Rose berjalan menyusuri jalanan malam yang diterangi cahaya-cahaya redup dari lampu jalan. Gadis itu baru saja pulang dari kerja paruh waktunya, di restoran cepat saji.
Rose bukan dari keluarga yang berada, Ibunya hanya seorang buruh cuci pakaian, sedangkan ayahnya tidak bekerja sama sekali. Ayahnya hanya bisa bermain judi dan mabuk-mabukan.
Kehidupan yang berat sudah ia lalui sejak kecil. Suara tangisan dari ibunya merupakan makanan biasa bagi indera pendengarannya.
Namun, sekalipun ia seorang gadis yang tumbuh diantara semak belukar yang penuh duri, ia tetap menjadi sosok yang periang. Senyuman dan kebahagiaan seakan selalu meliputi dirinya.
Semua masalah yang ia lalui, menjadikannya gadis yang tahan akan terpaan badai. Rose tidak pernah membiarkan dirinya terlarut dalam kesedihan.
"Rose, kau baru pulang?" Tanya seorang pria paruh baya yang merupakan tetangganya.
"Ah paman Gani. Iya paman." Jawab Rose.
"Lebih baik kau cepat pulang ke rumahmu, ayahmu—"
"Baik paman, terimakasih sudah memberitahuku." Ucap Rose, ia kemudian berlari meninggalkan pria paruh baya itu.
Rose tahu apa yang ingin paman Gani katakan, walaupun ia belum mendengar keseluruhan perkataan dari pria paruh baya itu.
Yang ingin paman Gani katakan pasti tentang ayahnya yang sedang mabuk dan mengamuk. Gadis itu terus berlarian menembus angin malam yang dingin, berharap ayahnya belum melukai sang ibu.
Sampainya di depan rumah, Rose langsung masuk kedalam, ia menuju ke arah suara kegaduhan yang ada di ruang tamu.
Rose membelalakkan matanya, bukan ibunya yang terluka, tapi ayahnya tergelatak tak berdaya di lantai rumah itu.
Disana berdiri dua pria berbadan besar dengan tato diseluruh lengan mereka. Sekali lihat saja, Rose sudah tahu siapa mereka. Mereka adalah para rentenir yang menagih hutang ayahnya karena kalah judi.
"Ibu!" Rose menghampiri ibunya yang bersimpuh di samping sang ayah.
"Apa ini anakmu? Lumayan juga." Ucap salah seorang rentenir itu.
"Bagaimana jika gadis ini yang membayar hutang ayahnya kepada bos kami?" Kata rentenir yang satunya.
"Hutang apa? Itu hutang ayahku! Bukan hutangku. Jadi aku dan ibuku tidak ada urusan dengan kalian!" Teriak Rose didepan dua pria itu.
"Baiklah, jadi tidak ingin membayar hutang ya? Kami akan melaporkannya ke polisi." Ujar rentenir itu.
Rose tersenyum sinis menatap dua orang pria berbadan besar itu.
"Silahkan, bawa pria tidak bertanggung jawab itu pergi dari rumah kami." Kata Rose sembari menunjuk kearah ayahnya.
"Rosela!" Terdengar suara ibunya yang berteriak padanya.
Rose menoleh, menatap ibunya yang sudah berlinang air mata.
"Kau putrinya, kenapa berkata seperti itu." Ucap sang ibu disela-sela tangisannya, membuat Rose merasa bersalah.
"Kau dengar apa yang ibumu katakan, kau putrinya, jadi hutang ayahmu juga hutangmu." Kata sang rentenir.
"Pasal satu kosong empat lima dalam kitab undang-undang hukum perdata, Tiada seorang pun diwajibkan menerima warisan yang jatuh ke tangannya." Ujar Rose, ia menatap tajam kedua rentenir itu sejenak, sebelum akhirnya kembali melanjutkan perkataannya.
"Warisan itu termasuk harta dan hutang. Dan aku—aku menolak warisan hutang darinya!" Kata Rose sembari menunjuk ayahnya yang mulai sadar.
Kedua rentenir itu awalnya terlihat kaget mengetahui jika Rose paham tentang hukum seperti itu. Tapi kemudian mereka tertawa senang, seperti menemukan harta karun yang tersembunyi.
"Kenapa kalian tertawa?!" Ujar Rose kesal dengan sikap dua pria rentenir itu.
"Bos kami pasti akan menganggap lunas hutangmu, jika kau menyerahkan anak perempuan mu ini padanya sebagai ganti." Kata salah satu rentenir itu pada Prim, ayah Rose.
