Malam hari.
Pukul sembilan malam, Dania baru saja selesai dengan urusan pekerjaannya di luar.
"Ah, akhirnya selesai juga proyek terakhir kita," ucap Kathy, salah satu General Manager di perusahaan produk kecantikkan tersebut.
"Ah, akhirnya free juga," ucap Dania sambil menyunggingkan senyum leganya. Dia senang karena akhirnya akan memiliki banyak waktu bersama keluarga tercintanya.
"Ya, Anda free, Miss Dania. Tentu anda bisa berlibur untuk merefresh pikiran anda." ucap Kathy.
Dania tersenyum sambil mengangguk.
"Ya, kali ini Saya punya banyak waktu dengan anak-anak Saya," ucap Dania.
Kathy pun tersenyum dan mengangguk.
"Bagaimana jadwal Saya untuk besok?" tanya Dania pada manager nya.
"Ini proyek sekaligus pekerjaan terakhir Anda. Sebelumnya, ada beberapa pekerjaan yang tak Anda ambil," ucap Jeje, manager Dania.
Dania mengangguk.
"Kalau begitu, Saya akan pulang," ucap Dania.
Jeje pun mengangguk dan membereskan barang-barang Dania. Belum sempat Dania melangkah mendekati lift, dia pun mendapatkan telpon dari Randy.
'Halo, Sayang,' ucap Dania.
'Kamu di mana?' tanya Randy.
'Masih di kantor. Kenapa, Yang?' tanya Dania.
'Papa sakit, Yang. Kita harus ke Jakarta. Aku udah urus semua keperluan untuk penerbangan ke Jakarta, anak-anak juga akan ikut,' ucap Randy dengan nada cemas.
'Apa? Sakit apa?'tanya Dania yang ikut menjadi cemas. Ya, Dania terkejut mendengar kabar mertuanya sakit. Sedangkan yang dia tahu, kabar mertuanya itu baik-baik saja.
'Aku nggak tahu pasti, tapi dia kritis sekarang,' ucap Randy. Dania pun bangun dan bergegas pergi menuju lift.
"Aku sudah mau pulang, kok. Kamu tunggu di rumah aja, Yang,' ucap Dania.
"Ya sudah, kamu hati-hati, Yang," ucap Randy.
Dania pun menutup telpon itu dan bergegas menuju mobilnya. Dia melajukannya dengan kecepatan penuh menuju rumah karena kebetulan malam itu jalanan cukup lengang.
***
Sesampainya di rumah, Dania langsung pergi menuju kamarnya dan sibuk mengemasi barang-barang untuk pergi menuju Indonesia bersama Randy.
"Moms, Moms sama papa beneran mau ke Indonesia?" tanya Rayna yang baru saja masuk ke kamar Dania.
"Adek tahu dari mana?" tanya Dania tanpa melihat ke arah Rayna.
"Papa, telpon Adek," ucap Rayna.
"Iya, opa lagi sakit dan sekarang di rawat di Rumah Sakit,' ucap Dania.
"Terus, Adek sama abang gimana?" tanya Rayna.
"Adek sama abang ikut juga," ucap Dania.
"Tapi, Adek sekolah, Moms. Adek nggak mau ketinggalan banyak pelajaran kalau sampai nggak masuk sekolah," ucap Rayna.
"Kalau Abang, sih, nggak masalah, Moms," ucap Raydan yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar Dania.
"Abang, sih, maunya nggak sekolah," ucap Rayna.
"Biarin, udah pintar ini," ucap Raydan sambil tersenyum bangga.
"Pintar apaan? Pintar godain cewek-cewek di sekolah," ucap Rayna sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ih sorry, ya. Abang nggak pernah godain mereka, mereka aja yang kepedean. Lagian itu 'kan juga termasuk prestasi. Bisa memikat hati para gadis hanya dengan senyuman manis Abang," ucap Raydan.
