Setelah kepergian Amar, tidak ada percakapan apapun di meja makan. Amara hanya sesekali menatap ibunya, namun tidak berani melihat ayahnya.
"Cepat selesaikan sarapanmu Mara, jangan biarkan Rebbeca menunggumu." ucap Pak Adam mengingatkan Amara membuat Amara tersenyum, saking terharunya ia sampai ingin meneteskan air mata, begitu juga dengan Ibunya.
"Terima kasih Ayah." ucap Amara seraya berdiri dan mendekati ayahnya lalu memeluknya erat, sebagai ucapan rasa terimakasih sudah mendukung dirinya.
"Semoga berhasil." ucap Pak Adnan dengan mengusap rambut putrinya,
Ayah Amara pun memberi wejangan pada putrinya, agar ia bisa bersungguh sungguh dalam mengerjakan. Dan tak lupa mengingatkan putrinya agar lebih berhati hati dalam memilih teman nantinya, karena ayah Amara tidak ingin Amara terjerumus dalam hal hal buruk, mengingat usianya bukan lagi sebagai siswa sekolah lagi. Ia harus lebih bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.
Begitu mendengar Rebbeca dari lantai dasar memanggil namanya, Amara segera berpamitan pada kedua orang tuanya, agar ia bisa berhasil nantinya.
Hati yang semula ragu untuk mengikuti, kini sudah ia mantapkan untuk mengubah masa depannya menjadi lebih baik. Walau ia sendiri tidak tahu kedepannya, akan lebih baik atau malah sebaliknya.
Malang untuk Amara karena tempat yang ia tempati salah. Ia harus berpisah dengan Rebecca karena ruangan mereka ternyata berbeda.
Amara mengetuk pintu setelah memastikan ruangan yang akan ia tempati adalah benar.
Terlihat semua mata menuju ke arahnya karena ia terlambat membuat Amara sedikit risih. Ia pun meminta maaf kepada tim penyelenggara karena terlambat. Sebenarnya hampir saja ia di tolak karena terlambat namun ia menjelaskan jika dirinya tidak terlambat ia berada di ruangan yang salah sehingga membuat ia terlambat. Beruntung ketua tim penyelenggara memperbolehkan Amara untuk ikut.
Selama test berlangsung Amara begitu serius, karena ia terlambat datang jadi ia harus mengejar ketertinggalan dari teman teman mereka.
"Kalau memang cocok bisa datang ke rumah." goda Bara dengan sebuah lagu, pada ketua tim penyelenggara dengan berbisik tepat di telinganya. Dan sebuah lagu itu mampu membuat Pria itu tersenyum penuh makna.
"Sepertinya masuk target baru Mars." lanjut Bara pada Mars. Karena sejak kedatangan Amara yang terlambat hingga duduk, Mars masih sering mencuri curi pandang dan memperhatikan Amara.
Mars sendiri yang sudah tertangkap basah oleh sahabatnya, mulai menata tubuhnya dengan posisi duduk sempurna, bagaimana pun ia enggan intuk mengakui jika ia tertarik dengan Amara.
Begitu semua selesai, Amara segera bergegas keluar ruangan, karena ia tidak ingin Rebbeca menunggu dirinya. Amara duduk di halaman menunggu Rebbeca keluar, karena melihat pintu ruangan yang di tempati Rebbeca masih tertutup.
Amara duduk di kursi melihat sekeliling tempat itu, ia mengagumi halaman yang sangat luas dan banyak pohon pohon pendek yang rindang.
Amara melihat seorang Pria tinggi, tampan, berdada bidang sangat sempurna sebagai makhluk ciptaan Tuhan pikir Amara. Bahkan Amara saking terpesonanya, ia terus memandang pria itu, yang memang berjalan kearahnya, beruntungnya pria itu tidak menyadari.
"Kamu lihat, aku punya trik untuk bisa di kenal Mars." ucap gadis di sebelah kursi Amara duduk, pada teman satu meja gadis itu.
Terlihat gadis itu beranjak bangun dengan membawa segelas cup coffe, dengan berpura pura jalan ia pun dengan sengaja menabrakan diri di dada Mars.
"Maaf... Maafkan aku, aku tidak sengaja." ucap gadis itu sambil menyeka jaket Mars yang tertumpahi sedikit kopi.