Ayah Rose yang baru saja sadar, ia berdiri dengan bantuan istrinya. Pria paruh baya itu kemudian menatap putrinya, menelisik dari atas sampai kebawah.
"Aku tidak tahu jika kau sudah sebesar ini Rosela." Ucap sang ayah menatapnya dengan pandangan penuh arti.
"Bawa saja dia." Ujar ayah Rose kepada dua pria itu.
"Apa yang kau katakan?! Dia putri kita! Bagaimana kau bisa setega itu?! Kau sama saja sedang menjual putrimu sendiri!" Kata ibu Rose.
"Diam! Apa kau mampu membayarnya?! Apa kau mau rumah warisan ayahmu ini kita jual?!" Ucap sang ayah pada istrinya.
Rose mengepalkan tangannya kesal melihat ayahnya yang selalu berteriak keras dan bersikap seenaknya pada ibunya dan juga dirinya.
"Baiklah, kalian bisa ribut nanti saja, setelah kami membawa pergi gadis manis ini." Kata salah satu pria rentenir. Kemudian keduanya berjalan mendekati Rose yang masih diam ditempatnya.
"Satu langkah lagi kalian mendekat, aku pastikan polisi akan segera datang." Ujar Rose dengan tangan yang memegang ponsel itu terangkat keatas, menunjukkan pada dua pria itu bahwa dirinya sekarang sedang menghubungi polisi.
Sontak kedua pria itu menghentikan langkahnya dan menjaga jarak jauh dari Rose.
"Ini pemaksaan, saya bisa melaporkan kalian atas kasus penculikan jika kalian membawa paksa saya pergi dari sini. Dan ayah, Rose bisa melaporkan ayah karena melakukan perdagangan manusia." Kata Rose, membuat semua orang di ruangan itu terdiam, tak ada yang berani membalas perkataannya.
"Halo, kami dari emergency call, dengan siapa disana? Apa ada masalah yang bisa kami bantu? Jika terjadi sesuatu, kami akan mengirimkan bantuan dari kepolisian kesana." Panggilan darurat yang Rose lakukan telah tersambung.
Semua masih diam, begitupun juga Rose yang masih menunggu kedua pria itu untuk menyerah dan pergi dari rumahnya.
Rose menunjuk pintu keluar dengan tangannya, memberi kode pada dua pria bertubuh besar itu untuk segera keluar dari rumahnya, jika tidak, Rose akan meminta bantuan dari kepolisian.
Dengan terpaksa, kedua pria yang bertugas menagih hutang itu pergi dari sana, menyisakan Rose, ibunya dan juga sang ayah yang masih sempoyongan karena pengaruh alkohol.
"Maaf, tadi ada orang asing masuk ke rumah saya. Tapi ternyata hanya ada sedikit kesalahpahaman. Saya benar-benar minta maaf." Ucap Rose menjawab panggilan yang cukup lama ia abaikan itu.
"Baiklah, lain kali jika keadaan tidak begitu darurat, mohon untuk bersikap bijak dalam menggunakan nomor panggilan ini." Ujar orang diseberang sana yang kemudian mematikan panggilan itu.
Rose menghela nafasnya, ia sebenarnya malu dan tidak enak sudah melakukan panggilan iseng seperti itu. Bagaimana jika nomornya masuk ke dalam blacklist orang-orang yang suka melakukan panggilan iseng. Gadis itu hanya bisa mendengus pasrah.
"Rose." Panggil ibunya. Rose menoleh sejenak, ia melemparkan senyuman-nya pada sang ibu, kemudian berjalan letih ke dalam kamarnya.
Dikunjungi penagihan hutang, bukan hanya satu kali ini saja, tapi sudah sering. Namun, tadi itu benar-benar yang paling buruk. Bagaimana bisa ayahnya sampai berbuat sejauh itu.
Rose ingin sekali marah pada pria paruh baya itu, tapi ibunya selalu menasehati hal-hal yang membuatnya mengurungkan niat buruknya itu. Bagaimanapun juga itu tetap ayahmu. Rose mendengus kesal mengingat ucapan ibunya.
✍ Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf apabila ada persamaan nama tokoh, karakter, tempat kejadian ataupun peristiwa yang terjadi.✍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 153 Episodes
Comments
°e͠kha
owh ayah kau sungguh ayah yg bertanggu jawab sampai ingi. menjual anak gadis mu
2020-06-15
1
Nisa Nazrillah
ayah macam apa yg mw mnjual anak kndung nya sndri..bahkn hewan pun sayang sma anak nya
2020-06-04
1
felixia anime
belum ketebak alurnya
semngt thor
wlwpun aku telat bacanya😁
2020-04-17
0