1. Sosok di Balik Jendela

Di rumah seorang diri pada malam hari mungkin bagi sebagian orang menjadi salah satu hal yang menakutkan. Beberapa pikiran negatif muncul di pikiran mereka, entah itu karena sesuatu yang jahat atau sesuatu yang tak kasat mata. Tapi tidak dengan perempuan bernama Okta, perempuan itu sudah terbiasa dengan keadaan sendiri ketika malam hari.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, hampir tengah malam tapi kedua orang tuanya belum ada tanda-tanda akan datang. Okta menatap layar televisi di depannya tanpa minat, masih bersikeras menunggu kedua orang tuanya yang masih berada di luar.

Lelah menunggu kedua orang tuanya yang tak kunjung datang, Okta memutuskan untuk beristirahat. Ia mematikan televisi yang sedang menayangkan sebuah film barat yang tidak ia mengerti.

Ia melangkah menuju kamarnya seraya menguap lebar karena tidak bisa menahan rasa kantuknya. Tanpa berpikir panjang, ia langsung merebahkan dirinya di atas kasur. Ia bergerak mencari posisi nyaman untuk dirinya bisa tertidur dengan nyenyak.

Ia mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya, memberikan pesan pada kedua orang tuanya yang masih belum datang. Ia akan tidur terlebih dahulu, rasa kantuknya sudah tidak bisa ia tahan.

Okta menghentikan jarinya yang terus mengetik di layar ponselnya. Ia terdiam dengan tatapan terus mengarah ke luar jendela kamarnya. Jendela tersebut berhadapan langsung dengan sebuah pohon rambutan berukuran besar yang menghalangi pemandangan sekitar.

Ia menghela napas pelan, mencoba tak acuh pada perasaannya saat ini. Ia sudah terbiasa dengan apa yang ia rasakan, tapi tidak pernah sampai melihat sesuatu yang menyeramkan.

Dari kamarnya saat ini ia bisa mendengar daun-daun lebat terus bergesekkan karena angin malam yang berhembus kencang. Sesekali ia juga mendengar suara kucing liar bertengkar di area atas rumahnya.

Tring

Okta mengalihkan tatapannya ke arah ponselnya yang berbunyi. Ia membaca satu pesan yang baru saja ibunya kirimkan.

Masih lama sayang, ini macet banget. Pintu rumah kunci aja, takut ada maling

Okta menghela napas pelan, ia tidak begitu peduli dengan maling yang menggegerkan warga sekitar rumahnya. Lagi pula pintu utama sudah ia kunci dan percaya jika rumahnya akan aman dari maling.

Angin kembali berhembus dengan kencang, disusul dengan suara guntur yang cukup mengejutkannya. Suasana malam semakin sunyi, hanya suara daun-daun yang saling bergesekkan yang terdengar.

Mau hujan, pikir Okta.

Okta mengalihkan perhatiannya pada ponselnya saat ini, mencoba mengabaikan perasaannya yang sedikit mengganjal. Ia menyamankan posisinya seraya memainkan game online yang ada di ponselnya. Dirinya tiba-tiba tidak bisa tertidur, rasa kantuk yang sedari tadi ia rasakan menghilang begitu saja.

Tok... Tok....

Okta mengalihkan tatapannya ke arah jendela kamar dengan jantung berdetak cepat. Suara ketukan tersebut terdengar jelas, ia sangsi jika angin yang berhembus bisa mengetuk kaca jendela kamarnya.

Ia terdiam, mencoba untuk mendengar kembali suara ketukan dari jendela kamarnya. Ia bukan perempuan penakut, ia sudah terbiasa sendiri sampai ia menjadi seorang perempuan pemberani.

Tapi tidak dengan malam ini, rasanya seperti berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Biasanya ia hanya merasa jika dirinya diperhatikan, tidak sampai mendengar suara aneh-aneh dari sekitarnya.

Tok... Tok....

Okta mengubah posisinya menjadi duduk di atas kasur. Ia meletakkan ponselnya begitu saja untuk memfokuskan perhatiannya pada suara ketukan di jendela.

Merasa jika suasana menjadi mencekam, ia langsung mematikan lampu kamarnya untuk segera tertidur. Ia menarik selimut tebal untuk membantu menutupi seluruh tubuhnya agar tidak kedinginan.

Ia mengubah posisinya menjadi menghadap ke arah lemari kamarnya. Ia terdiam dengan tatapan mata terus mengarah ke arah kaca yang ada di lemarinya. Kaca lemari tersebut mengarah langsung ke jendela kamarnya, dari pantulan tersebut ia bisa melihat daun-daun lebat dari pohon rambutan besar depan jendela kamarnya.

