Berlian dilarikan ke rumah sakit secepat kilat. Semua anggota keluarga terkejut menerima kabar mengenai Berlian yang ditabrak mobil. Miko dan Vito langsung ke rumah sakit, meninggalkan semua pekerjaan penting demi adiknya.
"Nino, apa yang terjadi?" tanya Miko dengan panik.
"Sebaiknya tidak usah ku katakan kalau Berlian mencoba bunuh diri karena aku minta putus. Bisa-bisa hari ini aku mati dibunuh tiga kakak Berlian," batin Nino.
"Kami janjian bertemu di restoran untuk makan siang. Aku tidak tau apa yang terjadi, tiba-tiba saja dia tertabrak mobil di jalan besar," jawab Nino, berbohong.
"Bohong! Pasti kamu mengatakan sesuatu yang menyakiti Berlian. Kamu pikir kami bodoh!" sahut Dirli, yang datang setelah Miko dan Vito. Dia kelihatan gagah dan garang dengan seragam polisinya.
Dirli langsung menarik kerah baju Nino, membuat Nino tercekik. Dirli emosi tingkat dewa. "Dari awal aku sudah tidak suka sama kamu. Kamu selalu saja menyakiti adikku!" kesal Dirli.
"Kak, lepaskan!" pinta Vito.
"Kenapa? Karena dia temanmu?" Dirli menatap tajam Vito yang dia anggap membela Nino. Vito langsung terdiam.
"Sudah! Jangan ribut! Berlian di dalam sana sedang berjuang!" titah Miko. Hanya satu kalimat yang keluar dari mulut Miko, tapi kalimat itu tidak bisa dibantah.
Dirli terpaksa melepas cengkeramannya. "Kalau ada apa-apa dengan adikku, ku bunuh kau!" ancam Dirli lagi.
Nyonya Elsa dan Raima datang. Terlihat wajah Elsa pucat pasi mendengar berita kecelakaan anak bungsunya. "Kenapa adik kalian bisa kecelakaan?" tanya Elsa, sambil menangis, hatinya tidak karuan.
Miko menggeleng, sebagai tanda tidak tau. "Ulah siapa lagi kalau bukan pria brengsek ini!" jawab Dirli.
"Bukan, Tante. Saya tidak bersalah," sahut Nino, membela dirinya.
"Kak Dirli, kamu jangan asal tuduh. Mana mungkin Kak Nino menyakiti Berlian, dia kan tunangannya," bela Raima pada Nino.
"Aku bukan kakak kamu, jangan panggil aku Kakak!" sahut Dirli.
"Sudah, jangan ribut, tolong!" tegur Elsa, menengahi mereka.
"Dirli sialan!" umpat Raima dalam hati, merasa kesal dengan sikap Dirli yang keras kepala.
Seorang dokter keluar dari ruang tindakan, wajahnya terlihat serius. "Berlian harus dioperasi secepat mungkin karena kepala Berlian terluka parah," kata dokter itu.
Mereka pun langsung setuju, tidak ada waktu untuk berpikir panjang. Dokter juga memberitahu bahwa setelah operasi, kemungkinan besar Berlian akan mengalami amnesia dalam jangka panjang.
"Tapi jika tidak dioperasi, nyawa Berlian terancam," tambah dokter itu.
Pihak keluarga tidak keberatan, bagi mereka nyawa Berlian adalah yang terpenting. Mereka lebih memilih untuk mengambil risiko daripada kehilangan Berlian selamanya.
Sementara itu, Nino merasa lega. "Akhirnya Berlian berhenti merecoki hidupnya," batin Nino. Dengan amnesianya Berlian, pasti Berlian akan melupakan dirinya.
Di sisi lain, Raima merasa kesal. "Sialan, semua jadi tidak menyenangkan lagi. Padahal aku belum puas menyiksa Berlian dengan mengambil tunangannya," batin Raima. Dia wanita licik, baik di luar tapi busuk di dalam.
Berlian dioperasi selama 4 jam. Selama itu pula semua anggota keluarga Lingga berjaga, mereka setia menunggu selesainya operasi Berlian. Miko, Vito, dan Dirli tidak mau meninggalkan ruang tunggu, mereka menunggu kabar dari dokter.
Sementara Nino, dia diam-diam pulang. Baginya operasi Berlian tidak penting. Dia diam-diam pulang bersama Raima ke apartemennya. Nino tinggal sendiri di apartemen, ayah dan ibunya tinggal di apartemen mereka sendiri.
"Bagaimana kabar Berlian?" tanya Raima saat mereka berada di dalam mobil.
"Belum tahu, aku tidak menunggu kabarnya," jawab Nino dengan nada yang santai.
Raima tersenyum, dia tahu bahwa Nino tidak peduli dengan Berlian. "Aku senang kamu tidak peduli dengan Berlian," kata Raima.
Nino hanya tersenyum, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Mereka berdua terus menuju apartemen Nino, tanpa memikirkan keadaan Berlian yang sedang berjuang untuk hidupnya.
"Sayang, apa setelah operasi Berlian akan melupakanmu?" tanya Raima, bersuara manja dan penuh harap. Dia memandang Nino dengan mata yang penuh kasih sayang, berharap bahwa Nino akan menjawab apa yang dia inginkan.
"Mungkin, tapi itu bagus," jawab Nino dengan senyum dingin. "Jadi kita bisa bersatu. Aku tinggal membatalkan pertunangan kami," kata Nino, seolah-olah tidak ada masalah besar yang akan terjadi.