"Amit-amit, deh. Abang, tuh, yang kepedean," ucap Rayna sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ih, Abang!" Rayna menatap Raydan dengan tajam, saat Raydan mencubit gemas bibirnya.
Ha-ha-ha.
Raydan pun tertawa keras.
"Lagian, sih, suruh siapa bibirnya dibikin kayak bebek begitu?" ucap Raydan.
"Ish, Moms. Abang ngeselin!" kesal Rayna.
"Sudah-sudah, mendingan kalian mulai beresin barang-barang kalian. Untuk masalah sekolah, biar uncle Jack yang urus," ucap Dania.
Uncle Jack adalah pria berusia 30 tahun yang bekerja sebagai orang kepercayaan Randy dan Dania.
Rayna mengerucutkan bibirnya dan melangkah dengan malas menuju kamarnya. Sebetulnya, dia tak ingin izin tak masuk sekolah, dia tak ingin ketinggalan banyak pelajaran. Meski sebetulnya dia bisa mengikuti pelajaran susulan.
Sementara Raydan langsung bergegas menuju kamarnya dengan tersenyum lebar.
'Seru, nih, banyak cewek-cewek cantik di sana,' gumam Raydan.
'Ah, gila. Cewek-cewek Asia memang top,' gumam Raydan dengan nada gemas sambil membayangkan model-model Asia yang ada di majalah dewasa yang Bryan berikan tempo hari.
Entah mengapa, dia menjadi tertarik dengan wanita Asia. Mungkin karena dia sudah sering bertemu dengan wanita-wanita bule di Sydney, Australia. Walau sebetulnya dia bukanlah pergi untuk liburan di Indonesia. Melainkan akan menjenguk sang opa yang tengah dirawat di Rumah Sakit.
***
Pukul empat pagi, Randy dan keluarga sampai di Bandara Soekarno Hatta.
Randy memesan dua taksi, yang pertama untuknya dengan Dania dan juga untuk Rayna dan Raydan.
Mereka pun pergi menuju rumah sakit, tempat di mana Papa Sebastian di rawat.
Sesampainya di rumah sakit, Randy dan keluarga langsung menuju kamar rawat sang Papa.
Terlihat sang Mama yang masih terjaga menunggu sang Papa disana.
"Ma." panggil Randy.
Sang Mama melihat ke arah Randy dan langsung terduduk lemas.
Semua orang pun menjadi panik dan bergegas menghampiri Mama Randy.
"Mama baik-baik aja?" tanya Randy dan Dania bersamaan.
Sedangkan Raydan dan Rayna hanya diam memperhatikan sang Oma dengan sesekali melihat ke arah sang Opa yang masih terbaring lemah di atas brankar.
"Rand, Mama takut Papa kenapa-kenapa." ucap Mama.
"Ssttttt ... Mama jangan bilang gitu, Papa pasti baik-baik aja." ucap Randy sambil memeluk sang Mama.
Dia mencoba memberikan kekuatan pada sang Mama, meski sebetulnya dia pun merasa sakit melihat sang Papa tengah terbaring lemah saat ini.
"Oma." panggil Rayna.
Mama Randy melihat ke arah Rayna dan merentangkan tangannya.
"Sini, Ade, Abang, Oma kangen." ucap Mama Randy.
Raydan dan Rayna pun memeluk sang Oma.
Sementara sang Oma langsung menghujani Rayna dan Raydan dengan ciuman kerinduan di pipi serta di dahi.
"Kita juga kangen, Oma." ucap Rayna.
"Iya, Oma, jangan sedih lagi, ya. Ada Abang, cucu Oma yang paling tampan, dan akan selalu bersama Oma." ucap Raydan.
"Ih, Abang, jangan bercanda. Oma lagi sedih." ucap Rayna sambil menatap Raydan dengan tajam.
Raydan pun tersenyum dan menjulurkan lidahnya, meledek Rayna.
Sang Oma pun tersenyum tipis melihat tingkah kedua cucunya itu. Setidaknya dia sedikit terhibur oleh kedua cucunya itu.
