Tama membulatkan mata mendengar jawaban dari Hanum. Baru kali ini ada perempuan yang berani berkata seperti itu kepada dirinya.
"Ternyata anda menginginkan pernikahan ini. Iya, 'kan?" tanya Tama sarkas.
"Jaga sikap anda! Apa saya terlihat senang sekarang? Jadi, tolong jangan membuat saya semakin pusing! Lebih baik anda duduk tenang dan memikirkan bagaimana caranya, bukan mengomel seperti ini!" ucap Hanum kesal.
Ucapan Tama membuat pikirannya semakin kalut. Ia tidak bisa berpikir jernih kali ini. Walaupun tidak ada pilihan, setidaknya ia bisa mendapatkan solusi untuk nanti.
Sementara Tama hanya mengumpat kasar sambil duduk di samping Hanum dengan wajah yang masih kesal. Ia terdiam ketika mencium wangi yang begitu menenangkan.
Wangi banget ini perempuan. Batin Tama.
Ia menghirup udara dalam-dalam sambil memejamkan mata. Berusaha mencari ketenangan dari aroma parfum yang begitu wangi.
"Apa yang Anda lakukan?" tanya Hanum heran.
Ia mengernyit, bisa-bisanya mahasiswa tampan itu terdiam sambil memejamkan mata.
"Dih, bukannya Ibu yang menyuruh saya untuk tenang. Ini saya lagi menenangkan diri," ucap Tama mendelik.
Mereka hanya terdiam, hingga Alifiya memanggil karena orang tua Hanum akan segera pulang.
"Pokoknya cari cara agar pernikahan ini bisa batal!" bisik Tama dari belakang.
Hanum menatap tajam kepada Tama yang masih bersikap tidak sopan kepadanya.
"Anda jangan lupa, kalau saya belum memaafkan Anda! Jadi, tolong jaga sikap, karena tadi nama anda masuk ke dalam mahasiswa bimbingan saya!" ucap Hanum tegas.
Tama mematung dengan mata yang melotot mendengar ucapan Hanum. Ia tidak percaya jika dosen cantik itu masih mengingat kejadian tadi pagi. Padahal ia tidak ada mengungkit atau membahasnya sedari tadi.
Dasar, wanita memang pendendam. Hal kecil saja bisa di ingat sampai kapan hari!. Batin Tama serasa ingin berteriak
Hanum dan keluarganya segera pamit meninggalkan Tama yang berdiri dengan wajah datar di belakang kedua orang tuanya.
Setelah kepergian Hanum, Tama mulai menatap sang ayah dengan tajam.
"Dad?" panggilnya yang berhasil menghentikan langkah kaki Pasya.
"Daddy tidak pernah menuntut kamu, Tama. Tolong jangan perdebatkan lagi tentang ini!" ucap Pasya tegas.
"Aku akan keluar negeri ketika waktu itu tiba!" ucap Tama menaiki tangga menuju kamarnya.
"Coba saja, jika kau ingin melihat jantung Daddy kambuh dan hanya tinggal nama!" ucap Pasya menahan diri.
"Dad!" serah Alifiya tidak suka.
Tama tidak berani melawan lagi. Dengan wajah kesal ia masuk ke dalam kamar dan membanting pintu.
Pasya dan Alifiya hanya bisa menahan diri agar tidak memperpanjang masalah ini.
Mereka memang awalnya tidak menyetujui perjodohan ini, namun ketika melihat kepribadian anak masing-masing membuat Pasya dan Halim menginginkannya. Hingga keputusan untuk menerima perjodohan ini mereka lakukan jauh-jauh hari dan langsung mempersiapkan semuanya tanpa sepengetahuan Hanum dan Tama.
Sementara di dalam mobil, Nafisa menatap Hanum dengan iba. "Ayah, apa tidak bisa diundur pernikahannya?" tanya wanita paruh baya itu.
"Tidak bisa, Sayang. Para tetua sudah menetapkan tanggalnya dalam surat wasiat itu," ucap Halim.
Walaupun sedikit tidak rela, namun melihat usia Hanum yang sudah menginjak usia 27 tahun, membuat ia harus merelakan sang putri untuk menikah dan memiliki keluarganya sendiri.
Mungkin sudah waktunya aku menikah, tapi sungguh aku belum siap untuk itu. Batin Hanum pasrah.
*
*
Pagi menjelang, Hanum dan orang tuanya sudah berada di ruang makan. Pagi ini, wanita cantik itu tidak ada jadwal mengajar atau lainnya. Sehingga ia bisa bersantai dan memeriksa tugas-tugas mahasiswa yang sudah ia terima.
"Sayang, nanti bantu ayah mengantarkan berkas ke perusahaan Aditama Grub, ya! Ayah ada meeting pagi ini," ucap Halim.
"Jam berapa nanti, Yah?" tanya Hanum yang memang sudah biasa membantu sang ayah untuk mengantarkan dokumen penting perusahaan.
"Jam 9 saja nanti. Jangan pake motor lagi, ayah gak suka!" ucap Halim tegas.
"Huh, baiklah ayahku yang tampan," ucap Hanum terkekeh.
Ia mengambil berkas-berkas itu dan membawanya setelah menyelesaikan sarapan. Ketika sampai di kamar, ponselnya menyala dan terlihat ada panggilan di sana.
Ia melihat ada nomor yang tidak dikenal tengah menelpon. Tanpa menunggu lama Hanum langsung mengangkatnya.
"Ini saya, Tama. Apa kita bisa bertemu nanti siang?" ucap Tama dari balik telepon.
"Untuk apa?" tanya Hanum mengernyit.
"Ini, tentang kita!" ucap Tama tegas.
"Jam 2 di cafe depan rumah sakit," ucap Hanum.
"Okey," ucap Tama dan langsung mematikan panggilan.
Hanum hanya terdiam sambil menghela nafas berat. Ia masih belum bisa menerima keadaan ini, namun jika pernikahan itu memang benar terjadi, ia hanya pasrah dan mulai menerima keberadaan Tama.
Ia segera bersiap agar bisa datang lebih cepat ke perusahaan dan menyelesaikan pekerjaannya.
"Bunda, aku pergi dulu ya. Nanti aku pulang sore, mau ketemu sama Tama," ucap Hanum tersenyum dan mengecup punggung tangan sang ibunda.
"Harus ikhlas ya, Sayang. Bunda tau ini berat. Hati-hati di jalan, Nak!" ucap Nafisa tersenyum.
Hanum mengangguk dan segera pergi dari rumah, menuju kantor Aditama yang akan ia injak untuk pertama kalinya.
Di sini ia berada, perusahaan mewah dan besar yang terlihat begitu indah. Ia tersenyum dan berdo'a, semoga ia tidak melakukan kesalahan hari ini.
"Permisi, saya dari perusahaan H.S Grub, ingin bertemu dengan direktur untuk mengantarkan berkas kontrak kerja sama," ucap Hanum kepada resepsionis dengan ramah.
"Tunggu sebentar ya, Bu!" ucap Resepsionis itu. Ia menelfon sekretaris perusahaan dan mengonfirmasi kedatangan Hanum.
Tak lama seorang gadis cantik datang dan membawa Hanum bertemu dengan direktur yang dimaksud setelah memeriksa berkas-berkas itu.
Ketika masuk ke dalam ruangan, ia terkejut ketika melihat Tama berada di dalam ruangan.
"Anda sedang apa di sini?" tanya Hanum dengan wajah polosnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments