WARNING❗ Terdapat banyak kata kasar dan menyinggung. Mohon bijak dalam membaca, terima kasih.
...~SELAMAT MEMBACA~...
Saat ini Bumi tengah berdiri di depan pintu rumah Sabina dengan penampilan yang sangat rapi dan wangi. Senyum cerah tak lupa menghiasi wajah tampannya, sambil menenteng papper bag berisi donat kesukaan Sabina Bumi perlahan mengetuk pintu.
Ceklek.
Pintu terbuka dari dalam senyum Bumi seketika luntur begitu melihat orang yang membukakan pintu untuknya.
"Kenapa jadi lo?"
"Lah kenapa? Rumah-rumah nenek gue,"jawab Sabian tak kalah ketus, setengah tubuhnya ia sandarkan di daun pintu dengan kedua tangan terlipat.
"Mana kakak lo?"
"Mau ngapain lo cari kakak gue?" Bukannya menjawab Sabian malah balik tanya.
"Gak sopan lu-la-lo-lo , gue satu tahun lebih tua dari lo ya. Lagian ini bukan urusan lo cepet mana kakak lo gue mau ngomong sesuatu,"desak Bumi sambil mencuri-curi pandang ke dalam rumah berharap dia bisa menemukan sosok yang tengah dicarinya.
"Kagak ada, keluar tadi."
Bumi mengernyit bingung, "kemana?"
"Nggak tau." Sabian mengedikan bahunya acuh tak acuh.
"Lo adiknya masa kagak tau kakak lo pergi kemana."
"Ya masa gue harus tau urusan kakak gue."
"Yaudah lah mau gimana lagi. Nih nitip donat buat kakak lo kalau dia udah balik, nanti gue ke sini lagi,"ucap Bumi sambil menyerahkan papper bag berlogo merek makanan ke Sabian.
Sabian menaikan sebelah alisnya, " Buat gue mana?"
"Beli aja sendiri,"sahut Bumi malas.
"Gitu lo sama gue kagak gue restuin lo sama kakak gue,"ancam Bian.
"Dih? Yaudah iya-iya buat lo berdua untung gue belinya banyak."
Sabian seketika tersenyum sumringah. "Hehehe thanks Bang!"
"Dih masa harus disogok makanan baru manggil gue abang,"protes Bumi.
Sabian tak peduli dengan protesan pemuda di depannya ibaratnya seperti masuk telinga kanan keluar telinga kiri, intinya tidak penting.
"Udah kan? Bye!"
Brak!
Pintu di depan terbanting tertutup membuat Bumi terperanjat kaget.
"Anjing! Kalau lo bukan adik Sabina udah gue tendang lo ke planet mars,"misuh Bumi sambil mengacungkan jari tengah.
Sabian tak tau kalau pemuda di luar sedang memarahinya. Yah mau dia tau atau tidak Sabian tak peduli.
"Siapa? Bumi ya?"tanya Sabina sambil menyeruput jus buah buatannya kemudian duduk di sofa ruang tengah.
Sabian mengangguk lalu ikut duduk di sebelah kakaknya sambil meletakkan donat di meja kopi.
"Dikasih donat sama bang Bumi. Kakak kenapa gak mau ketemu bang Bumi? Lagi marahan?"
Tadi sebelum membuka pintu Sabina sempat memperingati Sabian jika itu Bumi bilang saja tidak ada.
Jadi Sabian terpaksa berbohong.
"Ya gitulah,"jawab Sabina asal, perhatian sepenuhnya terfokus ke layar tv yang sedang menampilkan film kesukaannya.
"Terus ini donatnya kakak mau gak?"tanyanya sambil mencomot donat rasa coklat favoritnya.
"Gak mau, kamu aja yang makan."
"Oke." Sabian tak menyia-nyiakan kesempatan untuk makan gratis, kapan lagi kan bisa makan donat mahal gratis lagi.
Kedua kakak beradik itu menghabiskan waktu bersama menonton film di ruang tengah.
Sampai dua jam kemudian terdengar ketukan lagi dipintu. Dan yang membukanya tetap Sabian.
"Apa?"
Yang bertamu tidak lain dan tidak bukan adalah Bumi.
"Kakak lo?"
"Gak ada!"
Brak!
Saat makan siang.
"Belum balik!"
Brak!
ketika tidur siang.
Brak!
Belum sempat bicara pintu di depan sudah dibanting tertutup. Namun meski begitu Bumi tidak menyerah.
Menjelang sore, Sabian berteriak frustasi.
"Arghh! Kakak aja yang buka sana selesain urusan kakak sama bang Bumi. Kalau menghindar terus Sabian yakin bang Bumi bakal terus ke sini sampai malam."
Sabina hanya bisa menghela nafas kasar. Apa yang dikatakan adiknya benar, dia tidak bisa terus-terusan menghindar.
Senyum Bumi langsung merekah ketika orang yang dicarinya berdiri di hadapannya. Namun sebelum berbicara Sabina sudah menyemprot nya terlebih dahulu.
"Lo gak ada kerjaan apa bolak-balik ke rumah gue terus?! Gue kemarin udah bilang gak usah ketemu gue lagi, budek kuping lo?!" Cecar Sabina.
"Hah?"
"Tu-tunggu jadi selama ini lo ada di rumah? Berarti tuh bocah bohongin gue dong? Wah kurang asem."
"Iya gue yang suruh. Kenapa? Lo mau marahin gue? Ayo marahin berani gak?!"
Bumi tak berani marah lagi, bibirnya mencebik kesal. Dia gak mau dijauhin Sabina lagi, rasanya seperti separuh hidupnya hilang.
"Iya enggak. Bumi mau ajak kamu ke suatu tempat, Bumi yakin kamu pasti suka, mau ya ya ya?"
"Gak ada waktu,"jawab Sabina ketus.
"Pliss...."Mohon Bumi dengan wajah memelas.
"Huft....oke."
"Yes!"
°°°°
Kini kedua insan itu tengah duduk dibawah pohon rindang, menikmati semilir angin sejuk dengan disuguhi pemandangan yang sangat memanjakan mata.
Hamparan rumput luas dengan cahaya orange yang membentang di cakrawala. Seperti lukisan nyata oleh tangan seniman.
Sabina baru tahu kalau di desanya ada tempat seindah ini.
Kedua orang itu terdiam dengan pikiran masing-masing sambil menikmati pemandangan indah ciptaan Tuhan.
Bumi tersenyum puas melihat wajah tenang Sabina, tak sia-sia perjuangan dirinya mengembara ke pelosokan sampai akhirnya mendapat tempat seindah ini.
"Maaf...."ucap Bumi dengan nada lirih, memecah kesunyian di antara mereka.
Dalam kata itu tersirat rasa penyesalan.
Sabina tak bergeming.
"Maaf kemarin aku gak bermaksud ngomong gitu, aku cuma khawatir kamu terluka. Aku gak ada maksud lain, Kamu mau maafin Bumi kan?"
Bumi mengubah kosa katanya menjadi halus dengan nada merengek dan wajah memelas.
Sabina masih diam dengan pandangan fokus ke depan.
"Bin...jangan cuekin Bumi terus. Mau sampai kapan Bina cuekin Bumi, lusa Bumi mau balik ke Jakarta. Skors Bumi udah habis, masa Bumi ninggalin Bina pas lagi marahan, gak mau!"
"Sabina...."
"Kalau gini terus Bumi gak mau pulang mau di sini terus sama Bina."
"Jangan ngaco!" Ahirnya setelah sekian lama Sabina membuka mulut.
Gadis itu menatap tajam pemuda di sampingnya.
"Kalau lo beneran lakuin itu gue bakal marah beneran."
Bumi cemberut, "Makanya jangan cuekin Bumi terus. Maaf ya, kita baikan ya?"
Sabina mengedikkan bahunya acuh, "Gak tau."
"Ihh kok gitu!"
"Bina maafin Bumi!"
"Bina!"
"Bumi janji gak bakal gitu lagi."
"Binaa!"
"Bumi bakal nurutin mau Bina asal bina maafin Bumi dulu."
"Bener?"tanya Sabina memicing curiga.
"Bener! Kapan Bumi bohong."
"Oke."
"Yes! Jadi kita udah baikan ya?"tanya Bumi memastikan.
"Iya,"balas Sabina tak berdaya.
"Hore!" Bumi menabrakkan tubuh kekarnya kepada Sabina memeluk erat sahabat tercintanya itu.
Setelah saling memaafkan kedua orang itu saling bercerita lelucon lucu dengan Bumi yang tiduran di paha Sabina dan Sabina mengelus rambut halus pemuda itu.
Siluet mesra dua orang itu membuat mereka menyatu dengan keindahan alam, seperti lukisan-lukisan indah yang ada di museum, sangat sempurna.
"Gimana kalau kita pacaran,"celetuk Bumi asal.
"Ngaco kita cuma sahabatan. Mana ada sahabat jadi pacar."
"Ada."
"Siapa?"
"Kita."
"Tolol!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Siti Nina
oke ceritanya thor 👍 baca nya juga enak ga belibet 👍👍👍
2025-08-26
0