"Makasih, ya, cucu-cucu kesayangan, Oma." ucap Mama Randy.
Setelah selesai saling melepas rindu, mereka semua duduk di sofa sambil menunggu Tuan Sebastian siuman, kebetulan kamar itu adalah kamar VVIP. Selain luas, juga memiliki fasilitas yang lengkap.
"Papa sakit apa, Ma?" tanya Randy.
"Papa nggak sakit, Rand." ucap Mama.
"Lalu? Kenapa bisa masuk rumah sakit?" tanya Randy dengan bingung.
"Semalam, Papa kamu pergi ke kamar mandi, Mama nggak tahu betul gimana ceritanya Papa kamu bisa nggak sadarkan diri di atas lantai kamar mandi. Kayaknya Papa kamu ke pleset, Rand. Karena, ada air di lantai kamar mandi." ucap Mama.
Randy menarik napas dalam dan menghembukan nya perlahan.
"Lalu? Apa kata Dokter? Gimana keadaan Papa sekarang?" tanya Randy.
"Dokter bilang, ada beberapa pembuluh darah yang pecah. Karena itu, saat ini Papa koma, Rand." ucap Mama.
Mama Randy pun menangis di pelukan Randy, dia sungguh sedih melihat sang Suami harus terbaring lemah.
Apalagi di masa tuanya itu, tentu saja dia ingin sekali selalu bersama sang suami dalam keadaan sehat.
Semua orang menjadi panik saat tiba-tiba terdengar suara napas Papa Randy yang terdengar sesak diikuti dengan suara di monitor yang menunjukkan detak jantung sang Papa melemah.
Randy pun langsung menekan tombol panggilan untuk Dokter, namun Dokter tak kunjung datang ke ruangan itu.
Randy pun semakin panik dan mengumpat kesal.
Saat dia akan pergi keluar untuk mencari Dokter, tiba-tiba masuklah seorang Dokter.
Dengan cepat Randy menarik jas putih Dokter itu dan mencengkram kerahnya dengan kuat.
"Kemana saja, ha? Apa anda tidur? Sedangkan disini ada pasien yang tengah sekarat." bentak Randy.
Randy benar-benar panik sekaligus emosi, karena dokter yang lambat datang ke ruangan itu.
"Maafkan, Saya. Saya akan periksa pasien, sekarang." ucap Dokter.
"Ya sudah, periksa sekarang." ucap Randy dengan masih menunjukkan kemarahannya.
"Yank, please, jangan buat keributan. Ini rumah sakit. Kontrol emosi, oke." ucap Dania sambil mengusap punggung Randy, berharap Randy akan sedikit tenang.
Randy mengusap wajah kasar dan pandangannya tak sengaja melihat ke arah Raydan dan Rayna.
Dia terkejut melihat Rayna tengah menangis tersedu-sedu.
"Oh, Ya Tuhan, berikan aku kesabaran." batin Randy.
Randy merentangkan tangannya dan meminta Rayna menghampirinya.
"Sini, peluk Papa." ucap Randy.
Rayna mengangguk dan memeluk sang Papa.
"Maaf, sayang, Papa kebawa emosi." ucap Randy dengan penuh rasa bersalah.
Dia tahu betul Rayna anak yang sensitif, dan dia sudah melakukan kesalahan karena sudah emosi di depan Rayna, meski sebetulnya dia bukanlah marah pada Rayna.
Sementara Raydan justru masih tak percaya dengan apa yang dia lihat.
Ini adalah pertama kalinya dia melihat sang Papa marah bahkan sampai membentak seseorang.
Selama ini, baik dia maupun Rayna, tak pernah melihat sang Papa marah. Sang Papa bahkan memperlakukannya dan Rayna dengan penuh sayang dan kelembutan layaknya sang Mommy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
KNK STROKE TU PAPAH SEBASTIAN..
2022-09-22
0
Istianatull
no y ¹1
2021-11-10
1
Zhiernaa Azhierr
mntap thot
2021-10-13
0