Chapter 2

\~Flashback\~

“Jadi begini rencananya!”

Ujar Karina, sedikit terlalu keras, disertai dengan hentakan tangannya pada permukaan meja yang ada di hadapannya hingga mengeluarkan bunyi gedebuk yang cukup keras. Tiga gelas minuman yang ada di atas meja bahkan ikut bergetar hebat.

“Karina, sstt! Kamu tidak perlu berbicara terlalu keras,” Chloe yang duduk bersebelahan dengannya berbisik dengan suara pelan sambil menoleh sekitar dengan cepat. “Ayo, duduklah.”

Karina menegakkan tubuhnya, ikut melirik sekitarnya dan menyadari dirinya berada di posisi yang canggung. Ia sedang berdiri di tengah-tengah sebuah kafe yang ramai, berdiri dan membanting meja seperti tokoh protagonis dalam film Marvel yang akan menyampaikan sebuah rencana besar.

Tatapan-tatapan bingung dari pengunjung kafe tertuju padanya, beberapa bahkan tidak sungkan berbisik sambil menatapnya aneh. Karina menggaruk lehernya pelan, mengalihkan wajah dan tatapannya langsung bertemu dengan satu tatapan datar dan dingin dari seorang pria yang duduk tepat di hadapannya. Karina mendengus pelan, ia sungguh tidak menyukai tatapan itu.

Dengan suara pelan, Karina mengatakan 'Oke' sebelum berdehem dan kembali duduk. Steve, yang duduk di hadapan Karina, masih tetap menunjukkan reaksi yang datar dan dingin. Sikap cuek pria ini benar-benar membuat Karina merasa sangat kesal. Steve sedikit banyak sudah tahu rencana macam apa yang akan Karina tawarkan padanya, namun pria ini terlihat begitu datar dan bosan, seolah-olah yang akan Karina sampaikan adalah hal yang paling tidak penting di dunia ini, seolah-olah Karina adalah seorang pialang saham yang sedang berusaha menawarkan dan mencoba mengajaknya berinvestasi. Sungguh menjengkelkan.

“Oke. Jadi, ini rencananya.” Karina mulai berbicara, telunjuknya bergerak mengelilingi bagian atas cangkir kopinya sebagai upaya untuk menyembunyikan rasa canggung dan malunya. “Terima kasih sudah setuju untuk bertemu denganku secara mendadak di tempat seperti ini. Aku tahu biasanya kamu hampir selalu menolak bertemu dengan seseorang di luar urusan pekerjaan.”

Steve tidak mengatakan apa pun dan hanya mengedipkan matanya perlahan. Untuk ukuran seseorang CEO yang selalu dipuji sebagai social butterfly yang ramah dan menyenangkan, sikap Steve padanya saat ini sungguh tidak menggambarkan keramahan itu. Mengapa dia menatapnya dengan mata yang begitu datar dan dingin? Apa sih masalahnya?

Karina tidak menyukai siapa pun yang menyakiti egonya, karena Karina tiba-tiba merasa seperti orang tidak penting yang tidak layak berbicara dengan pria ini. Mereka baru bertemu selama kurang lebih sepuluh menit, dan Karina sudah membenci semua hal tentang Steve.

“Tidak masalah,” Steve akhirnya berbicara, menyandarkan tubuh pada kursih dan memasukkan satu tangannya ke dalam saku jasnya. Dia pikir dia keren sekali, gerutu Karina di dalam hati. “Lagipula aku tidak bisa menolak tawaran dari Chloe.” Tatapan Steve beralih dari Karina pada Chloe yang ada disamping gadis tersebut, dan wajah yang tadinya datar dan dingin langsung berubah ramah dengan senyum. Karina mengedipkan matanya beberapa kali. Sebenarnya yang akan menikah dengan pria ini dirinya atau Chloe? Karina mulai berpikir bagaimana ia bisa menjalankan semua rencananya dengan pria yang menatap sahabatnya dengan penuh kasih sementara menatapnya seolah-olah dirinya adalah musuh? Apakah rencananya akan gagal total tepat di hadapannya bahkan sebelum dia sempat melaksanakannya?

