Part 03 (Melangkah ke Awal Baru)

Happy Reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇

Sesuai rencana, setelah menyelesaikan semua pekerjaannya hari ini, malam harinya Letta bersiap berangkat ke daerah A.

Kini, Letta sudah berada di bandara, ditemani oleh Mami dan Papinya. Waktu keberangkatan tinggal menghitung menit, dan seperti kebanyakan momen perpisahan, drama kecil pun tak terelakkan.

Saat ini, Nyonya Ana, dengan mata berkaca-kaca, memeluk Letta erat-erat. "Batalin aja ya, Sayang. Kita shopping bareng, spa, atau ikut arisan ibu-ibu sama Mami," rayunya dengan nada manja, seolah lupa bahwa keberangkatan Letta tinggal hitungan menit lagi.

Letta tersenyum kecil, berusaha menenangkan ibunya. "Udah, Mi. Letta ke sana juga buat perusahaan kita, kok. Bukan buat perang," ujarnya lembut.

Kemudian, dengan nada bercanda, Letta menambahkan, "Lagian, siapa tahu jodoh Letta ada di sana."

Kalimat itu sukses menghentikan tangis Nyonya Ana seketika. Ia melepaskan pelukannya, menatap Letta dengan mata berbinar-binar.

"Kalau gitu, kamu berangkat sekarang! Cepet, sana! Jemput mantu buat Mami!" serunya semangat. "Tapi ingat, kalau pulang nanti kamu nggak bawa mantu, kamu harus mau Mami kenalin sama anak temennya Mami!" tambahnya, tak kalah cepat berubah sikap.

Letta hanya bisa mengelus dada dalam hati. Baru juga semalam dibahas, eh udah nuntut mantu lagi... Ini semua gara-gara mulut sendiri sih, bisa-bisanya nyeletuk soal jodoh, gerutunya sambil tertawa kecil.

Tuan Sebastian yang sejak tadi menyaksikan drama kecil antara istri dan anaknya hanya bisa menghela napas panjang. Meski begitu, ia tentu tak mau ketinggalan untuk berpesan.

"Kalau ada apa-apa, atau kamu butuh sesuatu, langsung bilang sama Papi, ya," ucapnya, menatap Letta dengan penuh perhatian.

Letta tersenyum menenangkan. "Iya, Papi, Mami, tenang aja. Letta bakal baik-baik aja di sana. Letta juga janji akan terus mengabari Papi dan Mami," sahutnya dengan yakin.

Tuan Sebastian mengangguk, sementara Nyonya Ana masih sesekali mengusap matanya, berusaha menahan gejolak di hatinya.

"Kalau begitu, Letta pamit ya, Pi, Mi," ucap Letta lembut.

Dengan langkah pasti dan hati yang sudah mantap, Letta pun melangkah menuju pintu keberangkatan. Di belakangnya, Mami dan Papi berdiri berdampingan, melepas kepergiannya dengan penuh harap, doa, dan cinta yang tak pernah putus.

Letta melangkah memasuki kabin pesawat seorang diri. Etan, yang biasanya mendampinginya, sudah lebih dulu berangkat ke daerah A, menjalankan tugas yang telah diatur oleh Papi Letta dan juga dirinya sendiri.

Sepanjang perjalanan, Letta memanfaatkan waktunya untuk beristirahat. Ia membiarkan dirinya terlelap, membiarkan kelelahan yang menumpuk perlahan luruh di antara suara mesin pesawat. Tak terasa, waktu berlalu cepat, dan pesawat pun akhirnya mendarat dengan mulus di bandara daerah A.

Begitu keluar dari area kedatangan, sosok yang sudah dikenalnya segera menyambut. Etan berdiri tegak di antara kerumunan, menunggunya dengan ekspresi tenang.

"Malam, Nona," sapa Etan sopan begitu Letta mendekat.

Letta tersenyum kecil membalas sapaannya.

"Kita langsung pulang atau Nona ingin mampir ke suatu tempat terlebih dahulu?" tanya Etan, menjaga nada suaranya tetap ramah.

Letta menggeleng pelan. "Kita pulang saja. Aku sungguh lelah," jawabnya jujur.

