"Siapa yang datang sih"

Dengan malas, Regina menyeret kakinya untuk berjalan ke arah pintu. Matanya terasa lelah sekali, seharian berkutat dengan layar komputer. Membuka pintu, Regina melihat Arian yang berdiri di depannya sekarang.

"Arian, ada apa?"

Arian tidak menjawab, tapi dia menerobos masuk tanpa menunggu Regina mempersilahkan. Regina langsung mengikuti pria itu yang sudah duduk di sofa tanpa permisi.

Dia ini kenapa sih?

Regina menghela napas pelan, ikut duduk di sofa tunggal sebelah Arian. "Ada apa kamu datang malam-malam begini?"

"Aku sudah datang tadi sore, tapi kau tidak ada"

Kenapa dia marah? Apa kesal karena dia sengaja datang dan aku yang malah tidak ada di Apartemen. Tapi 'kan dia juga tahu kalau aku bekerja, siapa suruh tidak menghubungi dulu.

"Em, aku baru pulang kerja. Memangnya ada apa? Lagian kenapa kamu tidak menghubungi aku dulu?"

Arian melirik tajam pada Regina, tatapan yang membuat Regina langsung terdiam. Kedua tangannya saling meremas di atas pangkuan. Arian mengeluarkan ponsel dan menyodorkan di depan Regina.

Regina mendongak dan menatapnya dengan bingung. Kenapa tiba-tiba Arian memberikannya ponsel miliknya.

"Kau lupa jika aku tidak punya nomor ponselmu. Aku sudah minta pada Arina, tapi sial dia tidak membaca pesanku. Apa dia begitu sibuk dengan pacarnya"

Regina terdiam, baru mengerti apa maksud dari Arian yang menyodorkan ponsel padanya. Tanpa banyak bicara, Regina langsung mengambil ponsel milik Arian dan menyimpan nomor ponselnya di kontak ponsel.

"Aku kesini untuk mengembalikan mobilmu" ucap Arian sambil menaruh kunci mobil di atas meja dengan sedikit kasar. Wajah kesal masih belum menghilang.

"Ah, terima kasih sudah repot mengantarkan mobilku" Padahal aku kira dia akan menyuruh orang untuk mengantarkan mobilku. Tapi, kenapa dia sendiri yang mengantarnya.

Beberapa saat hanya diam, Regina melihat Arian yang malah menyandarkan kepalanya di sandaran sofa dengan memejamkan mata. Dia memang terlihat begitu kesal, apa karena dia sudah datang kesini dan menemukan Regina yang belum pulang dari bekerja. Sekarang terlihat Arian yang sedang mencoba untuk menghilangkan rasa kesalnya.

Apa aku tanyakan sekarang ya? Gumam Regina dalam hatinya. Berpikir tentang percakapan dengan Arina tadi siang, sekarang Regina terus memikirkannya. Tapi untuk bertanya, dia cukup malu dan ragu.

"Em, Arian, untuk kejadian semalam ... em, apa kamu menggunakan pengaman?"

Regina langsung memejamkan matanya malu, setelah berhasil mengeluarkan pertanyaan itu. Jantungnya berdetak kencang karena dia malu dengan pertanyaannya sendiri.

Arian yang awalnya memejamkan mata untuk menghilangkan rasa kesal, langsung menoleh pada Regina. Berubah duduk tegap di sofa, menatap Regina yang memejamkan mata dengan wajah memerah dengan tersenyum licik.

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Apa kau tidak ingat bagaimana rasanya? Apa terasa milikku menggunakan pengaman, atau tidak?"

Regina merasa sulit bernapas sekarang, matanya masih terpejam, tidak berani menatap Arian sekarang. Belum lagi jantungnya yang terus berdebar gugup.

Sebuah hembusan napas hangat membuat Regina membuka matanya, dia terkejut saat menyadari jika Arian sudah berada begitu dekat dengannya. Tatapan mata mereka beradu, detak jantung begitu cepat berirama.

