Shaka sama sekali ngga meduga ternyata gadis yang berpenampilan asal asalan ini sangat mahir berdandan.
Dengan keterbatasan kondisinya, dia dapat menampilkan dirinya yang jauh lebih cantik dari yang biasa dilihat Shaka selama dua kali pertemuan mereka.
Dandanannya sama sekali ngga menor, lipstiknya pun berwarna nude yang sedikit menampakkan kalo dia memang sudah mengoleskannya.
Rambutnya yang tergerai sungguh indah. Sempat sempatnya dia mencatoknya di sini.
Ternyata isi tasnya komplit juga.
Tanpa sadar Shaka tersenyum.
Mereka pun memasuki wilayah parkiran kampus Rifanza.
Setelah menghentikan mobilnya, Shaka mengulurkan ponselnya.
Dia tersenyum melihat tatap heran gadis itu.
"Nomer ponselmu."
"Buat apa?"
Shaka menaikkan alisnya.
Seorang Shaka ditanya begitu detil saat meminta nomer ponsel seorang gadis? Ngga salah?
Dia juga merasa bodoh. Selama ini dirinya yang sering diminta nomer ponselnya, sekarang malah kebalikannya.
Dunia sedang bercanda rupanya.
"Ehem .... kamu lupa mobilmu?"
Oh iya. Tapi Rifanza ngga akan memberikan nomer paling pribadinya pada orang yang belum dia kenal, apalagi laki laki ini masih dia curigai sebagai bos bandar obat terlarang.
Dia ngga mau membuat mamanya tambah khawatir.
"Emmm.... Kalo udah selesai diparkir aja di tempat tadi. Nanti kuncinya kasih ke sekuriti," ucapnya menguatkan hati untuk memberanikan diri menentang tatap elang di depannya.
Dia cukup kenal dengan sekuriti apartemen.
Diiiih.... Masih ngga bisa juga? Dalam hati Shaka tertawa miris, baru kali ini dia ditolak berkali kali.
"Oke." Dia ngga akan memaksa. Harga dirinya mau dilempar kemana kalo dia tetap ngotot.
"Terimakasih, ya." ucap Rifamza sambil membuka seatbeltnya. Tapi dia agak bingung. Tadi waktu dipasang ngga ada masalah.
Shaka mendekat dan membantu melepaskannya.
Terlalu dekat hingga Rifanza merasa pengap.
Tapi Shaka melakukannya cukup cepat, dia ngga mau dianggap mengambil kesempatan. Apalagi gadis ini terlalu jual mahal.
"Sudah." Shaka mendongak. Mereka bertatapan dalam jarak yang cukup dekat.
Seringai tipis tersungging ketika melihat gadis itu tampak terpaku menatapnya.
Shaka segera menjauh.
Sabar, Shaka. Sabaaarrr. Biarkan dia penasaran dan mengejar kamu, batinnya memprovokasi.
Shaka membuka pintunya dari dalam.
Rifanza tau beberapa mahasiswa dan mahasiswi menatap kagum ke arah mobil sport mewah yang keren ini. Memang bukan kali ini saja ada mobil mewah yang parkir di kampusnya. Cukup sering juga dan selalu menjadi pusat perhatian.
Rifanza pun merasa jadi mahasiswi paling kaya raya yang terdampar di negeri orang saat keluar dari mobil mewah itu, karena mobil yang dia miliki hanya mobil ford yang paling murah.
Rifanza agak kaku melambaikan tangannya sambil mengangguk sebelum pergi meninggalkan laki laki yang sudah membuat detak jantungnya berpacu sangat cepat.
"Sama siapa?"
Mark menghampirinya. Laki laki itu baru saja memarkirkan ducatinya.
"Teman."
Mark, laki laki asli bule yang cukup fasih berbahasa yang sama dengannya karena pernah tinggal di Jakarta, kini menjejeri langkahnya.
Laki laki itu melirik ke belakang, ternyata pemilik porche itu masih belum pergi.
"Dia masih memperhatikan kamu," kekeh Mark penasaran, siapa yang dimaksud teman oleh Rifanza.
Rifanza menoleh, bersamaan dengan mobil itu yang sudah melaju pergi.
Langkah Rifanza malah terhenti sampai mobil itu menghilang dari parkiran kampusnya.
"Mau bimbingan?"
"Iya. Kamu juga? Atau mau ngulang kuliahnya?" tawa Rifanza.
Laki laki yang dipanggil Mark hanya nyengir saja.
Sementara itu rahang Shaka mengeras melihat ada bule yang menyapa Rifanza dan berjalan bersama gadis itu.
Dia benar benar menyesal kenapa tadi ngga dike cupnya saja bibir yang setengah terbuka itu tadi.