Etan mengangguk mengerti, lalu mengambil alih koper Letta tanpa banyak bicara.

Malam itu, Letta hanya ingin segera beristirahat. Besok, hari baru menantinya—hari pertamanya memulai pekerjaan di tempat baru. Dalam hati, Letta berharap semoga semuanya berjalan lancar, dan semoga juga, tidak ada drama jet lag yang menghantui.

Akhirnya, Letta dan Etan melangkah meninggalkan area bandara. Sepanjang perjalanan, hanya keheningan yang menemani di dalam mobil, hingga Letta tiba-tiba memecah sunyi.

"Ada laporan terbaru soal proyek di sini?" tanyanya sambil menoleh ke arah Etan.

Etan, yang tetap fokus mengemudi, menjawab dengan tenang, "Ada sedikit kendala, Nona. Baru beberapa hari ini, beberapa pekerja mengajukan pengunduran diri. Tapi Nona tenang saja, saya sudah menginstruksikan untuk segera mencari pengganti mereka."

Letta hanya mengangguk pelan, tak ingin terlalu memikirkan hal itu saat ini. Ia butuh energi penuh untuk menghadapi hari-hari ke depan.

Tak lama kemudian, mobil yang dikendarai Etan berhenti di area basement sebuah apartemen — tempat tinggal Letta yang baru selama berada di daerah A.

"Mari, Nona," ujar Etan sopan, membuka pintu dan mengantarkan Letta menuju unit apartemennya.

Begitu memasuki apartemen, Letta tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. Interior apartemen itu dirancang dengan sangat elegan dan nyaman, sesuai dengan seleranya.

"Ini kartu aksesnya, Nona," ucap Etan, menyerahkan sebuah kartu kecil. "Untuk sandi pintu, sudah saya atur sesuai permintaan Nona."

Letta menerima kartu itu sambil mengangguk puas. Setelah memastikan semua kebutuhan awal Letta sudah terpenuhi, Etan pun berpamitan, meninggalkan Letta sendiri di apartemen barunya — memulai lembaran baru di tempat yang masih asing namun penuh harapan ini.

Letta langsung berjalan memasuki kamar tidurnya. Mungkin besok ia akan berkeliling dan mengenal setiap sudut apartemen barunya, namun untuk sekarang, satu-satunya yang ia butuhkan hanyalah istirahat. Meski begitu, sebelum tidur, Letta tahu ada satu hal yang harus dilakukan — membersihkan diri.

Dengan langkah malas, ia membongkar isi kopernya, mengambil piyama, lalu membawa perlengkapannya ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, ia keluar dengan tubuh segar dan nyaman.

Seperti kebiasaan wanita pada umumnya, Letta melanjutkan rutinitas malamnya: skincare-an. Sambil mengoleskan produk satu per satu ke wajahnya, ia mengambil ponsel dan melakukan panggilan ke Papinya. Bagaimanapun, ia harus mengabari kedua orangtuanya bahwa ia sudah sampai dengan selamat.

"Halo..." terdengar suara berat nan akrab dari seberang sana.

"Halo, Papi. Letta ganggu, nggak?" tanya Letta dengan nada manja.

"Tidak sama sekali, princess. Gimana? Kamu sudah sampai? Sudah di apartemen? Semua baik-baik aja?" Tuan Sebastian langsung bertubi-tubi bertanya.

Letta terkikik kecil. "Satu-satu, Pi. Letta sudah sampai dengan selamat, dan semuanya baik-baik saja. Nggak ada yang kurang," jawabnya menenangkan.

"Syukurlah kalau begitu," sahut Tuan Sebastian, terdengar lega.

Setelah menyampaikan kabar dan berbasa-basi sebentar, Letta mengakhiri teleponnya, tepat saat rangkaian skincare malamnya selesai.

Dengan perasaan lega dan tenang, Letta melangkah menuju ranjang. Ia membaringkan diri di atas kasur empuk dan menarik selimut hingga ke dagu. Entah kenapa, ada rasa antusias yang membuncah di hatinya. Ia menantikan hari esok — awal dari perjalanan barunya di tempat ini.

TBC...

Terpopuler

Comments

Okto Mulya D.

Okto Mulya D.

semangat Letta

2025-05-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!