"Jika kau hamil, aku juga akan bertanggung jawab tenang saja. Tapi, aku juga tahu jika malam itu kau tidak siap. Jadi, kau aman"

Regina mengerjap pelan ketika merasakan sebuah kecupan hangat di keningnya. Masih mencoba mengembalikan kesadaran dari segala terkejut.

"Kau tidak akan hamil, tapi jika kau ingin hamil, aku bisa melakukannya sekarang" ucap Arian dengan mengangkat satu alisnya.

Regina memalingkan wajahnya, bisa-bisanya Arian berkata seperti itu tanpa rasa malu sedikit pun. "Sudahlah, sebaiknya kamu pulang saja. Aku mau istirahat"

"Siapa yang bilang aku akan pergi, sekarang sudah malam dan kau tega mengusirku?" ucap Arian yang langsung merebahkan tubuhnya di sofa.

Regina menghela napas pelan, entah kenapa pria ini selalu seenaknya sendiri sejak awal Regina mengenalnya. Tapi kali ini lebih menjadi.

"Terserah padamu"

Akhirnya Regina memilih pergi ke kamar tanpa menghiraukan Arian yang tidur di sofa di ruang tengah. Sebenarnya ada dua kamar di Apartemennya ini, tapi karena Arian yang seperti memaksa untuk tidur disini, maka Regina juga tidak akan memberikan dia kamar untuk tidur.

"Sebenarnya dia itu mau apa sih? Kenapa sikapnya begitu aneh" Regina naik ke atas tempat tidur, masih memikirkan tentang sikap Arian.

*

Entah pukul berapa dan Regina terbangun tengah malam dengan keringat membanjiri tubuhnya. Mimpi buruk kembali datang, dan itu sudah cukup lama sejak beberapa waktu.

"Kenapa aku bermimpi itu lagi" Regina mengusap wajah kasar, mengikat rambutnya dengan asal. "Sudah 3 tahun berlalu, dan seharusnya aku melupakan kejadian itu"

Regina turun dari atas tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Berniat mengambil minum, tapi sudut matanya melihat seseorang yang tidur meringkuk di atas sofa. Regina merasa cukup jahat kejam karena tidak memberinya selimut dengan pendingin ruangan yang menyala. Pastinya Arian sangat kedinginan.

Regina kembali ke kamar, mengambil selimut cadangan di dalam lemari dan membawanya keluar. Menyelimuti Arian dengan pelan, takut akan mengganggu tidurnya.

Dan ketika Regina siap berdiri dan pergi, sebuah tangan di balik selimut menariknya hingga dia terjatuh dalam pelukan Arian. Regina masih terkejut, dia ingin melepaskan diri, tapi pelukan dari Arian malah semakin erat.

"Diamlah, aku kedinginan sejak tadi"

"Aku sudah memberikan selimut, kenapa kamu malah melakukan ini?"

"Kau pikir selimut saja cukup?"

Arian semakin erat memeluknya, tubuh mungil Regina tentunya cukup untuk berada di sofa bersama dengan Arian. Meski sedikit tidak nyaman, tapi Regina pada akhirnya tidak bisa melepaskan diri. Merasakan hembusan napas hangat di lehernya, dan pelukan hangat dari Arian, membuatnya nyaman.

Regina tidak bisa mengkhianati hati dan juga tubuhnya, jika dia merasa nyaman dalam pelukan ini.

Semakin dia seperti ini, semakin aku terikat dengannya.

Perasaan yang tidak bisa di bohongi sejak awal, salahkan Arian yang selalu bersikap penuh peduli padanya, itu membuat Regina terjebak sendiri dengannya.

Jika aku benar mencintainya, apa boleh? Salahkah aku mencintainya?

Bersambung

Terpopuler

Comments

dika edsel

dika edsel

itu derita elo....,siapa suruh tdr disitu?? dasar bodoh..lama2 setres nih orang..

2025-06-23

0

ken darsihk

ken darsihk

Gina mimpi apa ??
Dan kejadian itu telah bertahun lalu, kejadian apa ??

2025-06-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!