BAB 2 : Sebongkah Rasa Penasaran

Motor sport berwarna hitam berhenti dengan angkuh di tepi jalan. Si pengendara tampak santai, duduk menyandar di atas jok motor, satu kaki menapak aspal. Kepulan asap keluar dari hidung dan bibirnya yang... ya, bisa dibilang cukup menggoda. Bibir seksi dipadukan dengan mata elang nan tajam—membuat siapa pun yang menatap, rasanya ingin tunduk tanpa perintah.

Wajah dan rahang tegas itu semakin mempertegas aura dingin dan misterius yang terpancar dari rautnya. Entah kenapa, aura ini bukan sekadar aura ketampanan—tapi sesuatu yang membuat orang memilih menjaga jarak.

Drtt... Drtt... Drtt...

Getaran ponsel di saku celananya memaksa tangannya bergerak, mengeluarkan benda pipih yang membuatnya berdecak saat membaca nama si penelpon.

Dengan malas, ia menggeser ikon hijau di layar dan menempelkan ponsel ke telinga. Tak ada sepatah kata keluar. Hanya diam. Membuat si penelpon di seberang nyaris naik darah.

“Kamu dengar nggak, sih?”

“Hmm.” Ia hanya berdehem, lalu menjauhkan ponsel dari telinga.

Asap rokok terakhir ia hembuskan sebelum batangnya dilempar ke aspal. Tak lama kemudian, suara mesin meraung saat ia memutar kunci motornya.

“Mau ke mana, bos?” tanya Fatur—teman dekat sekaligus tangan kanannya di geng motor mereka.

“Pulang.” Jawabnya pendek. Suara klakson satu kali menandai kepergiannya.

Wush!

Motor itu melesat, meninggalkan jejak suara dan angin yang membuat dedaunan beterbangan di belakangnya.

Fatur mengernyitkan dahi, saling lirik dengan Mamad dan Herman yang duduk tak jauh darinya di trotoar.

“Tumben bos pulang jam segini,” celetuk Mamad, bingung. Biasanya jam dua pagi aja baru nyengir mau balik. Itu pun kalau pulang.

“Kalau lambat pulang tuh… ya, kagak pulang. Bisa dua hari ilang,” timpal Herman sambil sibuk mengupas kacang goreng. Herman, bukan Hermes. Ya kali dia tas. Hahaha.

Fatur hanya mengangguk sambil nyeruput teh botol yang udah mulai anget.

Mereka bertiga akhirnya memilih melanjutkan malam dengan obrolan dan godain cewek lewat. Urusan bos? Udahlah, hidup mereka aja udah ruwet. Nggak usah nambah beban.

---

Motor sport hitam itu kini terparkir rapi di halaman sebuah rumah mewah bertingkat tiga. Di tengah taman depan, sebuah patung gajah duduk menyemburkan air dari belalainya—air mancur, bukan merek sarung.

Ia turun, menyimpan helm di atas tangki motor, lalu naik ke undakan kecil. Pintu utama sudah terbuka. Sepertinya, kehadirannya memang ditunggu-tunggu.

Tanpa salam, ia langsung masuk. Ya gitu deh, model Gavian—masuk rumah kayak ayam masuk kandang. Nggak ada "permisi", apalagi "assalamualaikum".

“Gavian.”

Langkahnya terhenti. Ia menoleh, melihat dua sosok yang duduk di ruang tengah—Ismail dan Ruri. Tanpa ekspresi, ia berjalan pelan dan duduk di sofa berhadapan dengan mereka.

Gavian bersandar santai, tangan melebar di punggung sofa, kaki selonjor. Ismail memperhatikan semua geraknya, membuat Gavian agak risih. Tapi ia tetap cool, slay, bahkan.

“Papa mau ngomong apa? Aku ngantuk nih,” katanya datar.

“Ck!” Ismail berdecak. Ngantuk? Biasanya subuh baru pulang, masa jam sembilan malam udah ngeluh ngantuk?

Ismail mencondongkan tubuh ke depan, mencoba merangkul perhatian anaknya yang kelihatan lebih tertarik pada pola ubin di lantai.

Gavian sendiri punya prinsip hidup: “Jangan ribet ngurus urusan orang, termasuk orang tua.”

Makanya, ia lebih sering santai kayak di pantai. Apa pun masalahnya, selagi nggak mengusik ketenangan, ya... jalanin aja.

Ismail sempat melirik Ruri, lalu kembali fokus pada Gavian.

“Minggu depan, kamu harus menikah.” Kata Ismail, memperhatikan Gavian.

**Hening**

Ismail dan Ruri saling pandang. Menanti reaksi Gavian.

Tapi Gavian hanya diam. Nggak ada ekspresi terkejut, nggak ada drama kabur dari rumah, atau banting gelas kayak di sinetron. Justru, ia mengangkat satu alis, lalu berkata:

“Itu doang?”

Deg.

Ismail refleks membelalakkan mata, tapi buru-buru mengendalikan mimik mukanya. Bahkan Ruri nyaris tersedak angin.

“Gavian, kamu ini... akan menikah, lho!” ujar Ruri, seolah menjelaskan kalau pernikahan itu bukan beli tahu bulat.

“Aku tahu, Ma. Masalahnya di mana?”

Santai banget, kayak lagi dikabarin disuruh beli mie instan.

Ruri menepuk jidat. Dalam hati, bingung—seneng anaknya nggak banyak protes, tapi kok... kelewat santai?

“Pernikahan itu sakral, Gavian,” ucap Ismail, mungkin masih berharap anaknya sadar bahwa ini bukan main-main.

Gavian mengangguk, ia tahu. Bahkan, sebenarnya ia udah dengar percakapan telepon Ismail beberapa hari lalu. Tapi bukannya protes, ia memilih pergi saat itu. Buat apa bikin ribut?

“Masih ada lagi, nggak? Aku beneran ngantuk nih.” keluh Gavian yang udah nggak betah duduk lama-lama.

“Itu aja.” Jawab Ismail, mulai pasrah.

Gavian bangkit, melangkah ke arah tangga. Namun sebelum naik, ia berhenti dan menoleh.

“Jangan heran gitu, dong. Anak ganteng kalian ini memang luar biasa!” celoteh Gavian

Ruri geleng-geleng, Ismail menghela napas. Mereka hanya bisa menatap anak yang penuh misteri itu.

“Astaga, anakmu, Mas!” Ruri mengurut dada.

“Aku harap dia nggak main-main, Ruri,” sahut Ismail, mengawasi tangga yang kini kosong.

---

Ceklek!

Gavian membuka pintu kamarnya, lalu merebahkan diri di kasur king size. Kedua tangan ia lipat di belakang kepala, mata menatap langit-langit polos.

Pikirannya mulai berkelana.

Calon istri... seperti apa, ya? Wajahnya gimana? Suaranya? Sikapnya?

Masih muda banget sebenarnya buat menikah—baru 18 tahun. Tapi rasa penasaran lebih besar dari logika.

“Nggak sabar pengen ketemu calon istri.” Gumamnya pelan.

Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum kecil.

Pernikahan? Rasa penasaran? Nggak mikir ribetnya? Ya... enggak.

Gavian bukan tipikal orang yang berpikir terlalu dalam. Buat dia, hidup itu dijalani, bukan ditakuti.

Dan pernikahan... mungkin akan jadi salah satu hal paling menarik yang akan segera terjadi dalam hidupnya.

---

Terpopuler

Comments

**plyrc.ai(Junho wifey):v**@❤️

**plyrc.ai(Junho wifey):v**@❤️

akhirnya up...
semangat terus ya Thor!

2025-06-01

0

Mr78

Mr78

mampir lagi KK 🙏

2025-07-04

0

Hatus

Hatus

Mampir nih thor

2025-06-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!