"Iya kan? Cewek lo juga keliatannya pinter banget," ucapku.
"Lo pernah liat di mana?" tanyanya membuatku gelagapan, kenapa juga aku mengatakan hal semacam itu. "Ow, lo kepoin gue ya? Nge-stalk?"
Yaaaah, ketahuan.
"Kan lo posting di sosmed," bantahku.
"Iya sih. Cewek gue emang pinter. Dia ga pernah ngerjain soal latihan ampe jam istirahat hampir habis. Dia ga pernah ke perpus cuma buat baca komik atau ngerumpi. Dia perfek. Cantik. Tinggi. Setiap hari les. Ga ada waktu buat main game kayak dulu," jelas Alex, membuatku semakin ditenggelamkan ribuan fakta.
"Nah kan, gue sejelek ini, mana bisa saingan. Udah kalah dari start," balasku membuatnya terkekeh.
"Tapi ada yang dia ga punya dari lo," ucap Alex.
"Malahan gue yang ga punya apa-apa. Cewek lo seperfek itu," bantahku.
"Dia ga ada waktu buat gue."
"Ya gue kan sebagai selingkuhan yang baik ...." Belum selesai kalimatku, Alex malah tertawa sampai aku bisa mendengar ponselnya terjatuh. "Sebagai selingkuhan yang baik, gue harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin," lanjutku.
***
Hari ini aku memiliki semangat full. Berjalan di sepanjang koridor sekolah sembari tersenyum.
"Iya! Gue bilang aja gue selingkuhan yang baik, biar dia anggap gue selingkuhan beneran ha ha," ucapku sembari bercerita pada Bulan.
Tapi dia tidak merespon kalimatku. Mungkin suasana hatinya sedang buruk hari ini.
"Emang lo mau jadi selingkuhan beneran, Mut?" tanya Suci.
"Selama itu sama dia, ya mau lah ha ha!" jawabku.
"Tapi dia kan udah punya cewek," ucap Bulan.
"Loh kan Alex yang mau nyari selingkuhan," bantahku.
Bulan mendahului kami untuk ke kelas, mungkin dia tidak tertarik dengan obrolan ini. Biarkan saja. Dia memang suka begitu.
"Gue kan udah bilang sama lo, kalo suka sama cowok mending lo ajakin dia bercanda jadi milik lo, ntar dia baper beneran kok," ucap Suci merangkul pundakku.
"Tapi gue kayak ga tau malu ga sih?" tanyaku.
"Turunin sedikit ...." Suci tak melanjutkan kalimatnya sebab ada Wisnu di depan kami.
"Gue mau ngomong sama lo," ucap pria itu.
"Mau apa lagi sih Nu?!" omel Suci padanya.
"Gue mau ngomong berdua!" tegas Wisnu menatap tajam ke arah Suci.
Suci malah menarikku untuk segera ke kelas. Wisnu menahannya.
"Apa lagi sih?! Lo ganggu tau ga?!" teriak Suci.
"Aku ... maksudnya, gue ga bakalan berhenti gangguin lo sebelum lo mau nurutin apa maunya gue!" tegas Wisnu.
Suci membanting tangannya agar genggaman Wisnu terlepas. Tanpa peduli, ia membawaku ke kelas.
"Lo punya masalah apa sama Wisnu, Ci?" tanyaku.
"Lupain!" ketusnya.
***
Malam ini, malam minggu. Aku menunggu Alex mengirim pesan. Aku menatap tulisan "online" di Wa-nya. Tapi dia tidak mengirimkan apapun untukku. Apa aku harus mengirim pesan padanya terlebih dahulu? Ah, tidak! Aku tidak semurahan itu untuk mengemis waktunya bermain game bersama.
Tapi ....
[Login] tulisku pada WhatsApp yang aku kirimkan untuk Alex.
Selang beberapa detik, dia mengetikkan pesan balasan. [Lagi malmingan sama cewe gw, sorry ya, Mut. Ntar deh agak maleman kita mabar]
Aku terdiam menatap pesan tersebut. Layar ponselku tetap memampangkan isi pesan dari Alex itu hingga aku tertidur. Tiba-tiba seseorang meneleponku di jam 11 malam. Rupanya itu Alex.
"Halo," ucapku dengan suara parau.
"Lo tidur? Jadi main ga?" tanyanya.
"Gue ngantuk, Lex. Besok-besok aja," jawabku.
"Padahal gue mau main," balasnya.
"Main sendiri aja," jawabku dengan malas.
"Emang lo tega gue main sendiri?" tanyanya lagi.