Kalimat 'jika kita takut dengan mereka, mereka akan terus mengganggu kita' selalu ia terapkan ketika sedang ketakutan. Ia percaya jika mereka menghisap energi negatif kita untuk semakin kuat. Jika kita berani dan mengeluarkan energi positif, hantu tidak akan muncul begitu saja di depan kita.

Ia mengumpat kesal karena rasa kantuk yang ia rasakan benar-benar menghilang. Ia sangat membenci rasa kantuknya yang menghilang ketika ia sedang terjebak di suasana mencekam seperti malam hari ini.

Dirinya sudah tidak ada minat untuk memainkan ponselnya. Apalagi lampu kamar sudah ia matikan, ia tidak ingin matanya kembali rusak karena selalu memainkan ponselnya di ruangan gelap.

Rasa penasarannya yang tinggi membuat ia kembali menoleh ke arah pantulan kaca lemarinya. Ia terus menatap ke pantulan kaca tersebut dengan tatapan yang sulit diartikan.

Okta memejamkan matanya, mencoba untuk tertidur walaupun dengan perasaan yang terasa aneh. Dalam hati ia terus merapalkan doa-doa agar perasaan negatif yang ia rasakan menghilang.

Tok... Tok....

Ia kembali membuka matanya karena mendengar jendela kamarnya terus diketuk. Saat ini ia selalu meyakinkan perasaannya jika itu hanya halusinasinya saja. Ia tidak ingin berpikiran hal negatif pada malam hari ini, takut jika hal tersebut benar-benar terjadi.

Tidak ada apa-apa, batinnya seraya menatap pantulan jendela dari kaca lemarinya.

Ia kembali memejamkan matanya, mencoba untuk tertidur kembali. Dalam hati ia berharap jika kedua orang tuanya akan datang. Semakin lama sendiri di suasana seperti ini, membuat perasaannya semakin tidak nyaman.

Tok... Tok....

Lagi, ketukan di jendela kamarnya membuat ia kembali membuka matanya. Ia berdecak kesal karena merasa terganggu dengan ketukan tersebut.

"Jangan ganggu, biasanya juga gak ganggu," kesal Okta.

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malas. Sudah sejam ia berusaha untuk tidur tetapi tidak bisa. Ketukan di jendela kamarnya benar-benar mengganggunya malam ini

Ia menoleh ke arah pantulan kaca lemarinya. Ia memicingkan matanya saat melihat sesuatu hal yang tampak janggal. Ia terdiam saat ia menyadari ada sesuatu di balik jendela kamarnya.

Bentuknya tidak terlihat jelas, tapi ia tau bentuk sosok itu besar dengan bulu-bulu hitam di tubuhnya. Saat ini ia hanya bisa melihat dua mata merah yang mengintip dari celah gorden kamarnya. Mata merah tersebut terus menatap ke arahnya melalui pantulan kaca lemari di kamarnya.

Okta menelan salivanya susah payah, baru kali ini ia melihat sosok menyeramkan seperti itu. Sebelumnya ia tidak pernah melihat sosok menyeramkan yang selalu diceritakan orang-orang di sekitarnya. Tapi malam ini, ia melihat sosok tersebut.

Ia terus menatap mata merah tersebut melalui pantulan kaca lemarinya. Dirinya seperti dipaksa terus menatap ke arah sosok tersebut. Bahkan tubuhnya pun saat ini tidak bisa ia gerakkan dengan bebas. Seperti ditahan oleh sesuatu yang membuatnya terus menatap ke arah sosok tersebut.

Okta mengerjapkan matanya terkejut saat mendengar suara kaca yang digesek oleh benda tajam. Ia meringis ngilu karena suara tersebut terdengar nyaring di telinganya.

Ia menghembuskan napasnya beberapa kali dengan pelan, mencoba untuk menenangkan dirinya saat ini. Ia memejamkan matanya perlahan untuk segera tidur, berharap jika ia segera tertidur pulas dan melupakan sosok hitam di depan jendela kamarnya.

"Bisa tidur ayo," gumamnya gusar.

Ia menghela napas lelah karena rasa kantuknya yang tidak kunjung datang. Dengan perasaan tidak menentu, ia mencoba untuk melirik ke arah pantulan jendela dari kaca lemari di depannya.

Ia menelan salivanya susah payah saat melihat sosok tersebut masih ada di dekat jendela kamarnya. Bonus dengan mata merah yang menyala serta taring besar nan tajam yang baru dikeluarkan sosok tersebut.

•••

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!