3. Bayaran.

Samar-samar Cloe mendengar langkah kaki bergema. Sebelum membuka mata, hidungnya terlebih dahulu mencium bau obat-obatan. Rumah sakit? Ia melirik perlahan lingkungan di sekitar; ruangan dominasi putih dan botol infus di atas kepala. Sesuatu menyumbat hidungnya, kala ia mengulurkan tangan, sentuhan itu memberitahu bahwa itu adalah selang oksigen.

Ingatan tersusun kembali bagaikan kepingin pazzle, Cloe bertanya-tanya bagaimana cara dia bisa sampai di sini. Siapa yang menyelamatkannya?

Sekeras apapun dia berpikir dia tidak menemukan jawaban, justru kepala berdenyut hebat sampai dia mencengkram kuat rambutnya sendiri.

“A-ada apa? Kepalamu sakit?”

Siapa yang tengah bicara? Cloe mendongak, di depan pintu ia melihat seorang gadis tampak cemas sembari menggenggam erat bingkisan yang ia bawa.

“K-kau?” Cloe kaget, ia merasa tengah melihat wajahnya sendiri, bedanya rambut gadis itu bergaya pendek. “Kayaknya aku berhalusinasi.”

Gadis itu terkekeh. “Tidak, kita memang terlihat sangat mirip. Aku juga terkejut awalnya.” Dia mendekat, wajahnya bersemangat. “Namaku Zeline, siapa namamu?”

“Cloe.” Cloe masih terpaku pada wajah tersebut. Bagaimana bisa sebegitu mirip? Zeline memerkan sisi imut yang tidak pernah Cloe lihat pada dirinya, dia murah senyum, mungkin tipe kepribadiannya adalah ceria.

“Jadi ... bagaimana aku bisa berada di sini?” tanya Cloe.

“Aku berada di kapal kala melihat seseorang akan tenggelam.”

“Apa yang kau lakukan di tengah malam naik kapal?”

“Jalan-jalan.”

Cloe mengangguk-anggukan kepala meski dia merasa aneh dengan waktu jalan-jalan Zeline. Yah ... berkat itu dia selamat, Cloe bersyukur salah satu kembaran di antara 7 lainnya di dunia meluangkan waktu jalan-jalan tengah malam.

Tunggu! Bukankah ini doppelganger? (Kembaran tidak sedarah). Kabarnya, melihat doppelganger akan menyebabkan kematian atau nasib buruk dalam waktu dekat. Petanda kemalangan.

Zeline mendengar Cloe menggumamkan kata doppelganger, dia tertawa terbahak-bahak. “Jangan khawatir, itu tidak akan terjadi. Mitos.”

Menurut Cloe saat ini tidak ada yang perlu ditertawakan, nyatanya dia hampir mati, dan kemalangan telah ia lalu sejak ia melarikan diri dari rumah. Lalu munculah kembarannya, semakin memperkuat keyakinan kehidupannya bisa saja tersisa sedikit waktu lagi.

“Hei, kenapa kau tampak sedih begitu? Apa kau mengalami trauma? Aku mengerti malam itu pasti sangat menakutkan bagimu.”

“Terima kasih sudah menolongku.”

Senyum di wajah Zeline pudar, dia menarik napas panjang, lantas menundukkan kepala menatap tangan di atas pangkuan. “Sebenarnya itu semua enggak gratis,” ucap Zeline membuat Cloe memicingkan mata. Cloe terdiam, ia yakin bukan uang yang Zeline minta sebagai bayaran.

“Karena kita mirip, gantikan aku menikah dengan jodoh pilihan ibuku.”

Dia bercanda? Sudah susah payah Cloe melarikan diri sejauh ini untuk menolak pernikahan, tidak mungkin menerima pernikahan yang bukan atas namanya. Itu bahkan lebih absurd daripada menikah dengan pria tua.

“Aku tidak-”

“Ini fotonya,” potong Zeline, memperlihatkan selembar foto dengan tatapan percaya diri bahwa Cloe pasti akan memikirkan tawarannya setidaknya sekali. Seperti dugaan, mata Cloe melotot kaget, Zeline diam-diam tersenyum.

“D-dia ....”

“Elad Gahanim, 27 tahun. Mapan dan tampan. Kau yakin menolaknya?”

Cloe menggigit-gigit jari, tawaran ini ... tawaran ini sungguh menggiurkan! Kamarin dia terbayang-bayang wajahnya sebab jatuh cinta, terlebih Cloe ingin bertemu dirinya untuk memberitahu ada seseorang yang menginginkan nyawanya. Astaga! Kebetulan macam apa ini?

“Aku mau!”

Mata Cloe berbinar, yang tadinya murung menjadi sangat bersemangat. Luar biasa efek melihat pria tampan. Zeline pikir akan sangat sulit membujuk Cloe, ya ampun, ini semudah mematahkan sebatang tusuk gigi.

“Kenapa kau tidak ingin menikah dengannya?” Jelas dia penasaran, heran kenapa ada orang menolak pria berkharisma itu. Mungkin.

Zeline tersipu. “Aku sudah memiliki kekasih, kami sudah menjalani hubungan selama empat tahun. Aku mencinta dia, ingin menua bersamanya.”

“Kalau aku sih enggak pengen menua. Keriput,” balas Cloe. Zeline berkedip-kedip tidak percaya, rasanya itu terdengar seperti candaan dibaluti wajah serius.

“O-oh, itu lucu. Haha.”

Selama dua hari Cloe dirawat di rumah sakit, tibalah waktu baginya menjauh dari bau obat-obatan.

Kini dia berada di dalam mobil taksi, bersama pasangan harmonis di belakangnya menuju bandara. Sebelumnya Zeline sudah menjelaskan tentang lantar belakangnya, Cloe tidak perlu bersusah payah memahami kondisi setelah menikah. Elad Gahanim tidak begitu mengenal Zeline.

Situasi si kembar ini terdengar menakjubkan, mereka saling malarikan diri dari tempat asal mereka.

“Cloe, terima kasih,” ucap Hendrik sebelum mereka menuju ke pesawat. Dia kekasih Zeline.

Dia pria ramah, cukup tampan dan tinggi. Alasan mereka tidak direstui sebab Hendrik seorang seniman, bukan pengusaha seperti yang diinginkan oleh ibunya Zeline.

Dari pertama kali bertemu, Hendrik tidak begitu terkejut sebab ada orang lain yang mirip kekasihnya. Dia pandai bergaul, secara mudah mengakrabkan diri dengan Cloe.

“Iya, semoga kalian bahagia hidup di negeri orang.”

Zeline terharu, lalu memeluk Cloe sambil menangis. “Maafkan aku melibatkanmu untuk hal seperti ini, aku berdoa yang terbaik untukmu. Jaga dirimu.”

Kenapa Zeline sedih sekali? Dari awal persetujuan ucapan maaf kerap kali terdengar. Padahal Cloe sangat senang dan tidak sabaran ingin segera bertemu Elad.

Pasangan itu menyeret koper menjauh, mereka beberapa kali berpaling dengan senyuman bersalah. Cloe melambaikan tangan melepas kepergian orang yang belum lama ini ia kenal.

“Pasti berat meninggalkan rumah dan keluarga,” gumam Cloe. Terbayang wajah Mala dan Juna, hampir meneteskan air mata sebab ia cukup merindukan mereka dan cemas pasal kehidupan di sana.

“Ibu, Juna ... aku akan berkunjung setelah menikah nanti. Maafkan aku.” Dia tersenyum tipis, bagaimanapun itu ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa dia hidup dan besar berkat Mala dan adik yang cerdas.

Cloe berbalik badan, meninggalkan bandara. Di dalam taksi, dia membaca kertas alamat yang ditinggalkan Zeline, lantas memberitahu supir mengantarkan dia ke sana.

Sepanjang perjalanan dia mengamati lingkungan sekitar secara takjub, 99% berbeda dengan kehidupan di kampung. Gedung-gedung tinggi itu ... bagaimana cara melarikan diri kala terjadi gempa? Orang di bawah juga akan tertimpa puing-puing. Dia seketika merinding usai membayangkan hal random.

Menit-menit berikutnya suasana jalan kembali berubah, ada sedikit kendaraan di jalan. Satu atau dalam beberapa waktu, kemudian memaski gerbang setelah dicegat oleh security. Selepas itu jejeran rumah mewah terlihat, tidak ada gedung tinggi di sini. Ini menakjubkan.

“Nona, kita sudah sampai.”

“Terima kasih, Pak.”

Cloe turun, dia mengencangkan pegangan pada tas menahan gugup. Cloe masuk dengan lancar, tidak ada siapapun menaruh curiga kendati Cloe tidak benar-benar berpenampilan seperti Zeline. Cloe tidak memotong rambutnya.

Interior rumah begitu mewah, terdapat tangga melengkung yang hanya ia lihat di di film sebelumnya.

“Akhirnya kau datang.”

Cloe menoleh ke samping, ternyata di sana ada seorang wanita cantik tengah duduk santai memangku majalah sekaligus meneguk teh.

“Iya, I-ibu.” Cloe mengigit bibirnya, jantungnya semakin tidak karuan setelah memanggil wanita itu ibu.

“Hari pernikahan sudah dekat, jangan keluyuran ke mana-mana.”

“Aku mengerti.”

Cloe bergegas pergi, canggung sekali. Kamar Zeline, di mana kamar Zeline? Katanya naik tangga, lurus saja, pintu sebelah kiri bagian paling ujung adalah kamarnya. Dan, yap! Cloe menemukannya.

Bersambung....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!