“Tidak perlu berterima kasih! Aku pasti akan melakukan apapun yang terbaik untuk kedua sahabatku,” jawab Chloe dengan nada suara yang sangat ceria. Ucapan Chloe mengingatkan Karina bahwa semua rencananya memang bisa terealisasikan berkat Chloe.

Karina dan Steve tidak pernah punya alasan untuk berbicara satu sama lain. Mereka hanya pernah bertemu beberapa kali ketika keduanya ikut bersama orang tua mereka ke pertemuan sosial. Interaksi yang pernah mereka lakukan selama ini hanya sebatas mengangguk singkat dengan gelas wine di tangan.

Chloe adalah penghubung terkuat di antara mereka berdua, karena Chloe adalah sahabat Karina dan kebetulan juga bersahabat dengan Steve. Lucu sekali, bagaimana seorang putri dari perusahaan pembuatan bir bisa menjadi sahabat dengan dua pewaris perusahaan wine terbesar di industri alkohol, padahal dalam pandangan bisnis seharusnya mereka adalah pesaing.

Karina masih ingat ketika dirinya menelepon Chloe di tengah malam beberapa hari yang lalu, menceritakan sebuah ide gila yang muncul di otaknya. Sebuah rencana yang ia susun secara mendadak setelah tanpa sengaja mendengarkan percakapan kedua orangtuanya yang berencana menjodohkannya pada salah satu putra dari teman baik mereka. Karina ingat betapa bersemangat dirinya ketika Chloe mengatakan bahwa dia bisa membantu merealisasikan rencana itu karena dia memiliki seorang teman yang juga menghadapi masalah yang sama dengan Karina.

Dan teman baik yang dimaksud Chloe adalah seorang pria yang saat ini duduk di depannya, dengan wajah yang terlalu tampan untuk sifat yang sangat sombong dan dingin. Chloe juga mungkin satu-satunya alasan mengapa Steve masih duduk di kursi itu. Dia tidak berada di sini karena Karina yang memintanya, itu sudah pasti.

Menghela napas pelan, Karina mengetuk pinggiran cangkir kopinya sedikit terlalu keras. “Aku yakin Chloe sudah menjelaskan padamu tentang rencanaku.”

Tanggapan yang ia terima terlalu biasa untuk sebuah rencana yang akan mengubah hidup mereka secara drastis. “Ya. Selama rencana ini dapat mendatangkan keuntungan untuk perusahaan dan dapat membuat orangtua ku bahagia, aku tidak keberatan.” Jawab Steve dengan suara yang sangat tenang. Dia meraih gelas yang ada di hadapannya kemudian menyesap cappuccino panasnya. “Dan selama rencana ini tidak akan mempengaruhi kehidupan dan hubungan pribadiku.”

Karina mendengus pelan. Karina tidak merasa dirinya akan menjadi masalah dalam hubungan pribadi pria ini. Mereka bahkan tidak bisa disebut teman, dan dengan kesan yang ia dapatkan dari Steve saat ini, Karina pikir fakta itu akan bertahan untuk sementara waktu. “Kamu tidak perlu khawatir soal itu,” jawab Karina, sambil menyilangkan kakinya dan meletakkan kedua tangannya yang saling bertautan di atas lutut. Pose yang selalu ia lakukan ketika ia sedang bernegosiasi soal bisnis. “Semua ini tidak akan menggangu masalah pribadimu. Anggap saja ini seperti proposal bisnis.”

Ya, karena memang semua ini hanya sebuah bisnis. Bisnis yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, dengan syarat dan ketentuannya sangat jelas, disepakati dan dinegosiasikan bersama.

Karina yakin dirinya sudah memikirkan dan menyusun semua ini dengan matang selama beberapa hari ini terakhir ini. Sebuah skema yang sempurna secara teori tanpa ada ruang untuk gagal, selama dirinya dan Steve melakukan apa yang harus dilakukan, memerankan bagian mereka dengan baik sesuai dengan perjanjian.

Steve tidak menjawab, ia hanya menatap Karina, menunggu gadis itu untuk berbicara lebih lanjut.

“Rencana ini tidak akan sulit untuk dijalankan. Kita adalah dua nama besar di industri yang sama, jadi pernikahan ini akan sangat masuk akal untuk tujuan membangun jaringan. Selama ini orang tua ku dan orang tua mu juga memiliki hubungan yang cukup baik, jadi aku yakin mereka tidak akan keberatan. Pada akhirnya baik aku atau kamu akan dipaksa untuk menikah dengan pilihan mereka, jadi mengapa tidak melakukannya sekarang saat pilihannya masih ada di tangan kita, bukan?” ujar Karina tenang sambil tersenyum.

“Sepertinya hanya orang tua ku saja yang tidak berniat mencarikanku jodoh. Apakah tidak ada satu pun teman baik mereka yang ingin menjadikanku sebagai menantu mereka? Aku jadi merasa tidak diinginkan,” Chloe berbicara, menyandarkan punggungnya pada kursih sambil mencebikkan bibirnya.

Karina menyenggol lengan Chloe sambil tertawa kecil. “Bukankah itu bagus. Kamu jadi bisa bebas mencari cintamu sendiri tanpa ada halangan apa pun. Orang sebaik kamu tidak pantas memiliki nasib sial sepertiku.”

Karina sedikit menaikkan nada suaranya saat mengucapkan ‘sial’ sambil melirik Steve dengan tatapan malas, dan Steve hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai respon. Cukup bagus, setidaknya pria dingin itu merespon ucapannya.

“Selain itu, jika kita dapat membentuk kemitraan yang bagus di antara perusahaanmu dan perusahaan ku, nilai saham kita akan meroket. Rencana ini juga akan membuat penggabungan pemasok menjadi lebih mudah dan menghilangkan persaingan yang tidak perlu. Penggabungan inventaris juga berarti lebih banyak penghematan pada biaya marjinal barang yang dijual. Proses perencanaan dan prediksi juga akan lebih mudah dilakukan di kedua pihak, yang berarti dominasi pasar yang lebih mudah secara keseluruhan. Jadi, semua ini sama sekali tidak akan merugikan, dari segi bisnis.”

Karina berhenti sesaat untuk melihat reaksi Steve, dan pria itu hanya memberinya anggukan. Hal ini menandakan ia bisa melanjutkan penjelasannya, “Aku rasa tidak akan ada banyak resiko berarti lainnya. Selama kita berpura-pura saling mencintai saat orang tuaku atau orang tuamu ada di sekitar, yang berarti hanya di kantor, acara sosial atau kunjungan keluarga, itu sudah cukup. Untuk urusan pribadi lainnya, kamu tidak perlu khawatir. Baik aku maupun kamu sebenarnya juga tidak single, kan. Chloe memberitahuku tentang hubungan mu. Kamu mengencani seorang artis, bukan?”

“Namanya Kate,” jawab Steve, ”Dan agensinya ingin merahasiakannya. Demi reputasinya sebagai seorang artis.”

“Itu juga membantu menjaga reputasi dan citra mu sebagai CEO termuda yang paling sukses. Aku yakin kamu tahu kalau wajah tampanmu itu juga mempengaruhi penjualan wine perusahaanmu.” Ujar Chloe sambil terkekeh pelan, membuat Karina ikut tertawa bersamanya.

Steve hanya mendengus. Entah karena merasa terhibur atau kesal, Karina tidak tahu. Dan sebenarnya tidak mau tahu juga.

“Yang aku bilang kan benar. Kamu menjadi terkenal karena semua pemotretan dan wawancara di majalah-majalah. Aku yakin para wanita mengerumuni toko wine yang ada poster besarmu disana.”

Steve tidak menanggapi komentar Chloe dan hanya menggeleng pelan sambil tersenyum. Karina baru saja akan mulai mendiskusikan soal perencanaan pesta pernikahan ketika Steve tiba-tiba bertanya, dengan suara penuh keingintahuan. “Bagaimana denganmu? Bukankah kamu juga sedang berkencan dengan seseorang? Kudengar orang itu bukan orang sembarangan dan cukup terkenal di kalangan pebisnis.”

Membicarakan soal Felix biasanya merupakan hal yang paling Karina sukai. Saat menyebut nama kekasihnya itu, Karina biasanya akan berbinar-binar, siap untuk menceritakan panjang lebar dan tanpa henti tentang semua kesempurnaan pacarnya kepada siapa pun yang cukup tidak beruntung untuk mendengarkan ocehannya. Namun entah kenapa, saat Steve yang bertanya soal urusan pribadinya, Karina merasa malas untuk bercerita.

Jadi dengan singkat ia menjawab, “Ya. Namanya Felix.”

Reaksi Steve berikutnya adalah reaksi yang paling ekspresif yang pernah dia tunjukkan di wajahnya sejak mereka memasuki kafe ini, dan itu adalah reaksi terkejut. Ekspresi kaget memenuhi setiap lekuk wajahnya. Hampir terlihat lucu untuk dilihat, dengan alis terangkat dan dahi berkerut, bibirnya membentuk huruf 'o' yang kecil namun sempurna. “Felix? Apakah itu Felix yang kita semua kenal?”

Karina menatap Steve dengan tatapan pasrah. Ia merasa Steve sudah terlalu tahu banyak tentang urusan pribadinya tanpa harus diceritakan. Steve menegakkan posisi duduknya dan kembali berbicara dengan nada yang sedikit meninggi. “Felix Lawrence? Putra dari pebisnis tambang nomor satu di negara kita?”

“Ya, dia orangnya.” Jawab Karina malas.

Dan tepat setelah mendengar jawaban Karina, sebuah tawa yang cukup keras keluar dari bibir Steve. Dia tertawa sambil menyandarkan punggung ke kursinya dan menghembuskan napas seolah tidak percaya.

Karina sedikit terkejut mendengar suara tawa itu. Tentu saja tidak ada alasan baginya untuk menganggap manusia tertawa adalah hal yang aneh. Tertawa adalah hal yang wajar, bukan? Tapi ini adalah Steve, yang Karina pikir bahkan mungkin tidak akan pernah menyunggingkan sebuah senyuman tulus padanya.

“Sekarang aku mengerti mengapa kamu mempunyai ide seperti ini.” ujar Steve, sedikit memiringkan kepalanya ke samping, matanya kembali menatap Karina. “Ini akan menjadi kedok yang sempurna.”

“Aku senang kalau kamu mengerti,” jawab Karina, menyunggingkan sebuah senyum tipis. “Aku yakin ini juga akan sangat menguntungkan bagimu dan Kate, melihat bahwa kita berdua harus menyembunyikan hubungan kita dengan pasangan masing-masing.”

Steve hanya mengangguk setuju, tidak ada yang bisa dia katakan untuk menyanggah. “Apa ada hal penting lainnya lagi yang harus diketahui tentang rencana ini?”

Karina sedikit mencondongkan badan dari tempat duduknya dan menatap Steve dengan tatapan serius. “Hanya satu. Kita tidak boleh ketahuan. Orang tua kita tidak boleh tahu sama sekali."

Steve tersenyum tipis, tatapannya masih tetap acuh tak acuh. Lalu Karina bertanya, “Ada pertanyaan?”

“Tidak.” Jawab Steve singkat, dan senyum puas mengembang di bibir Karina. Dengan ini, kesepakatan pun terjalin. Semudah itu.

Karina berdiri, merapihkan blazer yang ia kenakan dan mengulurkan tangannya kearah Steve untuk bersalaman. Steve menatap tangan Karina sesaat sebelum ikut berdiri dan menyambut tangan Karina yang berukuran jauh lebih kecil darinya itu.

“Senang berbisnis denganmu.” Ucap Karina, dengan nada yang terdengar puas. Menjadi salah satu pewaris perusahaan besar di negara ini, perjodohan bukanlah hal yang aneh bagi mereka. Jadi, tidak ada yang aneh jika keduanya memperlakukan pernikahan ini seperti sebuah kesepakatan bisnis.

Karena memang begitu nyatanya. Pernikahan tanpa perasaan hanyalah sebuah kontrak di atas kertas, dan apa bedanya dengan investasi bisnis?

Setidaknya itulah yang ia yakini saat Steve menjabat tangannya dengan senyum yang kali ini cukup lebar hingga memperlihatkan lesung pipi di wajahnya. “Begitu juga denganku, senang berbisnis denganmu.”

Dengan begitu, CEO termuda dan tersukses ini akan menjadi suaminya.

\~End of Flashback\~

Terpopuler

Comments

Nathania

Nathania

/Curse//Curse/

2025-04-14

0

Mackenzie

Mackenzie

beauty privilege wkwkwk

2025-04-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!