Sekarang malah dia yang penasaran, siapa bule yang bersama gadis itu.
Bukan pacarnya, kan?
*
*
*
Cukup lama Rifanza berada di kampus. Skripsinya masih memerlukan beberapa perubahan
"Ngga dijemput?"
Rifanza menggeleng. Ngga nyangka ketemu Mark lagi.
Siapa yang mau jemput? Bos bandar obat terlarang itu?
Nggak mungkinlah.
Semua pertanyaan yang ditanyakan, dijawabnya sendiri dalam hatinya.
"Mobil kamu kemana?"
"Lagi dibengkel."
"Servis rutin?"
"Yes."
Mark tersenyum
'Kapan maju sidang?" Mereka masih berjalan beriringan.
"Masih belum oke."
"Oooh, sama, dong."
Keduanya tertawa berderai.
"Mau aku antar pulang?" tawar Mark.
Rifanza terdiam, agak ragu. Di negara asing ini, temannya ngga banyak. Mark salah satunya, karena dia senang bertemu teman yang pernah tinggal di Jakarta. Apalagi bisa ngomong dalam bahasa yang sama.
"Ngga bakal diculik," tawa Mark lagi.
"Oke. Asal ngga ada yang marah aja."
"No, no. I'm still single, like you."
Rifanza tertawa ngga percaya, beberapa kali dia melihat beberapa perempuan berbeda yang diantar dengan ducatinya.
Mark tampan, pintar juga suka maen basket. Tentu dia menjadi salah satu mahasiswa yang digandrungi banyak mahasiswi cantik di kampus ini.
Sengaja Rifanza mengambil jarak dan meletakkan tasnya sebagai pemisah mereka ketika duduk di ducati laki laki bule itu.
"Thank's ya," ucap Rifanza begitu mereka tiba di parkiran apartemennya.
"Kapan kapan ke coffee shop, ya."
"Oke." Tadi Mark mengajaknya mampir tapi dia tolak karena ingin melihat mobilnya, apakah sudah selesai di car wash pada tempat aman laki laki itu atau belum.
"Take care," ucapnya saat Mark akan pergi.
"You too." Setelah tersenyum laki laki itu pun melajukan ducatinya.
Baru saja dia akan melangkah ke dalam parkiran, sekuriti apartemen menghampirinya.
"Miss Rifanza."
'Ya, sir?"
"It's yours." Sekuriti paruh baya itu mengulurkan kunci mobilnya.
"Thank's, sir," sahutnya senang saat menyambut kunci mobilnya.
"He got your name wrong, but he knows your apart number, miss."
"Ooo." Rifanza tersenyum. Di apartemen ini dia dikenal dengan nama Rifanza. Sedangkan pada bos bandar obat terlarang itu dia memberitaukan namanya Lea.
Rifanza mengulurkan lima lembar uang seratus dollar As pada sekuriti itu.
Tapi sekuriti itu menolak. Dia menunjukkan amplop yang cukup tebal berisikan uang seratus dollar AS. Wajahnya tampak sangat senang.
"He gave me this."
Rifanza merasa agak malu, karena jumlah uang yang dia berikan tidak sebanding. Sangat jauh.
"Oke, sir."
"Thank's, miss."
Rifanza mengangguk tapi ngga tau untuk apa. Bukan dia yang ngasih uang sebanyak itu pada sekuritinya.
Wajarlah, pasti uang haramnya banyak, batin Rifanza sambil berjalan pergi untuk melihat mobilnya yang berada di tempat yang sama seperti di waktu pagi tadi.
*
*
*
"Tuan muda, mobil nona sudah saya antar," lapor pengawalnya pada Shaka di ruangan kerjanya.
Shaka mengangguk. Dia baru saja selesai meeting.
"Tadi saya lihat nona diantar laki laki bule, tuan. Ini ada di layar ponsel saya." Pengawal setianya menunjukkan foto di layar ponselnya.
Shaka terdiam saat melihat laki laki bule yang sama dengan yang dia lihat pagi tadi.
Sialan. Apa benar ini pacarnya? Hati Shaka tiba tiba panas.
Jadi teringat ejekan Rajata padanya.
Apa dia sudah terlalu tua untuk anak kuliahan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Sleepyhead
Wow 👏👏👏 makin kece aja ni otor hehehhe
He messed up your name, but he's got your apartment number down pat, miss.
2025-06-09
2
Rahayu Ayu
Ada yang panas perlu kipas ,tapi bukan tukang sate....
gayanya mo bikin Rifanza penasaran,
padahal Shaka sendiri yg kelabakan liat Rifanza jalan sama si bule.
2025-06-09
1
Sleepyhead
u got, plenty of tips... nice
2025-06-09
2