"Lah tadi aja gue sendirian nungguin lo balik malmingan. Sekarang gantian! Lo main sendirian!" omelku.
"Ha ha! Lo nungguin gue?"
"Menurut lo?!"
"Emang lo ga malmingan? Ga nongkrong sama temen-temen lo?"
"Mending gue tidur," balasku.
"Eh, lo tau ga, Mut? Tadi kan gue jalan-jalan bareng cewe gue ke alun-alun. Banyak banget orang jualan. Nah, gue udah siapin bawa duit lima ratus ribu, ya sekiranya dia mau jajan kan cukup. Ternyata ga cukup, Anjir! Emang cewek kalo jajan minimal berapa duit sih?" oceh Alex membuatku semakin mengantuk dan hampir terlelap. "Mut! Mutia!" panggilnya.
"Ga banyak! Kalo gue sih paling jajan sosis, es krim sama makan pecel ayam, minumnya es jeruk," balasku dengan malas.
"Gilak! Cewek gue jajan seblak doang hampir seratus ribu!" Aku memejamkan mata kembali. "Lo ngantuk banget? Ya udah deh, tidur aja," ucapnya.
Lalu aku benar-benar tertidur.
***
Jam 1 pagi, aku terbangun sebab mendengar suara keramaian di luar rumah. Ini sudah sering terjadi. Kalang kabut aku mengambil ponsel dan menelepon Alex.
"Kenapa?" ucapnya.
"Temenin," balasku.
"Rame lagi?" tanyanya.
"Hum," jawabku.
"Ya udah, tidur aja. Jangan dimatiin telponnya. Gue sambil main game ini," balasnya.
"Lo ga tidur?" tanyaku.
"Habis ini."
"Kenceng banget suaranya," ucapku sebab suara keramaian itu semakin menjadi.
"Udah, tidur aja. Kalo ada apa-apa, teriak. Biar gue denger."
Aku terdiam sejenak. Menatap nama Alex di panggilan ponselku. Aku harus sadar bahwa Alex sudah punya pacar.
"Pacar lo pernah ga sih kayak gini?" tanyaku.
"Cewek gue? Ga lah! Rumah dia bukan pasar jin kayak rumah lo."
"Gue ganggu ga sih, Lex?" tanyaku lagi.
"Ga. Udah lanjut tidur aja."
"Tapi kalo cewek lo tau gue kayak gini, pasti gue bakalan dimarahin."
"Dia ga sayang kok sama gue. Lo tenang aja. Mending lo tidur lagi."
"Hah?! Kenapa dia ga sayang sama lo?" tanyaku lagi dan lagi.
"Tidur! Lo mau tidur atau gue tidurin?" Kalimat Alex yang satu itu membuatku mendadak ilfil, jadi aku tidur saja.
"Mut," panggil Alex yang masih bisa aku dengar.
Aku hanya berdiam diri, sebab suara itu bercampur dengan bisingnya suara keramaian di luar rumah.
"Udah tidur ya?" tanyanya.
"Belum. Suaranya rame banget."
Aku mendengar Alex menghembuskan napas.
"Lex," panggilku.
"Iya. Kenapa?"
Setelah itu aku hanya berdiam diri. Aku hanya ingin nendengar suara Alex untuk mengalihkan suara keramaian di luar rumah.
Berangsur-angsur suara itu menghilang, hingga akhirnya aku hanya mendengar suara nyaring dari jangkrik dan angin malam. Itu pastinya pertanda jam sudah menunjukkan ke angka 2 pagi. Aku sudah terbiasa dengan ini semua, sampai-sampai aku hapal waktunya.
Saat aku terbangun di pagi hari, ponselku sudah mati total sebab kehabisan daya. Aku langsung mengecasnya.
Seperti biasa, kegiatan di minggu pagiku adalah menyapu lantai dan mengepel, kemudian dilanjutkan dengan menjemur pakaian yang sudah Ibu cuci.
"Mut, Ibu udah cerita soal kamu ke Om Aryo, katanya kita disuruh dateng ke kliniknya Om Aryo, biar kamu bisa diperiksa. Takutnya penyakit kamu memburuk seiring waktu," jelas Ibu sembari menyiapkan sarapan dan aku mendengar suaranya yang tak jauh.
"Tapi kalo hasilnya normal lagi, gimana?" tanyaku.
"Ya kita coba pengobatan alternatif lain. Emangnya kamu mau pingsan-pingsan terus?" balas Ibu.
Ya tentunya aku tidak mau!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments