BAB 13

“Dia sudah seperti saudaraku sendiri, Mas, kau tahu itu kan. Dia mencintaimu, Mas dan aku tahu Mas juga mencintai Salsa. Tolong Mas…,” Nayla menaruh teh hangat yang tadi dia pegang di atas nakas lalu menggenggam tangan Andrian dengan erat. “Untuk sekali saja kalian saling bercerita. Aku yakin pasti ada kesalahpahaman di antara kalian.”

Andrian menarik tangannya. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Entah kenapa dia belum bisa berdamai dengan hatinya dan memang Nayla yang mengatakannya sangat terdengar mudah, tapi Andrian-lah yang merasakannya. Rasanya sulit sekali membuka hatinya kembali untuk wanita yang sama. Meski itu kesalahpahaman yang dia terima, tapi bagi Andrian pun dirinya tak pantas untuk Salsa. Salsa tidak pernah bahagia dengannya. Apalagi, kenyataan Andrian ini pria yang mandul. Jelas Salsa pantas mendapatkan pria yang lebih baik darinya.

“Aku akan pergi ke kantor.” Ucap Andrian mengalihkan. Dia melepas genggaman erat tangan Nayla lalu memasukkannya ke dalam kantong celananya. Kau tolong…,”

“Aku mencintai Yoga, Mas. Aku tahu Yoga mencintai Salsa, tapi aku akan membuat Yoga mencintaiku.” Mendengar apa yang Nayla katakan cukup membuat Andrian terkejut, tapi Andrian sungguh tidak mudah dipatahkan dengan kata-kata itu. Aurel, kekasihnya adalah tujuan utama untuk hidupnya saat ini. Bukan Salsa yang hanya masa lalu di hidup Andrian.

“Mas pergi,” kata Andrian segera meninggalkan Nayla sementara Nayla menatap kepergian Andrian dengan hampa.

Besar harapan Nayla, Andrian mau bekerja sama dengannya. Nayla ingin Andrian kembali membuka hatinya pada Salsa sehingga Yoga pun bisa melirik dirinya. Ohh betapa sedihnya Nayla, wanita secantik dan sekaya dirinya harus jatuh cinta dengan supirnya sendiri.

……………………………………………………………………

Aurel menerima beberapa bunga duka dari kolega Ayah tirinya. Ya, hanya bunganya saja, tapi nampak sepi sekali rumahnya ini tidak banyak orang yang datang berbela sungkawa. Aurel sungguh meringis di dalam hatinya. Ternyata, tua bangka itu sangat banyak musuhnya. Buktinya ketika dia meninggal pun tidak banyak yang datang sekedar untuk bela sungkawa atau menampilkan kepeduliannya pada keluarga duka.

Bahkan sejak tadi, Aurel hanya menemukan sedikit karyawan yang bekerja di kantor Ayah tirinya. Aurel yakin sekali kalau hidupnya selama ini sangat tidak tenang. Pria tua itu pasti sudah banyak menjaga dirinya agar tidak mati di umurnya yang sekarang hanya karena diserang musuhnya, tapi sayang sekali dia pasti tidak sadar kalau anak tirinyalah yang akan membunuhnya.

“Aurel,” panggil seseorang membuat Aurel menolehkan kepalanya. Dia menemukan Andrian dengan jas gagahnya berjalan ke arahnya.

Aurel segera memasang wajah sedihnya dan ber-acting sesuai dengan kondisinya yang baru saja ditinggal oleh Ayahnya.

“Aku turut berduka cita atas kematian…,” Andrian belum menyelesaikan kata-katanya, tapi Aurel segera memeluk tubuh Andrian. Dia menumpahkan air matanya seolah-olah tidak ada lagi yang dia pikirkan selain kesedihannya pada hari ini.

“Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Andrian. Aku sudah tidak punya siapa pun. Ayah dan Ibuku sudah meninggalkanku.” Ucap Aurel membuat Andrian tersentuh merasakan bahwa kehilangan ke dua orang tua memang bukan hal yang diinginkan oleh semua orang.

“Sutttt, aku di sisimu, Sayang. Aku selalu ada untukmu. Kau tidak sendirian karena ada aku,” ucap Andrian mengusap punggung Aurel dan memeluknya erat.

Aurel pun tersenyum. Setelah ini dia harus menemui kuasa hukum keluarganya karena pastinya semua harta sudah jatuh untuknya, sesuai dengan wasiat Ibunya bahwa harta akan jatuh ke tangan Ayah tirinya setelah dia meninggal, tapi jika Ayah tirinya meninggal maka harta pun akan jatuh pada Aurel seluruhnya.