Raima tersenyum, merasa bahwa Nino telah membuat keputusan yang tepat. Namun, dia juga memiliki kekhawatiran sendiri. "Bagaimana dengan perusahaanmu? Bukankah perusahaanmu sedang membangun proyek besar? Kalau kamu putus dengan Berlian, pasti Kak Miko akan berhenti berinvestasi di perusahaanmu," kata Raima, mencoba mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan Nino.
Nino tersenyum, seolah-olah dia telah memikirkan hal itu sebelumnya. "Jangan khawatir Raima sayang. Perusahaanku sekarang sudah stabil. Beberapa minggu lalu Berlian memberikan banyak uang untukku. Tanpa uang Miko, perusahaan ku tetap berdiri," kata Nino, berusaha meyakinkan Raima.
Tapi Raima masih memiliki rasa penasaran. "Tapi apa?" tanya Raima, mencoba mengetahui apa yang masih menjadi kekhawatiran Nino.
Nino terdiam sejenak, sebelum menjawab. "Kendalanya sekarang bukan uang Miko, tapi kakak tiriku yang sialan itu," kata Nino, dengan nada yang penuh kebencian.
Raima penasaran, siapa yang dimaksud Nino. "Siapa?" tanya Raima, mencoba mengetahui identitas orang yang dibenci Nino.
Nino tersenyum dingin, sebelum menjawab. "Siapa lagi kalau bukan CEO Tama Group," kata Nino, dengan nada yang penuh kebencian. "Bukannya aku pernah bilang kalau Tama group dulu adalah perusahaan milik ayahku. Kakakku yang mirip mafia itu menggunakan cara licik mengambil perusahaan kami. Dia membuat ibu dan ayahku takut keluar rumah. Pasti dia sedang menyusun rencana untuk menjatuhkan perusahaanku," kata Nino, dengan nada yang penuh kemarahan.
"Bagaimana kalau dia berhasil?" tanya Raima, dengan nada yang sedikit khawatir.
"Tidak akan ku biarkan," jawab Nino dengan percaya diri. "Aku punya kartu As di tanganku. Itulah kenapa sampai sekarang dia tidak berani menyentuhku," kata Nino, dengan nada yang penuh percaya diri.
Raima penasaran, apa yang dimaksud Nino dengan kartu As tersebut. "Apa itu?" tanya Raima, dengan rasa penasaran yang besar.
Nino tersenyum dingin, sebelum menjawab. "Tulang belulang ibunya aku gali dari makam dan ku simpan di tempat rahasia. Tanpa aku, dia tidak akan menemukan tulang ibunya," kata Nino, dengan nada yang penuh kemenangan.
Raima tersenyum, merasa bahwa Nino memiliki kekuatan besar untuk mengendalikan situasi. "Tenang saja, kamu pasti bahagia bersamaku," kata Nino, sambil membelai wajah Raima.
Raima tersenyum menggoda, merasa bahwa Nino masih bisa menjadi ATM berjalan untuknya. "Nino, aku mencintaimu," kata Raima, menatap manja wajah Nino.
Nino tertawa dan tergoda, merasa bahwa Raima sangat menggoda. "Kamu sangat menggoda, Sayang," kata Nino, sebelum langsung menyerang Raima.
Dia mencium bibir Raima dengan rakus, sementara tangannya tidak tinggal diam. Seluruh badan Raima sepuasnya dia remas dan sentuh. Raima mengerang manja, membuat Nino semakin bergairah mendengarnya. Keduanya tenggelam dalam kegairahan dan keinginan mereka sendiri.
Raima dengan berani membuka kancing baju Nino. Setelah melemparkan baju Nino ke lantai, kini giliran resleting celana Nino yang dia buka. Suasana semakin panas.
Nino paling suka berada di bawah Raima. Posisi itu adalah posisi favorit Nino. Raima pun memberikan kepuasan yang Nino mau sampai Nino merasa terbang ke langit ke tujuh. Itulah yang dia suka dari Raima. Raima mampu memuaskannya sementara Berlian selalu menolak tidur dengannya. Nino menganggap Berlian kuno dan sok suci. Bersama Raima, Nino merasa menjadi laki-laki sejati. Nino merasa bahwa dia bisa menjadi dirinya sendiri dan menikmati hubungan yang lebih bebas dan menyenangkan.
Nino dan Raima menjalin hubungan yang sangat dekat, meskipun secara rahasia. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, menikmati setiap momen yang mereka miliki. Namun, hubungan mereka tidak lepas dari bayang-bayang ketidaksetiaan, karena Nino masih bertunangan dengan Berlian. Mereka terus mencari cara untuk bersama, meskipun harus melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Raima dan Nino tampaknya tidak peduli dengan perasaan Berlian, dan mereka terus melanjutkan hubungan mereka tanpa memikirkan konsekuensi yang mungkin timbul di masa depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Ila Lee
cocok ya pasangan ini sama 2 kaki selingkuh yg satu sudah ada tunagan yg satu kn itu tangan sepupu MU memang cocok beremgsek bertemu jalang 😡😡😡
2025-07-01
1
Kusii Yaati
heh lagi lagi alasan tidak bisa memberi apa yang lelaki mau menjadi alasan perselingkuhan "BASI" tahu Nino😡... semoga karma menghampiri kalian, dasar sampah 😠
2025-07-06
0
Felycia R. Fernandez
ya Tuhan...
mayat pun di permainan 😠😠😠
2025-07-02
0