Mars ikut menyeka jaketnya kemudian menatap gadis itu datar.
"Aku bersedia mencucikan jaketmu, btw namaku chelsea anak management." ucap gadis itu sambil mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman. Namun sayang, ibarat gayung tidak bersambut, Mars tidak membalas uluran tangan Chelsea ia hanya menepuk pundak gadis itu dua kali sembari berkata.
"Its Oke." ucap Mars sambil berlalu begitu saja, meninggalkan gadis itu yang menatap Mars tidak percaya jika dirinya diabaikan begitu saja.
Amara yang sejak tadi memperhatikan tingkah gadis itu dari kursinya ikut tersenyum, dan sedikit menggeleng gelengkan kepala, Amara berpikir ternyata ada wanita yang seperti itu.
Drt.....
Amara membuka pesan dari Rebecca, ternyata Rebbeca sudah keluar dan menunggu di depan gerbang kampus didalam mobil. Melihat pesan itu Amara bergegas berdiri dan berjalan agak cepat agar Rebbeca tidak terlalu lama menunggu dirinya.
Drt.... Drt...drt....
Ponsel Amara terus bergetar membuatnya tergugah untuk mengambil di dalam tas dan setelah di lihat ternyata itu dari Rebbeca.
"Sebentar lagi aku sampai Rebbeca." ucap Amara begitu mengangkat panggilan masuknya.
Setelah selesai berbicara dengan Rebbeca melalui panggilan, ia pun mematikan ponselnya, dan Amara pun hendak memasukkan ponselnya kedalam tas kembali, namun naas Amara sedang sial.
"Aww...." desis Amara terkejut ketika tangan terserempet sebuah mobil Lamborghini hitam. Amara pun segera berjongkok memungguti buku yang ia pegang dan juga ponselnya, di bantu pria yang menyerempetnya tadi.
"Sorry..... Aku minta maaf." ucap Mars
"Iya nggak papa." jawab Amara sambil berdiri menerima buku yang diambilkan pria itu.
Mars memegang lengan Amara dan bertanya.
"Apakah sakit? Mari aku bawa ke rumah sakit." ucap Mars dengan nada lembut, Mars mencoba bertanggung jawab.
"Tidak perlu." jawab Amara seraya melihat wajah Pria yang menabrak dirinya. Ia sedikit terkejut ternyata Pria itu adalah pria yang ia kagumi tadi, namun Amara masih mencoba tenang menutupi perasaannya. Dan kemudian hendak melanjutkan berjalan.
"Kalau begitu mari ku antar ke konter, aku akan belikan ponsel baru untukmu." pinta Mars lagi karena melihat layar ponsel Amara yang sedikit retak.
"Tidak usah. Permisi." jawab Amara sambil menghindar dan akan melanjutkan jalan karena Rebbeca sudah menunggu di depan gerbang.
"Tunggu". Kata Mars
Ia pun mengeluarkan uang beberapa lembar ratusan ribu. Ia melihat tangan Amara terluka, juga ponselnya rusak, jadi sebagai kompensasi ia ingin memberi uang.
Mars pun mengulurkan uang itu pada Amara tanpa berbicara.
"Apa maksudmu?" tanya Amara dengan nada tinggi, karena Mars memberinya uang.
"Aku hanya ingin bertanggung jawab saja." ucap Mars santai.
"Jika kamu ingin bertanggung jawab, aku rasa kamu tidak perlu mengemudi lagi." ucap Amara ketus dengan wajah yang sedikit terlihat judes.
"Menjengkelkan." tambah Amara sambil berlalu meninggalkan Mars yang bengong mengamati diri.
Mars kemudian berjalan pelan masuk ke mobil, sambil satu dua kali menoleh lagi pada Amara yang sudah sama sekali tidak menoleh kearah dirinya.
Mars mengemudikan mobilnya dengan pelan mengikuti Amara, dan Amara yang merasa di perhatikan pun mulai merasa risi dan bertambah jengkel, beruntung ia sampai di depan gerbang dan segera masuk kemobil Mercy milik Rebbeca, barulah Mars melajukan mobilnya dengan normal kembali, setelah mobil Rebbeca berjalan meninggalkan kampus setelah Amara masuk ke dalam mobil.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments